15. Pelangi Di Tengah Badai

27.8K 2.3K 92
                                    

15. Pelangi Di Tengah Badai

"Sudah ibu bilang, kalau pergi kemana-mana, jangan lupa bawa payung!" Rosa mengomeli putranya yang sedang makan bubur di sebrang meja. Sedangkan wanita bernama Malaika duduk di sebelah Ilyas.

"Aku lupa. Rafli juga lupa."

"Karena pekerjaan terus yang kamu ingat." Rosa menggerutu lagi

Ilyas tak menjawab. Rosa pun beralih pada Malaika. "Malaika, kamu harus terbiasa merawat orang sakit kalau musim hujan sudah tiba. Ingatkan Ilyas untuk selalu membawa payung."

Malaika menganggukkan kepalanya. Ia sudah mengetahui fakta kalau Ilyas lemah terhadap hujan. Padahal fisiknya terlihat kuat.

"Maaf kalau Ibu ikut campur dalam urusan rumah tangga kalian."

Keduanya mendengarkan.

"Ibu merasa curiga dengan pernikahan kalian."

Ilyas kesulitan menelan buburnya. Ibunya ini seperti intelejen rahasia yang sangat berpengalaman. Bisa jadi selama ini ia memata-matai mereka seperti ia memata-matai Malaika selama satu tahun lamanya.

"Sudah enam bulan. Apa itu tidak cukup untuk membuat kalian saling mengenal? Kapan Ibu bisa mendengar kabar baik dari kalian?"

Malaika bertanya-tanya, kabar baik apa? Bukankah dirinya dan Ilyas kabarnya baik-baik saja, hanya memang Ilyas sedang sedikit demam.

"Sedang kami usahakan, Ibu. Apa hal itu juga harus kami laporkan kepada Ibu?" tanya Ilyas jengah.

"Benarkah itu Malaika?"

Malaika tidak tahu harus menjawab apa. Ia bahkan tidak tahu topik apa yang sedang dibicarakan oleh suami dan ibu mertuanya. Lalu Malaika melirik Ilyas, meminta contekan jawaban. Ilyas yang mengangguk samar seakan memerintahkan Malaika untuk mengiyakan.

"Iyah, Ibu."

Rosa menghela napasnya. "Ibu takut kalau selama ini kalian hanya berpura-pura manis di hadapan ibu."

Glek

Keduanya menelan ludah dengan susah payah. Prasangka ibunya benar sekali. "Karena Ibu tahu kalau Ilyas tidak benar-benar menginginkan perjodohan ini. Malaika juga tidak memiliki pilihan lain selain menerima perjodohan ini."

"Tapi sekarang Malaika sudah mencintai Mas Ilyas."

Kalimat itu terlontar begitu saja dari bibir mungil wanita yang menatap Rosa dengan sungguh-sungguh. Ilyas segera menoleh untuk menatapnya. Ia tidak menyangka Malaika akan mengatakan hal ini hanya demi meyakinkan Rosa. Ya, Ilyas pikir, Malaika sedang bersandiwara.

Rosa tersenyum. "Ibu tahu. Terlihat dari caramu menatap Ilyas. Hanya saja Ibu belum melihat itu dari Ilyas."

Lantas, Ilyas memandang kedua wanita itu bergantian. Memang bagaimana tatapan Malaika kepadanya?

"Kamu wanita yang baik, Malaika. Ibu yakin seburuk apapun sifat Ilyas, kamu tetap bisa mengambil sisi baik dari Ilyas. Itu lah kenapa kamu bisa lebih dulu mencintai Ilyas. Tapi kalau Ilyas, sebaik apapun sikap kamu padanya, Ilyas tetap melihat keburukan dari setiap sisinya. Karena hatinya tidak bersih."

Ilyas mendengus. Ia tahu kalau Rosa baru saja mengatainya. Dan ada sisi dalam dirinya yang membenarkan ucapan Rosa.

Rosa berdiri. "Kalau begitu Ibu pamit pergi dulu. Ibu tunggu kabar baik dari kalian."

Malaika yang sudah ikut berdiri pun mengantar Rosa sampai pintu depan. "Terima kasih, Malaika."

"Untuk apa, Bu?"

The Perfect Wife For IlyasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang