17. Terlalu Manis

26.7K 2.3K 69
                                    

17. Terlalu Manis

Ilyas memperhatikan wanita yang berjongkok di samping sebuah makam. Ia sendiri berdiri di belakang wanita itu, melihat Malaika berdo'a setelah wanita itu mencabuti rumput di sekitar makan ayahnya. Jujur saja, Ilyas tidak menyangka kalau hari ini ia menawarkan diri untuk mengantar Malaika. Selama pernikahan mereka yang sudah berjalan selama setengah tahun lebih, baru tiga kali Ilyas satu mobil dengan Malaika.

Pertama saat untuk pertama kalinya ia membawa Malaika ke apartemen. Yang kedua ketika mereka pergi bersama Rein dan Rain. Dan yang ketiga hari ini. Bahkan ia tidak pernah sekalipun meluangkan waktu dengan sengaja untuk Malaika. Kado ulang tahun pun tak ia belikan.

Malaika berdiri dan berbalik menghadap Ilyas. "Ayo pulang, Mas."

"Sudah?"

Malaika menganggukkan kepala. Mereka pun berjalan pergi meninggalkan makam.

Di perjalanan menuju mobil, Ilyas membuka suara. "Kamu merindukan ayahmu?"

"Siapa yang tidak akan merindukan orang tuanya?" Malaika malah memberikan balasan pertanyaan yang cukup untuk menjawab pertanyaan Ilyas.

"Kenapa dia meninggal?"

"Kecelakaan dua tahun yang lalu. Abi meninggal, dan Umi koma sampai sekarang."

"Kecelakaan tunggal?"

Malaika menggeleng. "Umi dan Abi sedang dalam perjalanan pulang ke rumah dengan motor. Kata saksi yang melihat, mereka tertabrak mobil yang melaju ugal-ugalan."

"Pasti pelakunya dihajar masa."

Malaika menggeleng kembali. "Pelakunya kabur. Dan sampai sekarang tidak ada yang ditangkap. Kasusnya bahkan sudah mau ditutup."

Ilyas mengerutkan alis. Tapi kemudian ia menghela napasnya. "Keadilan tidak berpihak kepada kalian."

"Saya tahu. Tapi saya percaya kalau Allah Maha Adil."

Ilyas menoleh, sedikit menunduk untuk melihat paras wanita di sebelahnya. Mata Malaika yang berkaca-kaca, menunjukkan betapa sedihnya ia atas apa yang menimpa kedua orang tuanya. Wanita itu hampir saja mengangkat tangan untuk menyeka matanya yang sedikit perih karena menahan air mata. Namun Ilyas menahannya dengan cepat.

"Kenapa, Mas?"

"Tangan kamu kotor." Ilyas menunjukkan tangan Malaika yang memang jauh dari kata bersih. Mungkin dia lupa kalau tadi habis mencabuti rumput. Akhirnya Malaika mengangkat wajahnya, menahan air mata agar tidak terjatuh. "Sepertinya ada sesuatu yang masuk ke mata saya. Rasanya perih." Malaika sedikit berbohong. Ia hanya tidak ingin lagi terlihat menangis di hadapan Ilyas.

"Saya tahu kamu sedih, Malaika."

Malaika menunduk kembali. Ia memang tidak pandai berbohong.

"Kamu mau makan?" Ilyas berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

"Saya sudah makan."

"Tapi saya mau makan. Kamu temani saya makan!"

Malaika tahu kalau itu bukan ajakan, melainkan perintah.

***

"Mas bilang saya cuma menemani?"

"Makan saja!"

Malaika memperhatikan makanan yang tersaji di atas meja milik salah satu restoran mewah di pusat kota. Ia meringis. "Mas, itu masih mentah!"

"Ini ikan salmon, Malaika!"

"Saya tahu, tapi saya tidak mau makan makanan mentah."

"Kalau begitu kamu bisa pesan makanan lain."

"Tidak. Makanan di sini mahal, Mas"

"Saya banyak uang." Lama-lama Ilyas jengah. Sesungguhnya ia hanya ingin merasakan makan di luar bersama Malaika. Namun tidak mungkin Ilyas mengatakannya secara langsung. Gengsinya selangit.

"Saya tahu, karena itu jangan digunakan berlebihan. Makanan di sini sedikit, sudah gitu harganya mahal."

Ilyas menghela napasnya. "Memang kamu mau makan di mana?"

***

Ilyas menyesal telah bertanya kepada Malaika dia ingin makan di mana. Karena sekarang, mereka duduk pada kursi panjang milik salah satu pedagang kaki lima yang berjejer menjual dagangannya.

"Masih banyak tempat higienis yang menjual makanan sama. Kenapa harus di sini?"

"Karena ini tempat langganan saya. Rasanya sudah dijamin enak."

Mereka sedang menunggu dua piring gado-gado yang sudah Malaika pesan. Ilyas memperhatikan sekitar. Di sini sangat ramai, terlalu terbuka, banyak orang berlalu lalang di sekitar dirinya, dan Ilyas juga tidak bisa menjamin kebersihan tempat makannya ini.

"Kalau saya sakit perut, pokoknya kamu akan saya salahkan!"

Malaika tersenyum geli. "Kalau Mas sakit perut, saya akan merawat Mas dengan sepenuh hati."

Astaga, Ilyas memang bodoh selama ini. Malaika sungguh terlalu manis untuk ia benci.

❤❤❤

THE PERFECT WIFE FOR ILYAS
AKAN DICETAK ULANG!!!

SEGERA TERBIT KEMBALI!!!

MENABUNG DAN FOLLOW INSTAGRAM: adelia_nurrahma UNTUK TAHU KAPAN TANGGAL CETAKNYA

STOK TERBATAS!!!

The Perfect Wife For IlyasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang