29

61 11 3
                                    

Tak terasa sudah seminggu Wonjin di rumah sakit. Hari ini akhirnya dia sudah dibolehkan pulang. Minkyu pun membantu Wonjin membereskan barang-barangnya.

"Sudah semua. Ayo pulang."

"Kau tidak apa-apa, Minkyu-ya? Les mu bagaimana?"

"Tidak masalah aku bisa menggantinya nanti. Aku tidak mungkin membiarkan sahabatku sendirian."

"Kau membuatku seperti orang yang kesepian."

"Tidak maksudku bukan begitu."

"Aku tahu, Astaga. Aku hanya bercanda."

Mereka lalu saling tertawa. Namun, tawa Wonjin seketika berhenti ketika dia teringat sesuatu. Ya, siapa lagi jika bukan orangtuanya.

"Minkyu-ya. Mereka tidak datang?"

"Tidak. Aku sudah memberitahu mereka tapi mereka bilang pekerjaan mereka sedang banyak."

"Sudah kuduga. Pekerjaan lebih penting. Ayo pulang."

Minkyu mengantar Wonjin ke rumahnya. Tak lama kemudian, mereka pun sampai. Mereka disambut dengan kemarahan ayah Wonjin.

"Kau.. apa maksudmu melakukan ini semua, Ham Wonjin?"

"Aku pikir kalian sudah tahu apa maksudku. Ternyata tidak."

"Wonjin. Berhenti main-main."

"Aku tidak pernah main-main sama sekali. Aku sudah bilang bukan? Aku melakukan ini semua karena aku tidak mau membenci kalian."

"Kenapa kau harus membenci ayah dan ibu? Kita melakukan semuanya untukmu. Ayah sudah memberikan semuanya padamu."

"Aku tidak butuh semua ini, Yah. Lebih baik aku tinggal di keluarga yang biasa saja tapi penuh dengan kasih sayang. Kalian tahu apa yang ku inginkan? Ya, kalian. Waktu kalian, perhatian kalian, dan kasih sayang kalian. Tidak bisakah kalian melihatku?"

Mereka terdiam. Minkyu yang sedari tadi melihatnya pun diam. Dia ingin mereka menyelesaikan masalah mereka dan dia tidak bisa ikut campur.

"Aku tahu, aku tidak seperti yang kalian inginkan. Maafkan aku, Ayah, Ibu. Tapi aku ingin kalian tahu, aku juga punya mimpi. Kalian boleh mengabaikanku asal jangan melarang apa impianku."

"Kau... masuk ke dalam."

"Tidak. Aku akan pergi. Aku tidak ingin ada disini. Percuma saja bukan? Kalian juga tidak akan pernah memperdulikanku. Aku pergi."

"Maaf paman, bibi. Aku akan menyusulnya. Aku akan membuatnya pulang."

"Tidak perlu. Biarkan anak itu berpikir jika hidup ini tidak semudah itu. Biar saja dia merasakan susahnya jika tidak mempunyai semua ini. Lagipula apa salahnya meneruskan perusahaan? Itu lebih menjamin masa depannya."

Kali ini Minkyu benar-benar sudah tidak habis pikir. Hey, bukannya mereka mengakui kesalahan malah membiarkannya. Bukannya menjelaskan pada anaknya malah seperti ini. Pantas saja Wonjin sampai seperti itu. Dia lalu bergegas mengejar Wonjin. Untung saja anak itu belum terlalu jauh.

"Wonjin-ah."

"Ada apa? Mereka bilang apa?"

"Tidak. Kau akan kemana?"

"Tidak tahu. Lihat fasilitasku dicabut semua. Aku tidak bisa punya apa-apa selain tabunganku."

"Mau ke rumahku?"

"Terima kasih. Tapi ibunya menyeramkan. Aku tidak mau."

"Ya, dia memang sangat menyeramkan. Ah aku tahu. Ayo ikut aku."

Minkyu lalu mengajak Wonjin ke suatu tempat. Sebuah apartemen. Ya, apartemen itu milik keluarga Wonyoung jadi Minkyu juga punya kebebasan untuk tinggal disana.

"Hey.. bukankah ini apartemen milik keluarga Wonyoung?"

"Ya, kau benar. Semua kamar di lantai ini milik keluarganya."

"Apa tidak masalah aku disini?"

"Kau lupa siapa aku? Tenang saja aku sudah ijin pada paman."

"Aku lupa jika kau keponakan pemilik apartemen ini."

Minkyu hanya tersenyum. Jujur, Minkyu benar-benar kasihan pada Wonjin. Mereka dalam posisi yang sama. Itu yang menyebabkan mereka bisa bersahabat seperti ini. Wonjin yang dia kenal dulu selalu ceria. Dan sekarang.. dia lebih sering diam.

"Wonjin-ah. Ayo semangat. Jangan sampai ini menganggu latihanmu."

"Tidak akan. Aku masih fokus kok."

"Kau.. benar-benar ingin debut?"

"Tentu. Sejak kecil ini impianku."

"Menurutmu, apa itu impian?"

"Aku tidak tahu. Setahuku itu adalah masa depan yang ingin aku capai. Aku rasa dimasa remajaku ini aku harus melakukan apapun yang ku inginkan. Bukankah masa remaja adalah pintu gerbang menuju kedewasaan?"

"Kau benar. Apakah kau yakin setelah itu kau bisa sukses dan bisa menjadi sesuatu?"

"Tentu saja. Dengan aku melakukan apa yang aku sukai, aku yakin suatu saat aku bisa menjadi sesuatu yang bersinar. Aku rasa kau juga. Kau hanya perlu lebih berani."

"Kau benar, Wonjin-ah. Aku harus lebih berani menghadapi dunia yang keras ini, bukan?"



























TBC~























Next?

















Voment juseyo~

To My YouthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang