Arya's Feeling

4.3K 320 0
                                    

Abia memperhatikan meja makan dari lantai atas kamarnya. Kaisar, Mama dan Papanya ada di sana. Sudah bersiap untuk sarapan.

Kalau Kaisar sudah duduk di meja makan, Abia tidak bisa mengelak untuk menolak. Ia pasti akan berhadapan langsung dengan papanya lagi.

"Biya ... sini, kita sarapan bareng!" Kaisar yang menyadari kehadiran Abia memanggil.

Abia mengangguk ragu. Setelahnya menuruni anakan tangga sembari berdoa agar tidak ada lagi perdebatan di hari yang cerah ini.

"Mau makan apa, Dek?" Kaisar bergerak menyendokkan nasi begitu Abia duduk di kursinya.

"Kaisar ... nggak perlu lah kamu manjain adek kamu kayak gitu. Dia punya dua tangan, biar terbiasa mandiri!" Suara Bisma menginterupsi. Membuat kegiatan Kaisar terhenti.

"Memangnya kenapa, Pa? Kai seneng ngelakuin ini buat Abia." Kaisar memang tak mendapat semburan kemarahan sang Papa. Tapi Abia malah menjadi sasaran untuk dipelototinya.

Abia hanya menunduk. Tidak berani walau untuk sekedar menatap mata setajam elang milik Bisma.

"Nggak usah, Bang. Biya bisa ngelakuin sendiri." Abia mengambil alih.

Kaisar yang melihat Adiknya menyendokkan nasi dan lauk sendiri hanya mendesah kecewa. Raut Abia terlihat panik sekaligus takut entah karena apa.

"Hari ini berangkat bareng Abang mau kan, Dek?" Kaisar menawarkan.

Abia melirik Ayahnya yang sudah memberikan kode untuk menolak. Abia memejamkan mata.

"Aku nggak bisa, Bang. Aku ... berangkatnya bareng Papa."

Monica yang sedari tadi terdiam akhirnya bersuara. Terlampau gemas dengan Suaminya yang terus mengatur-atur Abia.

"Mas ... hari ini Abia berangkat bareng Kaisar aja, yaa?"

Bisma memandang Monica sedikit tak setuju. Tapi akhirnya di-iya-kan juga. "Terserah Abia aja."

"Yaudah, kalau gitu intinya Abia harus barangkat sama aku." Kaisar memutuskan.

"Ayo, Dek! Cepat habisin makanannya. Ntar kita telat." Abia mengangguk lesu.

Bukan tanpa sebab. Kepalanya sudah sangat pusing sedari bangun tadi. Tapi, memutuskan tidak sekolah sama dengan menyiksa diri sendiri. Sebab Papanya sudah siap menghukumnya kalau-kalau ia tidak sekolah barang sehari saja.

"Kamu nggak papa kan, Sayang?" Monica menyadari putrinya yang terlihat pucat.

"Enggak papa, Ma." Abia menyahut.

"Iya deh, Dek. Muka' kamu keliatan pucet banget. Kamu sakit? Nggak usah sekolah deh, yaa? Istirahat di rumah aja."

Abia menggeleng keras. "Aku enggak papa, kok. Aku pengen sekolah aja."

****

"Kamu yakin mau sekolah, Dek?" Kaisar bertanya sekali lagi.

Pasalnya, Abia setelah sampai di depan gerbang sekolahnya terlihat lebih pucat dari sebelumnya. Tadi saja di mobil ia sempat tertidur selama perjalanan.

"Iya, Bang." Abia meyakinkan.

"Kalau kamu nggak kuat nanti langsung pulang aja, yaa. Telepon Abang!" Kaisar menitah. Abia mengangguk saja.

"Aku ke kelas, yaa." Abia pamit.

Kaisar mengecup pelan puncak kepala Abia. "Oke, masuk gih!"

Abia keluar dari mobil dan memasuki gerbang SMA-nya. Sekolah Abia dan Kakaknya berbeda. Itu semua dikarenakan Kaisar yang ingin sekolah di salah satu sekolah favorit di sana.

ABIA  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang