Yogyakarta, masa kini.
"Memangnya kamu dan Ratna nggak pernah ketemu lagi setelah KKN, Yang?"
Bayu menoleh. Setengah linglung menatap Ayu, baru kemudian dia tersadar dari lamunannya. Berdehem singkat, Bayu kembali memandang jalanan di depan, sembari berusaha merilekskan pegangannya pada roda kemudi.
"Sorry nggak dengar. Kamu tanya apa tadi?"
"Memangnya kamu dan Ratna nggak pernah ketemu selepas KKN?" Ayu mengulang pertanyaannya.
"Nggak," jawab Bayu singkat.
"Reunian?"
"Ratna nggak datang."
Kelompok KKN Magelang Delapan baru satu kali mengadakan acara temu kangen dan Ratna tidak hadir. Teman-teman yang lain mengatakan mereka tidak bisa menghubungi Ratna lantaran gadis itu berganti nomor ponsel. Dikontak via media sosial pun tidak mendapat tanggapan karena akun Ratna deactivate.
"Ratna itu jurusan apa? PBI, ya?"
"Sasing."
"Anak sastra bisa ngajar juga ternyata. Tapi interaksi kalian tadi kaku banget. Ratna juga kayak salah tingkah ketemu kamu. Kalian nggak akrab?"
"Begitulah."
Ayu menoleh ke arah Bayu, keningnya sedikit berkerut. "Kamu lagi banyak pikiran, Yang? Dari tadi jawabnya singkat-singkat banget."
"Biasalah. Kerjaan."
Ayu manggut-manggut, lalu dengan bersemangat dia berkomentar, "Nah, berarti berkat aku yang les di tempat Bang Gian, kamu jadi bisa ketemu kawan lama, kan."
Bayu menanggapi dengan senyum tipis. Tangannya dengan luwes memutar roda kemudi, membawa mobil Honda Jazz milik Ayu masuk ke kawasan perumahan tempat Bayu indekos. Di depan sebuah rumah berdinding putih dengan pagar besi tinggi yang mengelilingi, Bayu memarkir mobil.
"Tadi kamu ketemu Bang Gian?" tanya Bayu setelah memastikan posisi mobil sudah pas di tepi, tidak terlalu banyak memakan bahu jalan.
Gian, pemilik Prime English, adalah sepupu Bayu dari pihak ayah. Bayu yang menginformasikan kepada Ayu tentang program Business English karena Gian sempat menceritakan tentang program tersebut saat mereka bermain futsal bersama.
"Nggak. Aku langsung masuk kelas," jawab Ayu.
"Mau mampir?" tanya Bayu. "Atau mau makan dulu di depan perumahan? Ke sana naik motor aja."
Ayu memeriksa jam di pergelangan tangan. "Udah sore. Aku langsung pulang aja. Tadi aku juga udah minta Mbak Asih masak garang asem. Nggak enak kalau sekarang malah makan di luar."
Bayu mengangguk. Dia lalu membuka pintu mobil dan keluar.
"Makasih udah diantar jemput," ucap Ayu. Gadis itu kini sudah bergeser ke kursi pengemudi.
Bayu tidak yakin tindakannya masih tergolong kegiatan 'mengantar-jemput-pacar' atau tidak. Sebab, mobil yang mereka gunakan adalah kepunyaan Ayu. Jadi, Ayu datang ke kos Bayu, mereka berangkat ke Prime English, lalu Bayu ke kampus sebentar untuk mengajar kelas pengganti. Saat kelas Business English selesai, Bayu menjemput Ayu, lalu mereka akan pulang ke kos Bayu, menurunkannya, dan Ayu kemudian menyetir pulang sendiri. Rasanya ganjil. Bayu seakan-akan jadi lelaki yang memanfaatkan kekayaan pacar. Seandainya Ayu mau bepergian naik motor.
"Panas, Yang." Begitulah Ayu beralasan. Bayu menghela napas. Perempuan negara tropis yang takut kepanasan seharusnya mendekam di rumah saja, jangan ke mana-mana.
"Hati-hati di jalan." Bayu menepuk lembut puncak kepala Ayu melalui jendela mobil yang terbuka.
Selepas Ayu pulang, Bayu memasuki bangunan indekosnya dengan tak bersemangat. Pikirannya masih terpusat pada gadis dengan rambut bergelombang yang ternyata telah bekerja selama dua tahun di Prime English. Ternyata Ratna selama ini berada dekat dengannya, bekerja di kantor sepupu Bayu. Dan Bayu tidak tahu! Sial benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Sisi
Roman d'amourCinta sejati bukan berarti dia yang datang pertama. Begitulah Bayu berdalih saat mendapati dirinya jatuh cinta pada Ratna, di saat sudah memiliki Ayu sebagai kekasih. Cinta pertama akan abadi selamanya, tetapi cinta pertama itu sering kali jatuh pa...