39. Malaika Akan Pergi

24.2K 1.8K 266
                                    

39. Malaika Akan Pergi

"Umi, udah subuh."

Malaika memandangi wajah Maryam yang tersenyum. Ia jadi ingat ucapan Maryam semalam, untuk jangan membangunkannya kalau ia tidur dengan wajah tersenyum. Malaika pun akhirnya turun lebih dulu dari atas tempat tidur. Ia akan mengambil wudhu dan memberi tambahan waktu untuk sang ibu.

Sekembalinya Malaika ke kamar, ternyata Maryam masih tertidur. Malaika ikut tersenyum. Ia berusaha membangunkan Maryam kembali.

"Umi mimpi indah, yah?" tanyanya dengan gumaman. Pasalnya, Maryam tersenyum manis dalam tidurnya.

"Umi, ayo bangun, kita shalat subuh dulu, abis itu Umi boleh mimpi indah lagi."

Tidak ada jawaban yang Malaika dapatkan. Maryam tidur dengan tangan bersidekap di atas perutnya. Wajahnya terlihat begitu berseri.

"Umi."

Namun Malaika terkejut ketika menyentuh tangan Maryam. Dingin sekali.

"Umi." Malaika memanggil lagi. Kali ini suaranya menyiratkan ketakutan.

"Umi, udah subuh."

Masih tak ada jawaban yang Malaika dapatkan. Kali ini Malaika menyentuh wajah Maryam yang kulitnya sama dinginnya dengan punggung tangan Maryam.

"Umi, Umi jangan bercanda sama Malaika."

"Umi, bangun!"

Kali ini Malaika mengguncang tubuh Maryam sembari memanggilnya lebih keras. Namun Maryam tak kunjung memberi jawaban.

Sekujur tubuhnya sudah sedingin es. Namun bibirnya menyunggingkan senyuman yang begitu menenangkan. Malaika terisak, ia memeluk Maryam yang tak berkutik sama sekali, menumpahkan segala air matanya di pundak sang ibu yang sudah terbujur kaku di atas tempat tidurnya.

***

"Kenapa Ilyas sulit sekali dihubungi? Suruh dia pulang! Malaika sedang berduka."

"Pak Ilyas sudah berangkat sejak semalam, Nyonya."

Pantas saja Ilyas tidak bisa dihubungi. Ternyata pria itu sudah berada di pesawat.

"Pukul berapa dia berangkat?"

"Pukul sepuluh malam waktu London."

Itu berarti pukul empat sore waktu di Jakarta, dan kemungkinan Ilyas bisa sampai pukul sepuluh malam.

Rosa mematikan sambungan telfonnya. Ia melihat Malaika yang tak seperti Malaika yang sering ia lihat. Tatapan wanita itu begitu hampa meski sesekali bibirnya tersenyum kepada orang-orang yang datang melayad di rumahnya. Rosa lihat Malaika menangis sepanjang ia mengantar Maryam ke tempat peristirahatan terakhir sampai tubuh Maryam terkubur dalam tanah. Lalu kini ia sudah bisa menyapa orang-orang dengan senyuman manisnya.

Rosa menghela napas. Ia berjalan mendekati Malaika dan memeluknya. "Ilyas sudah diperjalanan."

Malaika membalas pelukan Rosa dengan sangat erat. Ia senang mendengar kepulangan Ilyas meski Ilyas tak memberinya kabar sama sekali. Malaika sudah mengirimkan pesan pada Ilyas, namun ia tak mengatakan langsung perihal ibunya yang dipanggil oleh Sang Pencipta. Malaika hanya mengirim pesan kalau ia sangat membutuhkan Ilyas sekarang.

"Kapan kira-kira Mas Ilyas sampai?"

"Jam sepuluh malam. Akan Ibu suruh Ilyas ke sini."

"Tidak perlu, Bu. Mas Ilyas pasti lelah. Nanti biar Malaika yang pualng ke apartemen."

The Perfect Wife For IlyasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang