35. Kabar Bahagia

27.9K 1.7K 36
                                    

35. Kabar Bahagia

"Jaga diri baik-baik, yah."

Malaika mengangguk, mengusap dada bidang Ilyas yang sudah berbalut jas mahalnya. "Mas juga di sana jaga diri baik-baik. Jangan tinggal shalat!"

Ilyas memeluk Malaika lagi di ambang pintu apartemen itu, entah sudah ke berapa kalinya di hari ini ia memeluk sang istri. Malaika pun mendorongnya sembari terkekeh. "Mas sudah terlalu banyak memberi pelukan perpisahan," gerutunya.

"Untuk stok di sana."

Malaika tertawa pelan. "Memang bisa, Mas?"

Ilyas tersenyum tipis lalu menggelengkan kepalanya. Ia membelai rambut Malaika yang sudah hampir kering, lalu mencium puncak kepalanya.

"Mas mau berangkat jam berapa, hm?" tanya Malaika. Ilyas semakin membuatnya berat untuk membiarkannya pergi.

Ilyas melihat jam tangannya. Sudah menunjukkan pukul delapan malam. Rosa pasti sudah menunggunya.

"Baiklah, aku berangkat sekarang. Aku akan menelfon kalau sudah sampai."

Malaika menganggukkan kepala diiringi senyuman manisnya. Lalu ia mencium punggung tangan Ilyas yang dibalas kecupan di keningnya. Malaika berjengit kaget ketika Ilyas mengelus perutnya yang rata, lalu berucap padanya, "Jangan lupa kabari aku kalau kamu merasakan sesuatu yang tidak biasa."

Malaika tersipu, ia mendorong tangan Ilyas dari perutnya, membuat Ilyas tersenyum geli lalu memilih memaklumi istrinya yang pemalu ini.

"Sebaiknya Mas Ilyas berangkat sekarang."

"Iyah iyah, aku berangkat dulu. Assalamu'alaikum, Sayang."

Malaika menatap tak menyangka ke arah Ilyas yang sudah mengambil langkah pergi. apa tadi katanya? Sayang? Paras Malaika bersemu, dan semakin terasa panas ketika Ilyas mengerlingkan mata padanya.

"Wa'alaikumussalam, Mas Ilyas," gumam Malaika, dengan senyum malu-malu yang terpatri di paras cantiknya.

Malaika tak menyangka, bahwa dalam diri Ilyas yang dulu terkenal pedas, ternyata ia memiliki sikap yang begitu manis dan genit.

***

Pagi telah menyambut. Hari ini Malaika terbangun tanpa Ilyas di sisinya. Tak ada lagi sosok yang ia bangunkan untuk shalat subuh berjama'ah, atau sosok yang memeluknya lagi ketika ia berusaha bangunkan untuk shalat subuh, atau juga sosok yang mengajaknya untuk tidur kembali setelah melaksanakan shalat subuh seperti kemarin.

Malaika tersenyum. Baru beberapa hari Ilyas bersikap manis padanya, namun tak ada yang luput dari ingatan Malaika. Malaika ingin terus mengingatnya dan mengabadikannya dalam ingatan. Sosok Ilyas memang tak ada di sini, namun bayangannya terus ada bersama dirinya.

Malaika kini turun dari atas tempat tidurnya, ia mandi sebelum mengerjakan shalat subuh. Rencananya pagi ini ia tidak akan pergi ke toko. Dirinya ingin ke rumah sakit dan pergi ke rumah tempat adik-adiknya berada.

Tapi masih ada satu hal yang mengganggu pikiran Malaika mengenai Ilyas. Semua sikap Ilyas memang menunjukkan kalau Ilyas sudah mencintainya, Ilyas juga sudah menginginkan seorang anak darinya. Namun, tak pernah sekalipun Ilyas berkata kalau ia mencintainya. Sekeras apapun Malaika mengingat, Ilyas memang tak mengatakan kalau ia mencintai dirinya.

Memang apa pentingnya? Bukannya yang terpenting adalah sikap Ilyas yang sudah berubah total padanya? Ya, terkadang Malaika pun memikirkan itu. Namun, pengakuan yang terucap dari bibir pun perlu Malaika dengar. Pasalnya, Malaika sudah sering mengatakan kalau ia mencintai Ilyas. Namun Ilyas tak pernah membalas ucapannya. Ilyas lebih sering diam atau mengalihkan topik pembicaraan. Jadi sebenarnya, Ilyas sudah mencintainya atau belum? Apa selama ini Ilyas hanya melakukan kewajibannya sebagai seorang suami tanpa dasar cinta?

The Perfect Wife For IlyasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang