"Ah salam kenal, Yireon-ah."
"Salam kenal juga, Minkyu. Ngomong-ngomong kenapa kau sedih?"
"Nilaiku turun. Dan ya ibuku marah."
"Begitu ya. Ibuku tidak pernah memarahiku jika nilaiku turun. Ibuku selalu bilang setidaknya aku sudah berusaha dengan baik."
Minkyu tersenyum kecut. Andai saja ibunya seperti itu. Sejauh ini hanya ayahnya saja yang memahaminya, tetapi ayahnya selalu saja sibuk sehingga tidak mempunyai waktu sedikitpun untuknya. Dia juga ingin seperti anak 18 tahun yang lain. Bermain dan melalukan apapun yang mereka sukai.
"Kau tidak apa-apa?"
"Ya, aku baik-baik saja. Mungkin."
"Mungkin?"
"Ya, mungkin. Kau tahu, aku bahkan tidak mempunyai mimpi."
"Benarkah?"
"Masa depanku sudah diatur oleh orangtuaku. Aku hanya tinggal berjalan di jalan yang sudah disiapkan oleh mereka."
Yireon menatap Minkyu dengan iba. Bagaimana bisa dia bertahan dalam situasi seperti itu? Jika itu dia, mungkin gadis itu akan memilih kabur dari rumahnya sendiri.
"Aku tahu kau bisa. Aku tahu kau kuat. Ayo semangat. Kau bisa ceritakan apapun keluh kesahmu. Siapa tahu aku bisa membantumu."
Minkyu mengangguk. Untuk pertama kalinya, dia menceritakan masalahnya kepada orang lain selain Wonjin. Dan untuk pertama kalinya pula, Minkyu bisa tersenyum lebar seperti itu. Apakah Yireon adalah pertanda naik untuknya?
.
.
.
."Kim Minkyu."
Langkah Minkyu terhenti ketika mendengar suara ibunya. 'Ah ibu sudah pulang lagi ternyata' batinnya. Dia lalu berjalan menghampiri ibunya.
"Iya, bu."
"Darimana saja kau? Itu mendapat laporan dari guru Park jika kau membolos kelas bahasa inggris hari ini."
"Maaf, bu. Aku lelah. Aku hanya ingin jalan-jalan. Lagipula hanya hari saja."
"Hanya? Kau bilang hanya? Kau tahu bukan jika kau tidak belajar satu hari kau bisa lupa apa yang kau pelajari hari ini. Hal-hal itu yang bisa membuat nilaimu atau bahkan peringkatmu turun."
"Maaf."
"Ibu tidak mau mendengar laporan seperti ini lagi. Makan malam dulu setelah itu ke kamarmu untuk belajar."
Minkyu mengangguk lemah. Jujur dia lelah. Sangat lelah. Dia hanya ingin beristirahat sehari saja.
"Aku lelah, bu. Sampai kapan aku harus menjadi robot untuk kalian?"
.
.
.
."Wonjin-ah!"
"Hei, Yireon-ah."
"Sedang apa disini?"
"Hanya sekedar lewat. Kau sendiri?"
"Aku baru saja selesai membagikan permen kapas. Kau mau? Masih ada sisa satu ini hehe."
"Terimakasih."
Mereka lalu duduk di bangku taman tersebut. Ya, mereka sudah akrab sejak pertemuan pertama mereka waktu itu. Entah karena Yireon yang gampang bergaul atau memang Wonjin yang terbuka sehingga mereka bisa sedekat ini. Mereka sudah sering bercerita tentang masalah mereka masing-masing.
"Ngomong-ngomong, kau tahu tadi aku menghibur siswa Produce school. Kasian dia."
"Oh ya? Kenapa?"
"Dia harus menuruti apa yang orangtuanya inginkan. Aku yakin dia lelah."
Wonjin seperti tahu siapa yang Yireon maksud. Karena takut tebakannya salah, dia pun bertanya lagi.
"Siapa? Siapa tahu aku mengenalnya."
"Minkyu. Kau mengenalnya?"
"Minkyu... maksudmu Kim Minkyu?"
TBC~
Next?
Voment juseyo~

KAMU SEDANG MEMBACA
To My Youth
FanfictionHanya bercerita tentang anak-anak yang mengalami masa pahit dalam hidup mereka lalu bertemu untuk menggapai mimpi mereka.