19. Rasa Yang Terpendam

26.4K 2.3K 70
                                    

19. Rasa Yang Terpendam

"Selamat pagi, selamat datang di toko bunga Malaika."

"Selamat pagi, Malaika."

Pria itu tersenyum pada Malaika setelah menyapanya dengan ramah. "Masih ingat saya? Kemarin baru dari sini."

"Mas Faisal, 'kan?"

"Benar. Saya memang sulit untuk dilupakan, yah?!" ujarnya percaya diri. Malaika hanya tersenyum.

"Mas mau mencari bunga apa?"

"Tiga tangkai mawar merah."

"Baik, Mas. Tunggu sebentar."

Malaika berjalan untuk mengambil bunga yang Faisal minta. Namun pria itu mengikutinya di belakang. "Toko ini punya kamu?"

"Iyah, Mas."

"Tidak ada karyawan lain?"

"Tidak. Saya masih bisa mengerjakannya sendiri."

Faisal mengangguk mengerti dan memperhatikan Malaika yang sedang memotong tangkai mawar merah berduri itu. Malaika memilih bunga yang paling cantik dan paling harum aromanya.

Faisal memperhatikan Malaika dengan wajah tersenyum. Mungkin terlalu dini kalau Faisal berkata ia sudah jatuh cinta. Namun apalagi yang bisa menjelaskan perasaanya selain kata itu?!

Malaika berjalan kembali menuju mejanya. Ia hendak membungkus bunga yang sudah dipetiknya. Faisal kini berdiri di depannya.

"Kenapa kamu tidak menjual kue saja?"

Malaika heran mengapa Faisal tiba-tiba bertanya seperti itu. "Menjual bunga ini hanya untuk mengisi waktu saja, Mas. Kalau menjual kue, terlalu repot."

"Benar juga. Tapi kalau kamu menjual bunga, saya bingung harus memberikannya pada siapa."

Malaika menautkan alisnya tak mengerti.

Suara dering ponsel membuat fokus Faisal teralihkan. Dokter muda yang memiliki paras tampan itu segera menjawab panggilan.

"Ya, saya ada di toko bunga."

"Bukankah di sana ada Dokter Reno?"

"Baik. Saya segera ke sana."

Faisal terlihat terburu-buru. Ia mengeluarkan uangnya untuk membayar bunga. "Malaika, saya titip bunganya di sini. Saya harus buru-buru pergi. Ada pasien kritis yang harus segera di operasi."

"Iya, Mas. Tidak papa. Semoga operasinya berjalan lancar."

"Terima kasih, Malaika. Nanti saya kembali lagi."

Malaika mengiyakan lalu menyimpan bunga tadi di atas mejanya.

***

Sudah jam sepuluh siang. Faisal belum juga mengambil bunganya. Sedangkan Malaika harus pulang menyiapkan makan siang untuk Ilyas. Ia akhirnya tetap menutup tokonya dan pergi ke apartemen. Malaika memasak makanan kesukaan Ilyas yang kemudian ia masukkan ke dalam beberapa box tempat makan. Sebelum pergi, ia menelfon Ilyas kalau dirinya akan datang.

"Mas, saya ke sana sekarang, yah."

"Iyah. Sebaiknya kamu juga belum makan. Saya tidak mau makan sendirian."

Padahal lebih mudah kalau Ilyas mengatakan ia ingin makan ditemani Malaika. Namun ia tetap membiarkan gengsinya menang.

Sekitar tujuh menit di perjalanan, akhirnya kini Malaika sudah berdiri di depan gedung pencakar langit yang ia tahu merupakan perusahaan milik Ilyas. Malaika menarik napas dalam. Ia takut dan malu masuk ke dalam sana. Terlihat dari penampilan syar'i nya saja, sudah jelas kalau malaika bukan karyawan di sana. Bagaimana kalau nanti satpam mengusirnya?

Dan benar saja, belum mencapai pintu masuk gedung, Malaika melihat seorang security mendatanginya. Sepertinya ia akan diusir.

"Ibu Malaika, yah?"

Tapi ia salah.

"Iyah. Dari mana Bapak tahu?"

"Sekretaris Pak Ilyas sudah memberitahu saya kalau akan ada wanita yang datang dengan pakaian syar'i. Saya disuruh mengantar Ibu masuk ke dalam."

Malaika tersenyum. "Terima kasih, Pak." Lalu mengikuti security itu masuk ke dalam menuju meja resepsionis.

"Bilang Pak Ilyas, Tamunya sudah datang."

Wanita itu mengangkat gagang telfonnya. Tapi kemudian ia taruh lagi ketika sosok yang hendak ditelfonnya sudah terlihat oleh mata.

"Selamat siang, Pak." Dua resepsionis dan security tadi menyapa bersamaan.

Malaika yang belum tahu keberadaan Ilyas pun segera berbalik dan mendapati pria itu ternyata sudah berdiri di belakangnya.

"Kamu baru sampai?"

Malaika menganggukkan kepala. Lalu Ilyas sedikit membungkuk untuk mengambil tote bag yang dibawa Malaika. Kemudian menuntun Malaika untuk ikut bersamanya.

Sampai sekarang, belum ada yang tahu perihal pernikahan Ilyas dan Malaika selain dari pihak keluarga mereka. Jadi bukan hal aneh saat kedua resepsionis itu bertanya-tanya siapa wanita yang bersama dengan Direkturnya? Mengapa Direkturnya bersikap manis pada wanita itu? Kalau memang hanya tamu biasa, mengapa sampai harus dijemput langsung oleh Direkturnya ke lobi perusahaan? Pertanyaan-pertanyaan itu pun berubah menjadi pemikiran-pemikiran yang berbeda dengan fakta.

Ada yang mengira kalau Malaika adalah sepupu Ilyas. Atau kekasih Ilyas yang setelah mereka pikir-pikir lagi itu sangatlah tidak mungkin. Bahkan mereka tidak berpikir sama sekali kalau Malaika adalah istri Ilyas. Pasalnya kedua orang itu terlihat sangat tidak cocok dari segi penampilan dan kepribadian. Malaika terlihat sebagai wanita yang sangat anggun dan begitu baik. Sedangkan Direktur mereka adalah orang yang keras, emosian dan bermulut pedas. Jadi intinya mereka sangat tidak cocok. Tapi, seperti yang semua orang tahu, manusia memang mudah menilai segala sesuatu dari apa yang dilihatnya pertama kali. Padahal mereka sebenarnya tidak mengetahui apa-apa. Jadi biarkanlah mereka dengan segela pemikirannya.

Lagipula, ada isu yang beredar kalau Ilyas tidak menyukai wanita. Isu itu juga diketahui oleh seluruh pegawai perusahaannya, namun selama ini tentu mereka diam-diam saja dan tak berani berbicara karena masih ingin menjadi bagian dari perusahaan Aryatama. Jadi berdasarkan isu itu, bukanlah sesuatu yang mungkin kalau seorang Ilyas sudah menikah dengan wanita seanggun Malaika.

Kembali ke pasangan yang sedang menjadi bahan bicaraan pegawai perusahaan. Mereka masih di dalam lift. Malaika memainkan jemari lentiknya untuk menghilangkan kegugupan. Namun hal itu tetap tak berhasil.

"Setelah ini kamu akan kembali ke toko?"

"Iyah, Mas."

"Tidak perlu."

Malaika terkejut. Mengapa Ilyas melarangnya?

"Tapi ada pelanggan yang menitipkan bunganya di toko. Dia bilang nanti akan ia ambil."

"Karena itu saya bilang tidak perlu."

"Tapi saya—"

"Malaika, saya tidak mengizinkan!"

Malaika terdiam. Entah ia harus senang atau takut. Untuk pertama kalinya Ilyas tidak memberi izin yang itu artinya Ilyas sudah peduli padanya. Namun juga Malaika takut kalau Ilyas akan kembali dengan sikapnya yang dingin.

"Baik, Mas."





❤❤❤

Cemburu tapi gengsi

Uhuk

Republish
Jum'at, 27 Agust 2021

The Perfect Wife For IlyasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang