41. Penyesalan
"Terima kasih, Rosa. Besok pagi aku akan langsung pergi."
"Jangan sungkan, kamu boleh tinggal di sini lebih lama. Aku tinggal sendirian."
Malaika tersenyum lalu memeluk Rosa sambil mengucapkan terima kasih kembali. Faisal yang ada di sana hanya memperhatikan. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada Malaika.
Saat di perjalanan pulang bersama Rosa dari rumah sakit, Malaika menelfonnya dan meminta untuk menjemputnya di toko bunga. Lalu langsung masuk ke dalam mobil ketika sampai dan menyuruh untuk segera pergi karena dia diikuti. Malaika bilang ia butuh tempat menginap malam ini, dan Rosa menawarkan tempat tinggalnya.
"Siapa yang mengikutimu, Malaika?" Faisal bertanya.
Malaika yang kini memakai pakaian panjang milik Rosa dan scarf yang ia jadikan sebagai kerudung menghela napas beratnya. "Bukan siapa-siapa."
"Apa dia jahat?" Kali ini Rosa yang bertanya.
Malaika menggeleng. "Dia menjagaku."
"Lalu kenapa kamu lari dari seseorang yang menjagamu?" Faisal yang bertanya kembali.
"Masalahnya rumit."
Rosa mengangguk. "Aku bisa melihatnya dari matamu," katanya. Terlihat dari mata Malaika yang kentara seperti habis menangis.
"Kenapa kamu menangis, Malaika?" tanya Faisal. "Apa suamimu melakukan kekerasan?"
Malaika membantah cepat. "Tidak. Mas Ilyas tidak seperti itu."
Rosa menghela napasnya. Tadinya ia kira Malaika adalah korban KDRT yang kabur dari rumah.
"Ibuku meninggal hari ini."
"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un," ucap keduanya, lalu Rosa memeluk Malaika kembali dan turut berduka untuknya.
"Sebaiknya kalian istirahat. Aku akan tidur di sofa, berjaga-jaga takut orang yang mengikuti Malaika berhasil menemukan tempat ini."
Kedua wanita itu menganggukkan kepalanya.
***
Malaika tidak bisa terlelap. Sekeras apapun ia mencoba, matanya tetap terbuka. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari, matanya pun sudah terasa berat karena hari ini entah sudah sebanyak apa ia menangis. Malaika memang sudah mengantuk, namun pikirannya mencegahnya untuk tidur.
Di satu sisi, ia merindukan Maryam, dan di sisi lain, ia memikirkan Ilyas. Hati Malaika mengatakan kalau seharusnya ia mendengarkan penjelasan Ilyas lebih dulu. Namun logika berkata lain. Semuanya seperti sudah jelas. Tentang kenapa Ilyas menghilang tanpa kabar dan tak pernah menghubunginya lagi selama di London. Ternyata ada wanita lain yang dengan teganya Ilyas bawa ke apartemen.
Malaika tentu sangat tahu kalau Ilyas tidak suka ada orang lain di dalam apartemennya. Dengan adanya wanita itu di sana, membuat Malaika percaya kalau ia memang kekasih Ilyas.
Satu titik air mata kembali terjatuh. Segala pemikiran bersarang di benak Malaika. Jadi selama ini Ilyas bersandiwara. Semua perlakuannya itu hanya drama. Lagipula, Ilyas tidak pernah berkata kalau Ilyas mencintainya. Ilyas hanya melakukan semua hal sesuai dengan keinginannya.
Tak ada suara isak dari tetesan air mata yang terjatuh membasahi bantal yang dijadikan sebagai alas kepalanya. Malaika menangis dalam diam, meresapi segala sakit dan lara yang dideritanya selama satu hari ini. Duka menguasai dirinya. Kali ini tak ada yang bisa Malaika peluk, tak ada tangan yang bisa Malaika genggam. Ia bahkan sampai melupakan ketakutannya terhadap gemuruh yang dibawa hujan karena rasa sakit yang menderanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Wife For Ilyas
Romance[SEGERA TERBIT] Romance Ilyas Raka Aryatama adalah pria dengan segudang sifat buruk. Di usianya yang ketiga puluh dua tahun dia belum juga memutuskan untuk menikah. Namun suatu hari, sang ibu menjodohkannya dengan seorang wanita shaleha bernama Mal...