8. Sedikit Perubahan

26.4K 2.2K 33
                                    

8. Sedikit Perubahan

Malaika terbangun ketika adzan subuh berkumandang. Rasanya, seluruh tubuhnya pegal-pegal. Ia tidur dengan posisi yang sama semalaman dengan bantalan lengan sofa yang cukup tinggi. Malaika terduduk dan mendapati jas milik Ilyas yang tersampir di kepala sofa. Entah sejak kapan suaminya pulang. Malaika jadi menyalahkan dirinya sendiri karena ketiduran.

Wanita itu berdiri dengan peralahan sambil membawa jas milik Ilyas. Masih ia rasakan linu-linu di leher dan pinggangnya. Kini, Malaika berdiri di depan pintu kamar Ilyas. Ia mengangkat tangan untuk mengetuk pintu. Namun karena tidak juga mendapat jawaban, Malaika membuka pintunya. Tenang saja, ia masih ingat poin ke sebelas, jangan pernah masuk kamar Ilyas. Tapi Malaika tidak punya pilihan lain. Ia harus membangunkan Ilyas untuk shalat subuh. Jika terus didiamkan, maka selamanya Ilyas tidak akan mengerjakan shalat.

"Mas, bangun! Shalat subuh."

Pria yang berbaring membelakanginya tak bergerak sedikitpun. Malaika terus mencoba memanggil beberapa kali sampai menaikkan sedikit suaranya. Namun pria berkaus putih itu tetap tak memberikan respons apapun.

Malaika menghela napasnya. Ia duduk di pinggiran ranjang sambil memangku jas milik Ilyas yang sedari tadi dibawa olehnya.

Ia mengucapkan bismillah sebelum menusuk punggung suaminya itu dengan jari telunjuk. "Mas, shalat subuh!"

Tak mendapat respons selama beberapa kali percobaan. Akhirnya Malaika memberanikan diri untuk menepuk lengan Ilyas. Ketika Ilyas bergerak untuk berbalik, Malaika langsung berdiri.

Pria itu sudah membuka matanya. Namun mungkin kesadarannya belum maksimal. "Mas harus shalat subuh! Katanya mau masuk surga?!"

"Kamu sedang apa di kamar saya?" Ilyas geram.

"Bangunin Mas untuk shalat subuh."

"Kamu lupa poin ke sebelas?"

Malaika menggeleng. "Saya ingat. Saya hanya tidak menurutinya."

"Kenapa kamu tidak menuruti perkataan suami? Kamu mau jadi istri durhaka?"

Ancaman ini lagi. Malaika menghela napasnya. "Mas, niat saya baik, saya cuma mau Mas menjalankan ibadah. Mas mungkin berpikir saya durhaka kepada Mas karena mengganggu tidur Mas Ilyas dan membangunkan Mas untuk shalat subuh. Tapi apa Mas tidak takut durhaka kepada Allah karena tidak mau shalat subuh?"

Ilyas terdiam. Lalu terdengar decakan darinya sambil ia bergerak dari posisi berbaringnya dan duduk bersandar di kepala ranjang.

Malaika tersenyum. Sedikit kemajuan dari Ilyas.

"Mau saya siapkan perlengkapan shalatnya?"

"Saya bisa sendiri."

Ilyas turun dari atas ranjangnya. "Kamu sendiri tidak shalat?"

"Saya sedang berhalangan."

"Enak jadi perempuan. Tidak shalat tidak dicatat dosa."

"Jadi Mas juga mau mengalami haid setiap bulan?"

Ilyas berdecak lagi. Kesal sekali rasanya di pagi buta ini. "Tidak seperti itu juga."

"Yasudah, sebaiknya Mas lekas berwudhu. Setelah itu jangan tidur lagi."

"Kamu terlalu sering mengatur saya. Kamu tahu saya pulang jam berapa malam ini? Jam setengah dua! Saya masih mengantuk tapi sudah kamu bangunkan dan bilang jangan tidur lagi."

"Kalau tidak salah, saya sudah bilang, jangan pulang terlalu malam."

"Ya ya ya, terserah!"

Ilyas meninggalkan Malaika yang tersenyum menatap punggung lebarnya. Benar kan, Ilyas tidak begitu buruk! Buktinya, meski Malaika sangat tahu kalau Ilyas sangat kesal, pria itu tetap bangun dan mengerjakan shalat subuh. Malaika bersyukur karena Ilyas masih memiliki rasa takut kepada Allah. Ilyas hanya butuh seseorang yang bisa mengingatkannya setiap waktu. Dan Malaika siap untuk menjadi seseorang itu.

The Perfect Wife For IlyasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang