12. Air Mata Malaika
Di meja makan hanya ada suara dentingan sendok dan piring. Tak ada percakapan yang terjadi. Malaika makan dengan diam, padahal biasanya ia yang paling sering berbicara. Ilyas juga makan dengan diam, namun lama-lama Ilyas tidak betah juga. Dia terbiasa dengan Malaika yang cerewet.
"Tadi kamu kira saya maling?"
Malaika hanya mengangguk.
"Lalu kamu bawa spatula untuk apa?"
"Memukul maling."
"Dengan spatula?" tanya Ilyas tak percaya.
Melihat wanita yang sudah berkedurung itu mengangguk kembali, membuat Ilyas mendengus geli.
"Kamu kan mengambil spatula dari dapur, kenapa tidak mengambil pisau saja?"
"Saya panik. Lagipula tidak biasanya Mas pulang siang."
"Terserah saya."
Malaika diam. Memang benar terserah Ilyas. Ia pun bertanya perihal masakannya. "Mas tidak keberatan hanya makan ini saja?"
"Saya tidak terlalu suka." Tidak terlalu suka tapi dia makan juga.
"Maaf, saya tidak tahu kalau Mas mau pulang. Lain kali bisa telfon dulu, biar saya masak untuk Mas."
"Hm."
Mereka kembali diam. Malaika sudah selesai makan. Dia di sana hanya untuk menemani Ilyas dan akan membereskan bekas makannya kalau sudah selesai.
Malaika tahu lauk yang ia buat terlalu sederhana. Ilyas lebih suka ayam, capcay berisi brokoli, wortel, jagung muda, bakso dan toge. Ia juga suka makan daging. Lalu hari ini harus makan ikan asin, tempe, sambal dan sayur asam. Namun untungnya Ilyas tetap mau makan.
Sebenarnya Malaika masih sangat malu pada Ilyas. Apalagi saat mengingat kejadian tadi. Entah apa yang Ilyas pikirkan, karena sampai sekarang pria itu tak membahasnya sama sekali.
Malaika mendengar suara adzan berkumandang. Namun ketika melihat Ilyas, pria itu belum juga menyelesaikan makannya, mungkin karena Ilyas makan sambil memainkan tab yang ia letakkan di samping piringnya.
"Mas, kalau sudah selesai makan, jangan lupa shalat dzuhur, yah."
Malaika berdiri.
"Kamu mau kemana?"
"Saya mau shalat, sudah adzan. Nanti Mas biarkan saja piringnya disitu."
Ilyas tak menjawab, ia kembali menunduk melihat sebuah laporan dari tabnya. Sebelum melangkah pergi, Malaika terpikirkan sesuatu. Tapi kemungkinan besar, Ilyas tidak akan mau. Namun apa salahnya mencoba, 'kan?
"Mas mau shalat berjama'ah?"
"Hm?"
Mungkin Ilyas tidak mendengar karena terlalu fokus dengan pekerjaanya.
"Mas mau shalat sama-sama? Kita shalat berjama—"
"Tidak. Kamu dulun saja."
Ya, sudah Malaika duga.
Ilyas masih terlalu jauh untuk ia raih.
***
"Mas sudah mau berangkat lagi? Sudah shalat dzuhur?"
Ilyas yang sedang membenarkan lipatan lengan kemejanya tak menjawab pertanyaan Malaika. Malaika rasa Ilyas tak shalat dzuhur. Wanita itu menghela napasnya. "Masih ada waktu untuk shalat, Mas. Baru setengah satu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Wife For Ilyas
Romance[SEGERA TERBIT] Romance Ilyas Raka Aryatama adalah pria dengan segudang sifat buruk. Di usianya yang ketiga puluh dua tahun dia belum juga memutuskan untuk menikah. Namun suatu hari, sang ibu menjodohkannya dengan seorang wanita shaleha bernama Mal...