13. Kelemahan

27.4K 2.2K 56
                                    

13. Kelemahan

Waktu dan hari terus berganti dan berlalu. Malaika tetap melakukan kegiatan rutinnya. Ia memasak untuk Ilyas dan melakukan kebiasaan lainnya, seperti menunggu Ilyas pulang sampai larut malam. Hanya saja, ada kebiasaan lain yang Malaika tinggalkan, yakni berbicara pada Ilyas dan membuat pria itu kesal. Malaika benar-benar diam. Saat izin untuk keluar pun, ia memilih mengirim pesan pada Ilyas.

Harusnya Ilyas merasa senang. Malaika ada namun seperti tak ada. Jadi ia tidak merasa terganggu. Namun, diamnya Malaika malah mengganggu dirinya. Nyatanya, ia sudah terbiasa dengan cerewetnya Malaika. Dan sudah hampir satu minggu ia bahkan tak mendengar sedikitpun suara Malaika. bagaimana bisa wanita cerewet itu menahan dirinya untuk tak berbicara? Bahkan Malaika tak lagi membangunkannya untuk shalat subuh.

Pagi ini, kedua orang itu ada di meja makan. Hanya ada suara dentingan sendok dan piring yang terdengar. Ilyas rasa Malaika sedang mengajak perang dingin. Dan dengan senang hati ia akan mengikuti perang ini.

Ilyas sempat bertanya-tanya mengapa ada buku dan spidol hitam di atas meja di samping piring Malaika. Namun setelah wanita itu selesai makan, akhirnya Ilyas menemukan jawabannya. Wanita yang mendiaminya itu menulis sesuatu dan menunjukkan padanya.

Mas, saya mau buka toko bunga.

Itu yang dibaca Ilyas. Lalu Malaika menulis kembali.

Tapi Mas pasti tidak akan perduli. Jadi saya hanya meminta izin sebagai formalitas seorang istri kepada suami.

Ilyas menatap wanita itu sambil meneguk air putih dalam gelasnya.

"Terserah!"

Benar perkiraan Malaika, Ilyas tidak akan perduli.

Malaika menulis lagi.

Mas, saya mau tanya

Ilyas berdecak kesal. Ia malas membaca tulisan Malaika. "Bicara saja! Saya malas membaca tulisan kamu." Dia terlalu jujur, tanpa perduli perasaan orang lain.

"Mas membenci saya?"

Akhirnya setelah hampir seminggu, Ilyas bisa mendengar suara Malaika kembali. Namun mengapa harus pertanyaan itu? Kenapa juga Ilyas bingung untuk menjawab? Padahal, berdasarkan sikapnya selama ini, sudah sangat menunjukkan betapa ia tidak menginginkan Malaika di hidupnya.

"Ya."

Hanya satu kata, namun berhasil membuat Malaika sangat kehilangan percaya dirinya. Wanita itu tersenyum pada Ilyas. Senyuman pedih tentunya, namun ia tetap berusaha untuk tidak memperlihatkannya.

Malaika berdiri dan membereskan bekas makannya sambil berbicara pada Ilyas. "Kalau sudah, piringnya biarkan saja disitu. Mas sebaiknya cepat berangkat. Sudah hampir jam delapan."

Malaika membawa piringnya ke wastafel untuk ia cuci. Ia sudah membelakangi Ilyas dan kini merasakan sesuatu sudah memenuhi pelupuk mata dan siap untuk tumpah.

"Kamu tidak perlu memaksakan diri. Saya sudah membebaskan kamu untuk memberi surat gugatan cerai."

Malaika mendengar jelas kalimat itu diucapkan oleh sosok yang berdiri di sebelahnya dan baru saja menaruh piring kotornya.

Sungguh, apa yang diucapkan Ilyas tak membuatnya tenang sedikitpun. Itu malah membuat hati Malaika semakin sakit, seperti ditusuk, tapi tak berdarah. Seperti ditikam sampai menghujam relung hati yang terdalam.

Malaika hanya diam ketika Ilyas berbicara seperti itu. Namun saat ia sudah tidak merasakan kehadiran Ilyas di sisinya, Malaika menyalakan keran airnya dan menopang wajahnya dengan kedua tangan. Malaika tak sanggup lagi menahan air matanya.

Lagi-lagi, ia menangis karena Ilyas. Suara keran air yang menyala membuat isaknya tak terdengar. Namun, pria yang melihatnya dari belakang tentu tahu kalau wanita itu tengah menangis karena pundaknya nampak bergetar.

Kalau ibunya tahu bahwa ia sudah beberapa kali membuat menantu kesayangannya itu menangis, dapat dipastikan dirinya akan dicoret dari daftar ahli waris keluarga.

***

Hari ini, Malaika membuka toko bunganya kembali. Itu karena uang tabungannya sudah habis, Malaika harus memiliki penghasilan untuk keperluan sehari-harinya. Jangan kalian pikir uang dari Ilyas yang Malaika habiskan. Karena faktanya, uang yang sudah mencapai ratusan juta itu tak pernah sekalipun Malaika gunakan. Semua keperluan yang ia beli selama ini berasal dari tabungannya yang harusnya ia gunakan untuk membayar sewa kontrakan dan biaya rumah sakit. Tapi karena semua itu sudah diurus oleh Rosa, jadi Malaika gunakan tabungannya untuk kebutuhan hidupnya bersama dengan Ilyas.

Apa Ilyas tahu?

Tentu saja tidak.

"Selamat datang di toko bunga Malaika."

Wanita itu menyapa pelanggan dengan ramah.

"Malaika, kamu kemana saja? Sudah lama tokonya tidak dibuka."

Ternyata yang datang adalah pelanggan setianya.

"Saya tidak kemana-mana, Bu. Memang baru sempat membuka tokonya hari ini."

Sang Ibu pembeli pun memaklumi. Lalu Malaika mencarikan bunga yang ia minta.

***

Sore ini, derasnya hujan melanda Jakarta. Ilyas baru saja keluar dari sebuah restoran ternama tempatnya bertemu dengan seorang partner kerja. Awalnya, Ilyas ragu untuk menerobos hujan. Namun, karena memburu waktu, akhirnya mau tidak mau ia berlari untuk masuk ke dalam mobil dan membuat dirinya sedikit basah. Hal itu membuat Ilyas memarahi Rafli karena lupa mambawa payung.

Salah satu kelemahan Ilyas adalah hujan. Ia paling tidak bisa terkena hujan karena akan langsung terkena flu dan demam. Padahal Ilyas sudah rajin berolahraga dan menjaga pola makannya. Tapi tetap saja imunnya lemah.

Mungkin Ilyas tidak sadar kalau giat bekerja tanpa mengenal waktu membuatnya lelah dan ketahanan fisiknya terhadap penyakit menjadi rendah.

***

Saat cuaca baru saja terlihat mendung, Malaika langsung menutup toko dan pulang ke rumah. Ia bukan hanya menghindari hujan, namun juga sesuatu yang kerap kali datang bersama hujan atau setelah hujan. Yakni kilat dan petir yang menyambar.

Malaika takut. Bahkan sangat takut dengan suara gemuruh yang berasal dari langit. Ia tentu tahu kalau yang ditakutinya adalah hasil ciptaan Maha Besar Allah. Harusnya ia hanya takut kepada Allah, bukan kepada sesuatu yang diciptakan oleh-Nya. Hanya saja, ketakutan ini tidak bisa dilawan sejak ia masih anak-anak.

Dulu, saat suara itu datang, ada ibu atau ayahnya yang menenangkan. Mereka menggenggam tangan Malaika dan mengatakan kalau semua pasti akan baik-baik saja, sampai akhirnya Malaika tertidur sambil menggenggam tangan orang tuanya.

Tapi sejak ayahnya meninggal dan ibunya koma, setiap suara itu datang, Malaika selalu berlindung di balik selimutnya. Ia meringkuk dengan kedua tangan yang menutup erat telinganya sampai tertidur. Dan ketika terbangun, Malaika bersyukur karena hari sudah kembali cerah.






❤❤❤

Setelah badai, akan ada pelangi

Republish
Kamis, 8 Juli 2021

Mungkin nanti akan double update, kalo gak sore, malem yaah

The Perfect Wife For IlyasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang