29. Allahu Akbar

25.2K 2.1K 92
                                    

29. Allahu Akbar

Malaika membuka mulutnya tanpa suara. Rumah mewah yang kini dipijaknya membuat Malaika mengira kalau dirinya kini sedang bermimpi menjadi seorang Ratu. Malaika merasa kecil di rumah yang besar ini. Besarnya bahkan melebihi rumah Rosa dan Hans.

"Di lantai pertama ada kolam renang indoor, dapur, ruang makan, ruang utama, ruang keluarga, ruang tamu, perpustakaan, lima kamar dengan masing-masing satu kamar mandi di dalamnya. Tiga kamar mandi di luar kamar."

"Di lantai kedua ada tiga kamar, dan satu ruang kerja yang menyatu dengan kamar utama, kamar kita. Di lantai tiga ada ruangan olahraga dengan beberapa alat fitnes, satu ruangan ber-atap kaca, dan tiga ruangan yang masih kosong. Di halaman belakang cukup luas, ada kolam renang, kursi bersantai dan taman. Di rumah ini, kamu tidak boleh meninggalkan handphone-mu sama sekali!"

Ilyas selesai menjelaskan panjang lebar bagian rumahnya yang belum terlalu men-detail. Sebenarnya dia pun tidak terlalu hapal ada apa saja di rumahnya ini, Ilyas bahkan tidak tahu ada berapa pintu. Malaika yang mendengar penjelasan Ilyas masih menganga tak percaya. Hingga akhirnya rangkulan Ilyas menyadarkannya.

"Kalau di sini kamu tidak akan sendirian. Banyak asisten rumah tangga. Ada beberapa security dan sopir yang selalu siaga. Ada tukang kebun. Ada—"

"Mas?" Malaika menahan Ilyas yang membawanya berjalan.

"Ya?"

"Sebaiknya kita tinggal di apartemen saja untuk sementara. Setidaknya sampai Mas Ilyas pulang dari urusan bisnis."

"Memang kenapa?"

"Seperti kata Mas Ilyas. Rumah ini terlalu besar. Aku tidak bisa tinggal di sini, terlebih lagi tanpa Mas Ilyas."

"Kamu yakin?"

Malaika menganggukkan kepalanya yakin. Ia tak akan bisa tinggal di sini tanpa Ilyas. Malaika belum mengenal siapapun dan belum terbiasa dengan rumah ini. Ia butuh waktu untuk beradaptasi, tapi nanti setelah Ilyas sudah kembali lagi.

Ilyas tersenyum memaklumi. "Baiklah."

***

"Aku pergi dulu. Nanti kalau urusanku sudah selesai, akan aku jemput."

Malaika menganggukkan kepala dengan senyuman manisnya.

"Tidak perlu cepat-cepat! Biar Malaika bisa lama-lama bersama Ibu," kata Rosa, yang berdiri tidak jauh di sebelah Malaika.

"Besok aku pergi, Ibu bisa berlama-lama bersama Malaika," jengah Ilyas.

Rosa hanya memutar bola matanya. Tapi kemudian ia tersenyum lebar ketika Ilyas mencium kening Malaika dan mengucapkan salam sebelum benar-benar beranjak pergi. Sepertinya, Malaika benar-benar telah mengubah putranya.

Malaika masih terdiam dan memandang mobil Ilyas yang sudah melaju keluar gerbang. Ia tidak menyangka dengan yang Ilyas lakukan. Ilyas mencium keningnya. Malaika sangat bahagia. Benar-benar bahagia.

"Malaika, ayo kita masuk."

Ajakan Rosa membuat Malaika tersadar dan berjalan masuk bersama Rosa yang menggandeng lengannya.

"Apa kamu merasakan perubahan Ilyas?" tanya Rosa.

Malaika mengangguk. "Mas Ilyas sudah mau shalat lima waktu meski sering tidak tepat waktu. Dia juga bersikap manis akhir-akhir ini."

"Akhir-akhir ini? Memang bagaimana dulu sikapnya padamu?"

Malaika menggigit bibirnya, ia keceplosan. "Dari dulu sikap Mas Ilyas baik. Namun sekarang lebih baik lagi."

The Perfect Wife For IlyasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang