Hilang

3.2K 223 0
                                    

You never know how strong you are until being strong is the only choice you have.

Anda tidak pernah tau seberapa kuat Anda sampai menjadi kuat adalah satu-satunya pilihan yang Anda miliki.

__BRAINY FACTS__


"Metta, lo udah siapin semua keperluan camping, kan?" Arya bertanya saat masing-masing kelas berbaris hendak memasuki Bus.

"Iya, Bawel!" Abia berdecak kemudian mengalihkan atensi.

"Lo ... bawa obat juga, kan?" Kali ini gadis itu mendengus.

Tak suka membicarakan perihal obat dan sekawannya dalam situasi menyenangkan seperti sekarang. Pertanyaan Arya benar-benar merusak moodnya.

"Bawa, nggak?" Arya bertanya memaksa.

"Bawa, aelah!"

"Nanti kalau udah sampe sana, tungguin gue, yaa!" Baru saja Abia hendak protes, tapi gerakan tangan Arya yang mengusap puncak kepalanya setelahnya berlari pergi membuat bibirnya terbungkam sempurna.

Menyadari jeritan barisan teman kelasnya, Abia mendesis. Makhluk itu! Selalu saja mengundang perhatian! Abia memaki dalam hati.

***

Abia tidak tahu kalau naik Bus rasanya semelelahkan ini. Badannya terasa remuk redam karena kelamaan duduk. Dan tepat ketika mereka telah sampai di Puncak, Abia dengan tidak sabar keluar dari Bus.

"Pinggang gue, Astaga!" Abia menggerutu.

Rindi yang menghampirinya hanya terkekeh geli. "Makanya jangan mageran kalau diajak jalan sama kita-kita, lo. Baru naik Bus sekali udah ngomel-ngomel," sindir Rindi yang di-iya-kan oleh Raina, Alea, dan Violyn.

Abia hanya melengos tak peduli.

"Eh, kalian! Cepet kumpul! Pak Junaidi udah manggil." Bu Resti menitah membuat kelima gadis yang tengah mengobrol itu berjalan ke arah kerumunan murid lain.

Setelah diberi beberapa wejangan oleh para panitia camping beserta guru-guru yang ikut serta, para peserta camping di bagi menjadi beberapa kelompok. Dan kelompok itu sekaligus adalah kelompok satu tenda selama 3 hari seterusnya.

Beruntung Abia dikelompokkan dengan Rindi dan Alea. Jadi ia tidak perlu beradaptasi lagi dengan teman baru.

"Lea ... gue mau pergi ke kebun teh. Temenin dong!" Abia merengek.

Alea yang saat itu tengah memakai jilbab pasmina-nya menggeleng keras.

"Nonono, Biya. Di cuaca sedingin ini. Dengan kegiatan numpuk kayak sekarang, gue nggak ada sempat buat nambahin kerjaan gue." Alea menolak.

Abia cemberut.

"Sebentaaaar aja. Gue cuma mau ngajak lo ngeliat-liat kebun dikit doang. Paling sampe matahari terbenam. Sekalian liat sunset di sana," bujuk Abia yang sepertinya tak berpengaruh sedikit pun pada gadis berhijab merah marun di depannya.

"Udah ah, Biya. Jangan kurang kerjaan. Mending bantu gue sama anggota konsumsi lain buat masak makan malam. Atau paling nggak bantu si Violyn sama Raina sana cari kayu buat api unggun ntar malem. Seenggaknya itu semua ada faedahnya." Alea memberi wejangan.

Abia menghela kecewa. Semua temannya tidak ada yang bisa diandalkan. Masak dia hanya minta ditemani ke kebun teh saja enggak ada yang mau satupun?

Sekarang kan, Abia jadi memilih berjalan sendiri ke hutan. Mengabaikan ketakutan akan binatang buas atau sekedar penghuni hutan tak kasat mata yang sempat menggerayangi pikiran.

"Kira-kira, kalau gue pergi sendiri, bakalan ada makhluk lain yang ngikutin nggak yaa? Kayaknya enggak mungkin." Abia bergumam sendiri.

"Pergi aja deh. Nanggung udah sampai sini, masak kerjaan gue cuma mandang dari jauh doang?"

****

"Anak-anak, cepat berkumpul! Api unggun bentar lagi sudah mau dinyalakan." Suara instruksi dari Pak Rumajan membuat beberapa siswa maupun siswi yang tadi masih asik mengobrol ria disekitaran tenda memilih mendekat.

Terkecuali empat gadis dengan baju super tebal yang terlihat bergerak kelimpungan.

"Aduh, gimana nih? Si Biya kemana sih emangnya? Kok sampai malem gini belum balik?" tanya Rindi khawatir.

"Gue nggak tau. Dari sore tadi gue sama Raina pergi cari kayu bakar di sekitaran hutan. Jadi kita enggak sempet ketemu Abia." Violyn menjelaskan.

"Kayaknya dia pergi ke kebun teh yang di deket hutan lindung sana, deh. Soalnya tadi sore dia minta ditemenin ke sana, tapi gue tolak karena gue mau masak sama yang lain." Alea bersuara.

"Kenapa lo nggak panggil kita-kita aja buat nemenin dia ke sana? Lo tau kan si Biya kadang bisa kelewat nekad? Kenapa nggak lo temenin aja bentar atau panggil gue tadi." Rindi menggusah frustasi.

"Gimana gue mau manggil lo? Lo sibuk sama panitia camping yang lain. Kerjaan lo banyak, makanya gue nggak mau ngerepotin." Alea memberi alasan.

"Ada apa ini kok ribut-ribut? Kenapa kalian juga belum gabung sama yang lain? Rindi, suruh temen kamu ke deket api unggun yang di sana!" Pak Hadi memberi titah.

"Eng, anu--gini Pak, Abia kayaknya hilang. Dia belum balik dari hutan sejak sore tadi."

"Biya hilang?!"

ABIA  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang