Abia tidak ingat dia sudah tertidur berapa lama di UKS. Tapi, begitu mendapati jam dinding yang tergantung di ruangan kecil dengan bau obat itu menunjukkan pukul 8:45 pagi, gadis itu kontan terlonjak dan keluar tergesa dari sana.
Sebentar lagi jam pelajaran Olahraga bakal dimulai. Pening yang mendera kepala sedari jam pertama yakni pelajaran seni budaya membuat Abia tanpa sadar ketiduran hingga jam segini.
Baru akan beranjak dari bed UKS, seplastik sterofoam dengan kertas note kecil di atasnya membuat Abia mengalihkan pandangan. Tulisan 'Untuk Abia, dimakan, ya!' membuat gadis itu semakin mengernyitkan kening bingung.
Dari siapa?
Karena tidak tahu makanan tersebut berasal darimana, Abia memilih membiarkannya saja. Gadis itu kembali beranjak dan berjalan tergesa guna menuju kelasnya untuk mengambil baju olahraga dan segera mengganti.
Sampai di kelas, Abia tidak berhasil menemukan siapapun di sana. Sepertinya seluruh teman kelasnya sudah berada di lapangan. Abia tersenyum miris begitu menyadari sesuatu. Bahwa teman kelasnya tidak ada satupun yang menjenguknya ke UKS.
"Woi, kok masih di sini? Sana ganti baju, yang lain udah di lapangan tuh." Riko--- seorang anggota tim basket putra di sekolahnya menitah begitu mendapati kehadiran Abia di ambang pintu kelas.
Dia tidak ikut olahraga karena kakinya sedang cedera sehabis melakukan pertandingan persahabatan di SMA tempat Kaisar bersekolah. Pria itu bisa dibilang adalah sahabat dekat Kaisar. Jadi, beberapa kali Abia mendapati Riko kerap berkunjung ke rumahnya guna bermain bersama Abangnya.
Abia terlonjak begitu sadar masih ada yang mau mengajaknya berbicara di antara semua teman kelasnya.
"Dih malah bengong, kesambet tau rasa lo, Bi." Riko melempar kulit kacang ke arah Abia dan tepat mengenai sisi pipi gadis itu.
"Lo ... kok mau ngomong sama gue? Disuruh Bang Kaisar ya?" Abia bertanya bingung.
"Lah emang kenapa?" tanya Riko terdengar santai dan tidak peduli.
"Yaaa ... aneh aja, yang lain sekalinya ngomong malah nyibir gue, sih." Abia menjawab dengan senyum getirnya.
"Ya bodoamat sih, nggak peduli gue. Emang perlu banget ya gue ikut-ikutan kayak yang lain?" tanya Riko balik.
Abia menyunggingkan senyum lega. Setidaknya, Riko adalah cowok yang berbeda. Meski tidak memihak Abia, dia juga tidak membencinya seperti teman kelas yang lain.
"Woi! Sana ke lapangan Astaga! Niat amat ya lo dihukum Pak Harry gegara telat di jam pelajarannya," dumel Riko menyadari Abia yang terus bengong dan bengong.
"Iya-iya, ini mau ganti baju," jawab Abia sembari mengeluarkan baju olahraga dari dalam tasnya. "Makasih, Riko," lanjut gadis dengan kuncir satu itu setelahnya.
Belum sempat bertanya 'makasih buat apa?', Abia sudah lebih dulu menghilang dari ambang pintu kelas mereka.
"Dasar cewek aneh," Riko memasukkan lagi tiga butir kacang ke mulutnya, "tapi imut sih."
****
Abia berlari tunggang langgang di koridor menuju lapangan utama. Dia sudah jelas terlambat dan sebentar lagi bakal mendapatkan hukuman dari Pak Harry yang terkenal tidak main-main kalau memberi sanksi.
Saking terburu-burunya, Abia sampai lupa memakai ikat rambutnya dan meninggalkan benda itu entah di mana. Padahal setelah ini dia bakal olahraga dan pasti bermandi keringat.
Begitu sampai di lapangan, Abia menemukan teman kelasnya yang lain tengah berbaris menunggu gantian untuk men-shoot bola basket. Abia meremas jemari takut begitu mendapati Pak Harry menyorotnya serius berikutnya berjalan mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABIA [TAMAT]
Teen Fiction"Izinin gue peluk lo. Ini yang terakhir." *** Sejak beranjak remaja, Abia mulai sadar terlahir bodoh adalah sebuah dosa. Dulu, ia pikir Ayah membencinya karena terlalu sering melakukan kesalahan. Tapi, kenapa setiap Kakaknya melakukan kesalahan, Bis...