(13)

3K 382 60
                                    

"Kebablasan sama suami sendiri bukan masalahkan? Sering kebablasan malah lebih bagus." Lana mengusap pipi gue dan tersenyum menenangkan.

Mendapat jawaban dari Lana, yang nanya barusan langsung minggat tanpa jejak tapi pertanyaannya tetap aja bikin emosi gue, percuma sekolah tinggi tapi mulut kurang pendidikan begitu, ngasal banget nuduh orang.

"Lanapun satu, ngapain malah ngomong kaya tadi? Bakalan jadi bahan omongan itu, Aya jamin." Kalau berita jelek orang nyebarnya pasti bakalan cepet, sama halnya pertunangan gue sama Mas Suga yang batal, pengakuan Lana sebagai suami gue pasti bakalan jadi bahan omongan juga.

"Apa ini bukan pertama kalinya Aya dapet omongan gak enak kaya gini?" Gue gak ngejawab apapun.

"Jawab Lana, Ay!" Desak Lana, dengan pasrah gue mengangguk pelan.

"Udahlah Lan gak usah diladenin, sama kaya berita Aya batal nikah sama Mas Suga dulu, hal kaya gini setelah mereka bosen juga gak bakalan ngoceh lagi." Diam adalah solusi gue dari dulu, Mas Suga juga gak peduli apapun.

"Berapa kali lagi harus Lana ingetin? Lana bukan Bang Suga, kita memang gak perlu ngeledenin hal yang gak terbukti tapi tuduhan mereka berat Ay, bukan masalah sepele."

"Aya tahu tapi Aya harus gimana? Dateng terus ngelabrak mereka? Berantem? Jambak-jambakan? Aya capek Lan, bukannya Lana yang ngajarin Aya untuk gak dengerin omongan gak penting orang?"

Lana menghembuskan nafas berat memperhatikan gue sekarang, mengusap wajahnya kasar dan memegang kedua bahu gue erat, Lana kenapa? Marahkah?

"Lan--"

"Lana cuma khawatir, Lana gak pernah tahu kalau apa yang Lana umongin dulu bisa terasa sangat berat kalau menyangkut diri Lana sendiri." Lana mengusap kepala gue dengan senyum menenangkan.

"Yaudah gak papa, Aya masuk ya." Lana mengangguk pelan.

"Oya Ay, selesai urusan kampus kabarin Lana, kita harus pulang ke rumah Papa sama Mama." Gue memang sedikit kaget tapi tetap gue iyakan.

"Hati-hati, kabarin Lana kalau ada sesuatu."

"Iya, udah sana." Mendorong tubuh Lana pelan, gue masuk ke kelas sembari menimbang ucapan Lana barusan.

Kalau boleh jujur, setelah Lana pergi, gue hampir gak pernah dateng ke rumah orang tuanya, selain menghindari Mas Suga, gue juga gak mau ketemu orang tuanya kalau inget gimana mereka ngekang Lana waku Lana ingin menikahi gue dulu.

Tapi menghindar terus menerus juga gak mungkin, bagaimanapun keadaannya, sekarang orang tua Lana, orang tua gue juga, udahlah apapun pokoknya gue sama Lana dateng dulu, dengerin omongan mereka.

.
.
.

"Lan, kita sampai disana mau ngapain?" Tanya gue gugup, ini pertama kalinya gue dateng ke rumah orang tua Lana bareng Lana sendiri.

"Belum tahu, Lana memang belum nemuin Papa atau Bang Suga setelah balik kemari, cuma nemuin Mama diluar dan Lana langsung nemuin Aya." Gue kehabisan kata.

"Terus sekarang kenapa tiba-tiba mau kesana?" Aneh dong.

"Bagaimanapun mereka tetap keluarga Lana, keluarga Aya juga." Gue melenguh pasrah.

Ya memang bener, gak mungkin kita bersikap seolah-seolah kita gak punya hubungan apapun sama merekakan? Kecewa memang tapi tidak harus sampai membenci.

"Insyaallah gak papa, Ayo turun." Ayo turun? Gue langsung menoleh ke luar dan bener, kita udah dirumah keluarga Akbar.

Mengikuti langkah Lana, gue keluar dari mobil dan berdiri mematung didepan pintu untuk beberapa saat, Lana memberikan salam lebih dulu dan gak lama Tante Rika keluar membukakan pintu, Tante Rika, Mama Lana.

"Ma." Lana nyalim dan memeluk Mamanya erat, gue melakukan hal yang sama.

"Ayo masuk, Papa sama Abang udah didalam dari tadi nungguin kalian." Hah? Pake ditungguin segala, kemajuan pesat ini.

Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Lana cuma nyalim sama Papa dan natap Mas Suga sekilas sebelum ngambil posisi duduk tepat berhadapan dengan Papa, gue juga hanya mengikuti dan ngambil posisi duduk disebelah Lana.

"Jadi apa mau kalian sekarang?" Tanya Papa dingin.

Gue yang dapet pertanyaan kaya gitu udah mengkaku dengan tatapan mulai melirik Lana gak karuan, yang bener aja, baru dateng tapi pertanyaannya udah nusuk banget ditelinga kaya gitu. 

"Apa boleh kami memilih apa yang kami mau?" Tanya Lana balik.

Mendadak suasana yang memang udah gak enak tambah makin sesek begitu Lana balik melayangkan pertanyaan sebagai jawaban dari pertanyaan Papanya.

"Bukankah kalian menikah karena memilih keinginan kalian? Kamu bahkan tidak mendiskusikan jurusan yang kamu ambil dengan Papa lebih dulu." Gue narik nafas dalam dan menatap Lana yang terlihat sangat tenang menghadapi Papanya.

"Keinginan kami yang kalian izinkan dengan persyaratan yang tidak masuk akal, Papa ingat ucapan Papa ke Lana waktu di Bandara dua tahun yang lalu?" Gue masih mendengarkan.

"Kalau kamu tetap ingin menikahi Aya, lepaskan semua yang kamu punya senagai Putra Papa." Jujur gue sendiri cukup kaget dengan ucapan Lana sekarang.

"Lana menepati janji Lana, Lana melepaskan semua rancangan Papa untuk masa depan Lana dan memilih jalan Lana sendiri, bukankah itu yang Papa mau?" Lanjut Lana yang membuat wajah Om Akbar mendadak memerah, gurat kemarahan terlihat jelas diwajahnya sekarang.

"Lana kemari karena permintaan Mama, kalau memang Papa cuma mau nanya hal yang gak penting lebih baik Lana sama Aya pamit sekarang." Gue setuju, ketimbang ribut.

"Lo bisa lebih sopan? Gue gak pernah ngajarin lo bersikap seenak hati Alana!" Mas Suga bangkit dan berniat narik kerah kemeja Lana yang lebih dulu gue tahan.

"Suga, lepasin adik kamu." Pinta Mama yang diabaikan Mas Suga.

"Ay, kamu--"

"Lepasin tangan Mas dari suami Aya sekarang." Potong gue natap Mas Suga gak suka.

"Lo ngeracunin otak Aya pake apa? Apa lo pikir setelah menikah dengan Aya itu artinya lo lebih baik dari gue?" Tanya Mas Suga melepaskan cengkramannya.

"Apa Abang pikir Lana menikahi Aya tanpa pertimbangan? Menikah itu bukan lomba dan Aya bukan barang yang bisa dijadikan sebagai hadiahnya."

"Alah gue tahu lo Lan, lo pura-pura ngelepasin semuanya tapi diam-diam lo juga bakalan ngejadiin Aya jalan pintas untuk mendapatkan simpati Papakan? Dari awal lo tahu seberapa penting Aya untuk keluarga kita." Maksudnya Mas Suga apa?

"Bukannya Abang yang lagi ngeracunin otak Aya sekarang?" Gue mulai menatap bingung keluarga Lana sekarang, gue bahkan gak ngerti maksud ucapan Lana sama Mas Suga itu apa.

"Gue akan mendapatkan apapun yang gue mau, apa dan bagaimanapun caranya." Ucap Mas Suga melirik gue sekilas dan menatap Lana dingin setelahnya.

"Abang juga tahu Lana, apa yang Lana punya, gak akan pernah menjadi milik orang lain, akan Lana pertahankan, apa dan bagaimanapun caranya." Lana tersenyum kecil membalas tatapan tajam Mas Suga.

"Lo gak akan pernah menang dalam hal apapun dari gue_

"Tapi atas diri Aya, Lana pemenangnya."

My Euphoria (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang