Lost

21 2 3
                                    

Hari hari, minggu terlewati. Floyd tetap saja berjalan. Setelah banyak hal dilalui, akhirnya Dia sampai di sebuah kota jauh yang dipenuhi oleh puluhan bahkan ratusan kriminal dan juga orang orang buangan. Floyd mungkin berniat untuk tinggal disitu, tetap berjalan dan berjalan dengan lesu.

"Yo..! Bocah kayak kamu ngapain disini..?!" Seorang pria dengan topi berbulu menyaut Floyd, selagi perlahan mendekati nya.

Floyd tidak menjawab, melainkan tetap berjalan mengabaikannya. 

"Woi woii..!! Jawab lah..!!" Pria tersebut tetap mengikuti Flo ddari belakang.

"Apa keperluan mu hah..?!" Floyd menengok ke arah nya. Matanya melirik lalu menatapnnya dengan mata yang penuh dendam, walaupun pria tersebut tak melakukan apa apa.

"Mata itu... Mata yang sama denganku ketika aku kehilangan istriku..." Dia tersenyum. Floyd yang melihatnya berhenti sejenak.

Floyd terkejut "Maaf" Ucapnya. Dia melanjutkan perjalanannya, mengabaikan orang tersebut lebih lama lagi.

"Woiii..!! Tunggu lah disini bahaya mening ikut sama aku..!" Pria itu tetap saja mengikuti Floyd dari belakang, tanpa alasan yang pasti.

"Apa sihhh..!!" Floyd berhenti dengan kesal, menghentakan kakinya lalu melirik kebelakang.

"Nah gitu dong.. Mau ga kita nongkrong dulu di bar..?"  Laki laki itu memegang pundak Floyd.

"Aku belum 21 tahun.." Floyd melepaskan tangan pria itu dari pundaknya.

"Sudah lah pesan lah soda atau apalah..!" Ia tertawa membalas perkataan Floyd.

Mereka berdua berjalan bersama menuju bar yang letaknya tak jauh dari lokasi mereka saat ini.

Mereka tiba dan segera memasuki bar tersebut, isinya hanya segerombolan orang dengan senjata dan tatoo.

"Kenapa anak muda sepertimu bisa ada disini ha..?" Pria itu mengambil sebuah kursi dekat bartender.

"Aku membuat sebuah kesalahan.." Floyd menjawab, perlahan duduk di sebelah orang yang baru Dia temui itu.

"Semua orang membuat kesalahann...." Ia merespon, tangannya melambai lambai untuk memanggil bartender.

"Ini adalah sebuah kesalahan yang sangat besar.." Floyd menghela nafasnya besar besar.

"Pesen Broola 2.. Yah kamu bisa memperbaikinya.." Perhatian pria itu sempat teralihkan dan akhirnya berbicara pada Floyd lagi setelah memesan minuman.

"Kesalahanku tak bisa diperbaiki... Dan apa itu Broola..?!" Floyd tampak murung, namun Dia tetap saja bisa menyelipkan sebuah pertanyaan.

"Ah itu Soda tenang... Ya sudah abaikan.. Apa yang telah kamu lakukan..?" Ia menoleh kepada Floyd berusaha untuk menyimak dengan serius.

 "Sahabatku membunuh pacarku, lalu aku membunuhnya.. Namun ternyata Dia hanya dikendalikan.. " Floyd memandang hampa meja di hadapannya.

"Dikenalikan...." Pria itu diam sejenak.

"Ada apa..?" Floyd menoleh ke arahnya, kebingungan.

"Ah maafkan... Aku juga seperti itu.. Istriku dibunuh oleh seorang pembunuh.." Laki laki itu memandang Floyd dengan pilu.

"Maaf..." Floyd memalingkan wajahnya dari pria itu.

"Ah sudah sudah..." Bartender meletakan dua gelas minuman tepat di hadapan mereka berdua.

"Oh ya.. Namaku Tim salam kenal..!" Tim mengangkat gelasnya, tersenyum.

"Aku Floyd.." Mereka membenturkan gelas bersamaan, mungkin biasa disebut cheers. Kemudian mereka langsung meminumnya bersama sama.

"Mm.. Enak.." Ucap Floyd perlahan lahan.

"Yakan..!" Tim menyenggol dengan senang.

Mereka berdua terus berbincang bincang sampai malam hari datang. Setelah berbicara, akhirnya Floyd memutuskan untuk tinggal dirumah Tim untuk sementara waktu.

The ImaginatorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang