Titik Terang

727 121 9
                                    

Pagi hari di rumah sakit.

Rendi kebangun karena denger suara menggeram, waktu dia noleh.. dia liat juna udah buka mata dan keliatan kesakitan. Rendi langsung reflek duduk, terus jalan ke arah anaknya.

“Adek?”

Suara rendi menginterupsi kamar rumah sakit. Mas delon terbangun, disusul mas ian.

“Juna-” panggil mas delon,

Mas ian yang sadar langsung bergerak menekan tombol, memanggil dokter dan perawat.

“Adek? Kenapa, sayang?” tanya rendi, juna masih menggeram

“Sakit, ya?” tanyanya lagi,

Beberapa saat kemudian dokter dan seorang perawat masuk membawa papan dada.

“Silahkan tunggu diluar, biar dokter memeriksa dulu..” kata perawat itu,

“Baik, suster..” jawab mas delon, kemudian mas ian merangkul bahu rendi dan menuntunnya berjalan keluar disusul mas delon.

Rendi yang khawatir hanya berjalan mondar-mandir didepan pintu kamar anaknya.

“Dek, duduk sini.. juna lagi ditanganin dokter.. dia nggapapa, sini duduk dulu..” kata mas ian,

Rendi nurut, duduk ditengah mas ian dan mas delon.

“Adek, mas..” kata rendi, mas ian ngangguk

“Iya, adek nggapapa.. sst-”

Mas delon hanya diam mendengar dialog mereka. Hingga akhirnya dokter keluar ruangan. Ketiga orang tadi kompak berdiri.

“Gimana dok?” tanya mas ian,

“Pasien sepertinya menderita sakit pada rahangnya, dia sulit diajak bicara.. suster akan mengirim bubur untuknya makan, tolong awasi pasien..” kata dokter kemudian berpamitan pergi.

Lagi-lagi rendi jadi orang pertama yang masuk ke kamar, disusul dua orang lainnya.

“Adek?” panggil rendi,

Juna diam, menatap bundanya. Terlihat dia seperti kesusahan membuka mulutnya.

“Okay, nggapapa juna.. jangan dipaksa..” kata mas delon, akhirnya dia bersuara karena tidak tega melihat kondisi juna.

Juna memejamkan matanya tampak sangat menyesal dengan keadaannya sekarang karena dia membuat bundanya menangis.

“Hm.. mm-” juna menatap mas ian,

“Apa dek?”

Juna menyerah, dia memejamkan matanya erat dan terlihat sangat frustasi. Mas ian menahan tangisnya melihat kondisi anak semata wayangnya seperti ini.

“Apa yang juna tanya? Keadaan juna? Dokter tidak kasih tau?” tanya mas delon, juna kesusahan tapi mereka bertiga tahu bahwa juna menggeleng tadi.

“Juna.. kaki juna patah.. butuh waktu 2 bulan untuk penyembuhan, sampe sembuh total. Rahang juna sakit, juna dipukul rahangnya?” mas delon mencoba berkomunikasi pelan-pelan,

Juna mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Mm-” juna membuka rahang pelan,

“No. No. Jangan dipaksa, biar om tebak aja..” kata mas delon, juna pasrah kemudian mengangguk.

Rendi memandang dua orang didepannya, takjub akan interaksi mereka. Mas ian juga, daripada kagum, mas ian lebih ke arah iri. Delon bisa mengerti dengan baik, sedangkan dia yang kaku, tidak bisa.

“Juna tanya apa? Um.. bunda? Makan atau engga? Oh, ini.. juna tidur seharian kemarin.. juna tidur cuma satu hari-” kata mas delon pelan-pelan,

Juna mengangguk puas.

Tetangga Kok Gitu, Sih!? (Original Plot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang