(3)

3.9K 454 13
                                    

"Jawabannya enggak Tante, Mas Suga gak pernah mandang Aya lebih dari orang asing asal Tante tahu!" Menatap semua orang kecewa, gue bangkit dari duduk gue dan berjalan masuk ke kamar meninggalkan semua orang dengan segala keterkejutan mereka.

"Dek?" Gue hanya begumam untuk panggilan Bunda barusan, kalau Bunda nyusulin gue ke kamar cuma untuk ngebujuk gue buat gak ngebatalin pertunangannya, gue gak akan berubah pikiran.

"Kenapa selama ini kamu gak jujur sama Bunda kalau kamu gak bahagia heum?"

"Aya bahagia Bunda, Aya cuma_

Gue cuma udah gak sanggup lagi kalau harus berjuang sendirian dan gue gak mungkin ceritain masalah kaya gini ke Bunda, gue rasa perlakuan Mas Suga gak seharusnya gue aduin ke orang tua gue ataupun orang tua Mas Suga sendiri.

Lagian siapa sih yang akan nolak dijodohin dengan Mas Suga? Gue cukup waras untuk tahu mana yang bening tapi masalahnya sekarang tampang aja gak cukup, gue hidup gak cuma ngeliatin mukanya doang tapi bagaimana dia memperlakukan gue itu yang jauh lebih penting.

"Dek, kamu salah kalau mengira Bunda akan memaksa kamu menikah kalau kamu memang belum siap, Bunda setuju dengan perjodohan ini karena Bunda rasa Suga cukup baik sama kamu."

"Bunda ngelakuin semua ini demi kebahagiaan kamu tapi kalau memang Adek ngerasa tersiksa, batalin dan Bunda gak akan marah, Adek anak Bunda dan kebahagiaan Bunda ada di kebahagiannya Adek juga."

"Bunda!" Gue bangkit dan meluk Bunda gue, Lana bener, dari awal seharusnya gue jujur sama Bunda, Bunda gak mungkin nolak permintaan gue.

"Sekarang Adek istirahat, Bunda yang akan ngomong sama Ayah dan keluarga Suga, kita cari penyelesaian yang lebih baik."

Bunda memgusap kepala gue dan berlalu keluar kamar, gue gak tahu lagi apa yang harus gue perbuat sekarang, semua ini terasa berat hanya karena satu alasan, itu semua karena gue udah terlanjur nyaman dengan status tunangan dari seorang Suga.

"Kak, Lana masuk ya!" Lana masuk ke kamar lengkap dengan sepiring makanan dan segelas susu ditangannya.

"Bunda gak ada tumben manggil Kak?"

"Ya jaga-jaga siapa tahu ada, Bunda ngomong katanya ada yang gak mau makan makanya dianterin ke kamar biar gak kelaparan."

"Gimana? Baikkan?" Tanya Lana ngambil posisi duduk di sofa kamar gue.

"Lana sendiri kenapa belum pulang? Ketemu Bunda dimana?"

"Ketemu di tangga, Tante, Om, Mama sama Papa masih ngomong dibawah, Mas Vian sama Bang Suga juga ada, Lana disuruh naik, anak kecil gak perlu ikutan!" Jawab Lana dan tersenyum memperlihatkan dua gigi kelincinya, hah? Kalau Lana aja masih dianggap anak kecil gue apa bedanya? Kita berduakan cuma beda dua tahun.

"Tapi Aya beneran gak laper!"

"Kalau nunggu Aya laper, Aya gak akan makan sampai tahun depan, mau Lana yang suapin? Buka mulut." Benerkan pikiran gue? Ni anak juga aneh.

"Sini Aya makan sendiri, terus Lana ngapain masih disini? Baca apaan?" Gue mulai menyuap makanan gue sembari memperhatikan Lana yang mulai membuka beberapa lembar tugas kampus gue.

"Belajar belajar, ujian didepan mata." Jawab Lana bahkan gak natap gue.

Gue tersenyum pelan memeperhatikan sikap Lana tapi semuanya buyar begitu tiba-tiba Mas Suga masuk ke kamar gue, ini memang bukan pertama kalinya Mas Suga masuk ke kamar gue kaya gini tapi gue beneran kaget kalau mengingat balik situasi gue sama Ma...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue tersenyum pelan memeperhatikan sikap Lana tapi semuanya buyar begitu tiba-tiba Mas Suga masuk ke kamar gue, ini memang bukan pertama kalinya Mas Suga masuk ke kamar gue kaya gini tapi gue beneran kaget kalau mengingat balik situasi gue sama Mas Suga sekarang.

"Lana keluar dulu Kak, kalian butuh bicara." Lana keluar dan ninggalin gue sama Mas Suga dalam kecanggungan yang berkepanjangan, gak ada yang mau buka obrolan.

"Kalau gak ada yang penting, mending Mas keluar, Aya mau istirahat."

Kalau masuk ke kamar gue cuma mau diem-dieman dan gak ngomong apapun mending gak usah, gue capek makan hati seharian, mau tidur, ya walaupun tidur cuma gue jadiin alasan untuk ngehindarin Mas Suga.

"Kamu serius mau ngebatalin pertunangan kita?" Gue udah ngelus dada sekarang, kurang jelas apa lagi omongan gue tadi? Terus yang tadi gue omongin panjang kali lebar dikira apaan?

"Apa Aya keliatan bercanda? gak kan?" Gue beneran capek.

"Kita udah tunangan satu tahun, kenapa baru sekarang kamu ngebatalinnya?" Kenapa baru sekarang? Apa Mas Suga berharap gue ngomong kaya gini dari dulu?

Gue beneran gak percaya dengan apa yang gue denger barusan, Mas Suga gak pernah sadar apa memang hidupnya kurang peka? Gue capek berusaha ngebuat dia tulus nerima gue, gue gak mau lagi.

"Mau satu tahun atau kapanpun, itu bukan masalah Mas." Jawab gue males.

"Ini juga jadi masalah Mas karena Mas yang jadi tunangan kamu."

"Karena gak ada lagi yang bisa Aya perjuangin dari pertunangan kita, apa itu cukup untuk jadi alasan kuat Aya mau pertungan kita batal?"

Mas Suga malah menyipitkan mata heran sama jawaban gue barusan, Mas Suga lagi berusaha mencerna omongan gue atau memang gak ngerti sama sekali? Gue gak mau makan hati lagi.

"Apa karena keluarga Mas gak jauh lebih kaya dari keluarga kamu?"

Gue beneran udah nahan isak tangis gue untuk gak pecah, kenapa Mas Suga bisa berpikiran kaya gitu ke gue? Kalau cuma karena masalah siapa yang lebih kaya diantara kita berdua, udah dari dulu gue nolak perjodohan ini.

"Kenapa Mas bisa berpikiran sepicik itu sama Aya?"

Gue natap lekat mata Mas Suga dengan mata gue yang udah berkaca-kaca, kenapa Mas Suga gak pernah sadar, sikap dia yang gak pernah menghargai kerhadiran dan ketulusan gue inilah yang jadi penyebab gue lebih milih mundur.

"Jadi kenapa kamu tiba-tiba mau ngebatalin pertunangan kita?"

"Itu karena Mas gak pernah tulus nerima Aya, apa Aya salah?" Dan Mas Suga terpaku ditempat dengan jawaban gue barusan, sekarang Mas Suga udah tahukan alasan gue mau ngebatalin pertunangan kita?

"Tapi kamu selalu bilang kalau kamu akan berusaha nerima Mas." Lanjut Mas Suga dengan nada suara meninggi.

"Tapi sayangnya Mas gak pernah melakukan hal yang sama untuk Aya, apa Mas mau Aya terus terima Mas bersikap kaya gini? Mas gak pernah peduli sama Aya, cuma status kita berdua yang tunangan tapi perlakuan Mas sangat jauh dari kata itu." Balas gue dengan nada ikut meninggi.

"Pertimbangkan lagi pertunangan kita Ay, Mas akan berusaha berubah untuk kamu." Mas Suga keluar setelah ngasih tahu kalau kita berdua ditunggu dibawah.

"Apa bisa seseorang berubah?" Cicit gue mulai puter otak, ini sebenernya Mas Suga kenapa lagi? Dari pada ditunggu makin lama, gue turun dan mendapati semua keluarga gue sama Mas Suga udah dibawah, apa lagi sekarang?

"Ayah udah pertimbangkan ucapan Adek tadi tapi ngebatalin pernikahan juga udah gak mungkin, orang-orang udah pada tahu kalau Adek mau menikah, keluarga kita gak akan sanggup nanggung omongan orang kalau tahu pernikahan kalian dibatalkan gitu aja Dek." Jelas Ayah yang ngebuat gue natap Ayah kaget, apa omongan orang-orang lebih penting dari pada perasaan anaknya sendiri?

"Tapi Yah, Aya gak mau nikah sama Mas Suga." Protes gue, gue tetap gak mau nikah sama Mas Suga.

"Kalau Adek tetap nolak menikah dengan Suga, Adek cuma punya satu pilihan lain."

"Apa?"

"Suga atau Lana?"

"What?" Kaget gue barengan sama Lana, apaaan pilihannya kaya gitu? Lana? Lana masih SMA.

"Tapi Lana masih sekolah Yah, apa Ayah gak _

"Kalau begitu menikah dengan Suga." Potong Ayah untuk ucapan gue, sekilas Ayah dan Papanya Mas Suga tersenyum menang untuk jawaban gue barusan, apa mereka sengaja ngasih pilihan kaya gini?

"Aya gak akan nikah sama Mas Suga, ngabisin hidup Aya bareng Lana itu jauh lebih baik."

My Euphoria (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang