Bukan Rumah

2.7K 183 2
                                    

Abia terbangun dengan keadaan linglung. Seingatnya, tadi dia pergi ke minimarket. Kenapa sekarang malah berbaring di sini? Pertemuannya dengan Kaisar tadi, apa cuma mimpi karena Abia sangat merindukan Abangnya, ya?

"Riko?" kaget Abia begitu menemukan cowok itu masuk dari ambang pintu kamar dengan tangan menenteng mie instan yang sudah diseduhnya.

Bahkan, masakan cowok itu masih mengepulkan asap panas. Abia tersenyum. Pasti Riko yang memindahkannya ke sini.

"Riko, sejak kapan di sini?" tanya Abia begitu cowok itu duduk di kursi meja riasnya dan meletakkan semangkuk mie tersebut di sana.

"Nggak penting kapan gue dateng, yang penting lo, Bi. Lo udah baikan belum?" tanya Riko dengan nada lebih melunak. Lebih tepatnya lebih lembut dari biasanya.

"Baikan? Emang gue kenapa? Gue nggak sakit, kok," tanya dan jawab Abia bingung.

Riko tersenyum getir. Abia bahkan tidak menyadari dirinya yang sempat mengamuk tadi. Membiarkan saja perempuan itu lupa pada kejadian sebelumnya, Riko memilih mengambil semangkuk mie dan memakannya di depan Abia.

Abia cemberut menyaksikan hal tersebut. Tangannya mengelus perutnya yang keroncongan entah sejak kapan.

"Kenapa lo? Hamil?" tanya Riko dengan nada menyebalkan.

Abia mendengkus.

"Lapar woy! Gue kirain mie instannya lo masakin buat gue, taunya malah buat diri sendiri," sebal Abia sembari mencubit lengan berotot Riko.

Cowok jangkung itu terkekeh geli. Berikutnya menyodorkan seplastik kresek putih di atas pangkuan Abia. Abia mengernyit seolah bertanya 'ini apa?'

"Buat lo, dimakan gih. Itu nasi kotak, lo jangan makan mie terus. Nggak baik buat kesehatan lo, mie-nya gue aja yang makan. Ayo cepet lo makan juga!" titah Riko sembari melanjutkan menyeruput kuah mie instannya.

Abia diam. Bahkan sampai Riko membukakan bungkus makananannya, Abia tetap diam menunduk. Kalimatnya agak mirip dengan kalimat Kaisar.

"Kenapa? Keinget Abang lo, ya? Iyasih, gue juga tau lo nggak bisa terlalu sering makan mie dari dia." Riko menyahut jujur.

Abia tersenyum getir. Seketika teringat wajah Mama dan Abangnya. Nafsu makannya bahkan langsung menguap seketika.

"Ayo makan, Bi! Gue harus buru-buru pulang ini. Setelah ini mau latihan basket soalnya." Riko mengambil alih nasi kotak di pangkuan gadis itu.

"Ayok gue suapin aja, Aaa ...." Riko menyodorkan sesendok nasi beserta lauk ayam suwiran ke depan mulut gadis itu.

Abia menerima suapan itu kemudian mengunyahnya pelan. Riko tersenyum berikutnya menepuk puncak kepala Abia senang.

"Anak pintar!"

Dikatai begitu, Abia justru kembali teringat pada kalimat Abangnya. Kaisar juga pernah mengatakan itu padanya dulu. Ketika Abia sakit, Kaisar memang adalah orang yang paling bersemangat untuk menyuapinya makan.

"Bi, lo nangis? Kenapa? Makanannya kepedesan? Mau minum?" tanya Riko panik begitu mendapati lelehan air mata yang mengalir di pipi Abia.

Abia terlonjak kaget berikutnya segera menghapus jejak air mata di pipinya. Tanpa sadar, gadis tersebut tersenyum menyadari perhatian Riko padanya.

"Enggak papa, kok. Maaf sudah bikin panik." Abia menjawab membuat Riko menghela lega.

Dengan dengusan kesal, Riko kembali menyodorkan sesendok nasi ke depan mulut Abia.

"Lain kali jangan nangis tanpa alasan gitu di depan gue. Selain nggak tau cara ngehentiin kecengengan lo, gue juga nggak tega liat lo nangis terus kayak gitu." Riko menitah tegas yang dibalas Abia dengan anggukan.

ABIA  [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang