Dia, Arya Januar Malik

7.3K 410 1
                                    

"Abia ... bisa antarkan ini ke meja saya?" Suara Bu Purwini---guru PKN kelas XI IPA3, membuat Abia menoleh. Selanjutnya mengangguk patuh dan berjalan mendekat.

"Antarkan ini ke Bu Haryati juga, yaa. Bisa, kan?" Bu Purwini menunjuk sebuah buku tebal berjudul 'Masa Reformasi'.

"Bisa, Bu." Abia mengangguk patuh.

"Bu Haryati ada di kelas XII IPA2," jelas Bu Purwini lembut.

Abia beralih mengambil alih beberapa susun buku tersebut kemudian pamit untuk mengantarkannya ke tempat yang disebutkan.

Abia lebih dulu memasuki ruang guru, guna menaruh beberapa buku tebal ke meja Bu Purwini. Setelah mengucap 'permisi', Abia berjalan pelan menuju meja yang sudah sangat dihapalnya.

Beberapa sapaan dari guru-guru yang tengah istirahat di sela jam mengajar Abia dapatkan. Tentunya Abia membalas dengan senyuman tipis atau sekedar anggukan untuk menghormati.

Abia memang tidak terlalu pintar tapi tidak juga terlalu bodoh. Tapi, berkat ketekunan dan keseriusannya dalam menuntut ilmu, guru-guru jadi begitu mengenal dan menyukainya karena sifatnya yang penurut dan paling antusias selama pelajaran berlangsung.

Kaki Abia melangkah cepat melewati koridor kelas XI. Tepat ketika kakinya melewati kelas XI IPS2, suara seorang guru menginterupsi.

"Abia ... sini!" Abia menghentikan langkah dan menoleh ke dalam kelas.

Di sana, Pak Junaidi melambaikan tangan untuk menyuruhnya mendekat. Abia berjalan memasuki kelas tersebut tanpa canggung. Ia memang terbiasa memasang wajah datar dan jarang berbicara. Makanya ia sering dikira cuek dan tidak pedulian.

"Ada apa, Pak?" Abia bertanya.

"Ini hasil ulangan harian Bahasa Inggris kelas kamu, tolong bagikan, yaa!" Abia mengangguk kemudian pamit keluar dengan alasan terburu-buru karena harus mengantarkan titipan Bu Purwini.

Setelah keluarnya Abia, seorang pria yang sedari tadi memperhatikannya ikut berdiri dari bangkunya. "Inceran baru, nih, kayaknya." Arya---pria itu, menyeringai lebar sembari melangkah keluar kelas.

"Woi ... Ar! Mau kemana lo?" Bahkan, teriakan Wisnu tak ia hiraukan.

"Hehh ... kamu! Mau kemana?! Keluar kelas nggak pake permisi pula sama saya. Nggak punya tata krama banget kamu, yaa!" Pak Junaidi berteriak kesal.

Arya menoleh, menatap Pak Junaidi jengah. Selanjutnya membungkukkan badan sembari menangkupkan kedua tangan dan berucap, "permisi Bapak Junaidi yang paling terhormat."

Pak Junaidi mendengus kesal tapi tetap saja membiarkan anak 'tidak bertata krama' tersebut keluar kelas. Percuma juga ia menahan Arya. Karena bocah slengean tersebut tetap akan keluar secara paksa setelahnya.

****

Abia turun dari tangga kelas XII setelah mengantarkan buku yang disuruh oleh gurunya. Kakinya melangkah cepat agar tidak ketinggalan pelajaran karena bel pergantian pelajaran telah berbunyi.

"Wuiih ... cewek bening, guys!" Abia yang mendengar suara kumpulan lelaki yang ia pastikan tengah membolos di bangku panjang dekat tangga, memilih menpercepat langkah.

"Eitt ... kok kabur, sih? Main dulu, yuk, sama kita-kita!" Baru sampai di ujung anak tangga, sesosok cowok gondrong menghadang langkahnya.

Abia menunduk. Memilih tak ingin melihat orang-orang di depannya yang mulai mendekat. Salah satu cowok dengan rambut terkuncir separuh di sana, memegang lengan Abia.

Gadis itu menepisnya kasar. Kemudian memberi sorot tajam pada siapapun yang ada di hadapan.

"Jangan berani-berani sentuh gue!" Abia berteriak.

ABIA  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang