"Mau masuk sekarang?" Tanya Bang Lana ke gue yang memang udah berdiri gak karuan di depan pintu ruangan Mas Suga.
"Kalau gak berencana masuk mending kita pulang Bang." Balas gue tersenyum kesal.
"Udah buru_
"Ada apa kalian kemari? Mau ngasih undangan?" Tanya Mas Suga yang tetiba ngebuka pintu dan tersenyum meremehkan.
"Bang, Lana sama Aya dateng kemari baik-baik, apa gak bisa Abang bersikap baik sama kami juga?" Balas Bang Lana melemparkan pertanyaan juga.
"Bersikap baik? Sama kalian? Gak salah? Kalau memang gak ada yang penting kalian bisa pulang sekarang." Dan begitu Mas Suga ingin meninggalkan ruangannya, gue maju mendorong Mas Suga balik masuk, nutup pintu dan berdiri menghalangi Mas Suga untuk gak keluar lagi juga.
"Sebelum Mas keluar, jawab dulu pertanyaan Aya!" Gue bahkan merentangkan kedua lengan gue, Mas Suga mengusap wajahnya menatap gue gak habis pikir, memang begini cara gue.
"Apa?" Tanya Mas Suga pada akhirnya.
"Apa Mas cinta sama Aya?" Bukan cuma Mas Suga, Bang Lana bahkan ikut bangkit menatap gue kaget dengan pertanyaan gue barusan.
"Ay! Masih banyak pertanyaan lain."
Ya memang masih banyak pertanyaan lainnya, pertanyaan gue sekarang terdengar aneh tapi gue juga punya alasan kenapa memilih pertanyaan ini untuk Mas Suga, jawaban Mas Suga akan sangat menentukan langkah gue sama Bang Lana selanjutnya, memastikan siapa yang harus kita berdua percaya.
"Kamu gila? Mas kira kamu mau nanyain apa Ay, kalau cuma pertanyaan gak penting men_
"Mas cuma perlu jawab pertanyaan Aya pake satu kata, ya atau enggak? Gak usah muter-muter kalau cuma mau menghindar." Potong gue menatap Mas Suga penuh harap.
"Jadi jawab pertanyaan Aya, Mas cinta apa enggak?" Desak gue.
"Apa kamu pikir keadaan kita sekarang ini terlalu santai untuk kamu Ay? Apa_
"Ya atau engak?" Nada suara gue sedikit meninggi.
"Kamu tahu jawabannya, apa tatapan Mas sekarang adalah tatapan seorang lelaki yang sedang menatap wajah wanitanya?" Dan gue tersenyum untuk jawaban Mas Suga, tatapan Mas Suga sekarang adalah tatapan seorang Kakak lelaki untuk adik perempuannya.
"Jadi alasan Mas ngedeketin Kiran bukan Aya tapi Bang Lana juga benerkan?" Mas Suga terpaku ditempat dengan pertanyaan gue.
"Maksud kamu apa Ay?" Tanya Bang Lana yang sekarang berdiri tepat disamping gue.
"Aya kemarin ketemu Kiran, awalnya Aya pikir Mas Suga ngedeketin Kiran untuk balas dendam karena udah ngebuat pertunangan Aya sama Mas Suga batal tapi ternyata bukan itu alasannya."
"Abang tahu alasannya apa? Alasan Mas Suga ngedeketin Kiran untuk balas dendam atas perbuatan Kiran karena nyelakain Abang dua tahun yang lalu." Ucap gue yakin.
"Ay! kamu ketemu Kiran?" Tanya Mas Suga cukup kaget.
"Heumm." Gumam gue mengiyakan.
"Tapi Mas gak perlu ngejelasin apapun lagi, kenapa? Karena Aya udah dapet jawabannya." Gue tersenyum dan menurunkan lengan gue, pegel juga.
"Jawaban? Lan, istri lo mulai gak waras apa gimana?" Baru kali ini gue denger ucapan rasa nyeleweng receh dari Mas Suga.
"Geser sedikit Mas, kebanyakan beban." Jawab gue sendiri.
"Besok jangan lupa dateng ke resepsi kita ya Mas." Masih dengan senyum mengembang, gue narik lengan Bang Lana keluar dari ruangan Mas Suga.
"Ini sebenernya gimana sih Ay? Katanya mau mastiin sesuatu." Protes Bang Lana melepaskan gandengan gue.
"Masuk dulu ke mobil tar Aya jelasin." Gue kembali menggandeng lengan Bang Lana dan tersenyum ramah untuk orang-orang kantor yang memang udah kenal kita.
Mereka memang udah kenal gue sama Bang Lana cuma mereka gak tahu aja status kita berdua apa, hah setidaknya setelah resepsi gue gak perlu lagi main umpet-umpetan buat hubungan gue sama Bang Lana, gue mau menggandeng lengan suami gue bebas, dimanapun, kapanpun, Bang Lana lebih muda? Mereka peduli apa?
Lagian kalau ngeliat penampilan Bang Lana sekarang, umur kayanya gak bakalan keliatan kok, cowo memang keliatan lebih dewasa, pembawaan Bang Lana juga gak kaya cowo seumurannya, gue malah yang keliatan kaya anak-anak, baby face dong, muji diri dikit gak papalah ya terlepas dari kenyataan gue yang memang masih kekanak-kanakan.
"Yaudah sekarang jelasin, maksudnya apa?" Ulang Bang Lana begitu kita udah di mobil.
"Gak mau nyari tempat ngobrol dulu gitu? Masa iya diparkiran gini Bang? Kalau gak_
"Ay!" Potong Bang Lana dan wajahnya beneran serius, gak bisa diajak becanda dikit doang ni orang, kebanyakan masalah selera humornya tenggelam.
"Mas Suga gak akan yakitin Abang, Abang tahu artinya apakan? Itu artinya Mas Suga gak akan ngelakuin sesuatu yang bisa mencelakai Abang jadi untuk Mas Suga kita bisa lebih aman." Jelas gue cukup lega, setidaknya memang beneran bukan Mas Suga.
"Kamu ikut Abang cuma mau mastiin itu? Kalau itu Abang juga tahu Ay, apa kamu pikir Abang gak kenal Bang Suga? Kalau memang Bang Suga niat ngerebut kamu, dua tahun tanpa Abang kamu gak akan dianggurin." Mulutnya ni orang makin lama mulai ngeselin.
"Lagian selama dua tahun itu juga kalau Bang Suga mau dia bisa ngelakuin apapun, Bang Suga bahkan bisa membuat Abang gak pernah balik ke kamu kalau dia mau, dia punya banyak cara dan dia bisa tapi kenapa Bang Suga cuma marah-marah dan paling mentok ngancem? Ya karena dia gak punya masalah apapun sama kita."
"Paling Bang Suga cuma bingung gak tahu harus mihak siapa? Mihak kita itu artinya dia ngelepasin perusahaan yang dijanjikan Papa, mihak Papa? Yaudah palingan tar ngancem-ngancem kita, dengerin aja, balas pake omongan juga gak papa." Hahaha.
Gue udah ketawa gak jelas sekarang, ini yang error otak siapa ya? Gue atau Adik Abang yang satu? Kalau dia udah tahu Mas Suga gak bakalan bahaya terus ngapain kita kudu waspada sampe sebegininya? Shock gue.
"Aya jadi iri, ternyata bener darah itu lebih kental dari air, mau seribet dan serumit apapun, yang namanya saudara tetap aja sayang." Cicit gue.
Tapi kenapa Mas Vian gak bisa sayang ke gue kaya Mas Suga sayang sama Bang Lana? Apa kurangnya gue? Kurang cantik? Kalau gue kurang cantik itu artinya Mas Vian jelek juga, kan mirip.
"Gak ada Abang yang gak sayang sama adiknya." Ucap Bang Lana tetiba seolah tahu pemikiran gue.
"Memang Aya bilang apa?" Balas gue gak mau kalah, ya didunia ini semua pasti sayang sama keluarganya, mungkin hanya cara menyampaikan rasa sayang itu yang berbeda, gue maunya mikir kaya gitu.
"Hidup berat ya Bang?" Lirih gue tetiba, berat banget rasanya, mau bahagia aja susah.
"Heumm berat! Tapi belum seberat berat badan kamu." Hah! Haha! Gue cuma bisa ketawa gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Euphoria (END)
Romance"Gue mendingan nikah sama anak SMA ketimbang hidup sama orang yang gak pernah nganggep gue ada." "Selama ini apa Mas pernah peduli sama Aya? Enggak Mas, Mas gak pernah, selama ini Aya kaya berjuang seorang diri demi mempertahankan hubungan gak jelas...