26. Terima Kasih, Suamiku

25.1K 2.1K 133
                                    

26. Terima Kasih, Suamiku

Setelah berbelanja, jalan-jalan, dan makan, mereka sampai di rumah pukul setengah dua belas siang. Malaika membuka paper bag berisi gamis-gamisnya. Dan benar saja, ternyata isinya adalah gamis-gamis yang ia sukai. Malaika menebak, sepertinya wanita itu bisa membaca mimik wajah seseorang.

"Yang ini punya Mas." Malaika menyerahkan sebuah paper bag yang isinya dipilih olehnya sendiri.

"Apa ini?"

Malaika hanya tersenyum manis. Ilyas pun membukanya, dan ternyata isinya adalah koko berwarna putih, lengkap dengan sarung dan peci.

"Mas harus punya itu," kata Malaika.

Ilyas tersenyum dan memasukkan lagi satu set perlengkapan shalatnya itu.

"Yang ini juga untuk kamu." Kini Ilyas menyerahkan sebuah bingkisan yang dibelinya sendiri.

"Saya kan sudah dapat banyak, Mas."

"Yang ini beda," katanya.

Malaika jadi bertanya-tanya. Namun, daripada ia menanyakannya pada Ilyas dan akan dikatai berisik, lebih baik Malaika membukanya langsung.

Awalnya Malaika diam. Sedang mencerna apa yang dilihatnya. Tapi kemudian ia merasa malu. "Sepertinya Mas salah beli."

Ilyas menggeleng. Menjawab kalau ia tidak salah membelikan.

Malaika menatap kembali gaun panjang berwarna hitam yang nampak elegan. Malaika akui kalau gaun ini sangat cantik, di sekitar pinggangnya ada manik-manik yang membuat gaun itu terlihat mewah. Namun, meskipun menjuntai sampai mata kaki, gaun ini tak berlengan. Meski sangat indah, Malaika tetap tidak bisa memakainya.

"Mas, saya tidak cocok memakai gaun ini."

Ilyas yang duduk di sebelahnya menyandarkan punggungnya pada sofa dan menyilangkan tangannya di bawah dada. "Kamu bahkan belum mencobanya."

Malaika yakin kalau wajahnya kini memerah. Ia malu membayangkan dirinya mencoba gaun tersebut. Lagipula ia tidak akan mencobanya dan tidak akan memakainya ke manapun.

Apa Ilyas sedang mengerjainya sekarang?

"Saya tahu kamu tidak bisa memakainya ke luar."

Malaika menoleh menatap Ilyas.

"Tapi kamu bisa memakainya di rumah."

Malaika mengerjap. Ia sedang mencerna kalimat Ilyas. Belum sempat Malaika menimpali, Ilyas kembali menambahkan, "saat kamu siap."

***

"Assalamu'alaikum."

Semua orang yang ada di sana menjawab salam Malaika bersamaan. Malaika bersama dengan pria yang digandengnya harusnya datang sore tadi. Namun sudah jam setengah tujuh malam, mereka baru datang.

"Kenapa kalian terlambat?" tanya Rosa, saat Malaika mencium tangannya.

"Maaf, Bu."

"Sudahlah, yang penting mereka sudah ada di sini," kata Hans, yang sudah duduk di kepala kursi.

Di ruangan megah itu, terdapat dua belas kursi dengan meja panjang di tengahnya. Malaika duduk di tengah antara Ilyas dan Rosa yang dekat dengan Hans. Sedangkan di sebrang meja, sudah ada Hana, Billy dan putra-putrinya.

Di atas meja sudah tersaji berbagai makanan yang dimasak oleh koki ternama yang bekerja di dapur mereka. Dan para pelayan yang membawakan makanan itu ke atas meja. Malaika tidak pernah sekalipun bermimpi kalau hidupnya akan dikelilingi keluarga yang kehidupannya sangat berbanding terbalik dengan dirinya. Kadang, Malaika merasa tidak pantas berada di antara keluarga Aryatama. Namun kehangatan dan kebaikan mereka membuat Malaika merasa nyaman.

The Perfect Wife For IlyasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang