SATU

30.8K 1.4K 235
                                    

Publish ulang cerita ini. Cerita sudah pernah tamat dan versi lengkap ada di KBM App.

Happy reading.

================


Ratna mengawali hari ini dengan kedutan. Sejak bangun pagi kelopak matanya tiba-tiba sering bergetar menyebalkan. Rasanya sangat mengganggu. Terlebih lagi jika kedutan itu awet, tak kunjung berhenti meski sudah berjam-jam terlewati.

Sewaktu berangkat kerja siang tadi, Fifi, housemate* sekaligus sahabatnya, berseloroh bahwa kedutan itu pertanda Ratna akan mendapat rezeki nomplok. Semoga saja benar begitu. Ratna ingat hari ini adalah hari pengundian hadiah di Pamela Swalayan. Semoga saja salah satu kupon yang dia masukkan keluar sebagai pemenang hadiah utama.

Ratna mengerjap-ngerjapkan matanya. Berharap kedutannya segera berhenti. Namun, kedutan itu bandel. Kelopak matanya lagi-lagi membuat getaran-getaran kecil. Kali ini Ratna membuka matanya lebar-lebar, menahan agar tidak berkedip selama beberapa saat. Berhasil. Kedutannya berhenti. Gadis itu lalu kembali menekuri buku teacher's guide di mejanya. Dua puluh menit lagi dia akan mengajar kelas Business English, sebuah program baru di lembaga kursus bahasa Inggris tempat Ratna bekerja yang ditawarkan kepada orang-orang yang berkecimpung dalam bidang finance dan manajerial.

"Miss Ratna, ini daftar hadir kelas Business English."

Ratna mendongak. Atasannya, Gian, sedang berdiri di depan meja dan mengulurkan sebuah map biru. Gian adalah pemilik sekaligus pendiri kursus Prime English ini. Konon katanya, Prime English hanyalah satu dari sekian banyak usaha yang dimiliki oleh keluarga Gian. Kabarnya, mereka memiliki sebuah toko tekstil yang laris di daerah Jalan Solo, serta sebuah toko mebel di kawasan Jalan Magelang. Mungkin keuntungan dari dua toko itu terlalu besar, hingga keluarga Gian bingung mau diapakan. Alhasil, berdirilah lembaga kursus bahasa Inggris ini. Dan meski menjadi most wanted guy di lingkungan Prime English, hati Gian sudah tertambat pada seorang gadis cantik dan akan segera melangsungkan pernikahan.

Ratna menerima map tersebut, mengucapkan terima kasih, lalu bertanya, "Working sheet*-nya ada di mana, Mister?"

"Sudah siap di loker. Insyaalah minggu depan student book sudah ready. Sementara ini kita pakai handout lepas saja dulu."

Ratna mengangguk paham. Semua itu bukan hal baru baginya sebab sudah dua tahun dia bekerja di Prime English. Lalu, kelopak matanya berulah lagi. Gadis itu refleks menyentuh mata kirinya.

"Kenapa, Miss?" selidik Gian.

"Kedutan nggak berhenti-henti dari tadi, Mister."

"Mata kiri, ya? Wah, hati-hati, Miss."

"Emang kenapa, Mister?"

"Katanya kalau yang kedutan itu mata kiri, akan ada peristiwa yang bikin sedih," jawab Gian dengan mimik serius.

"Lah, kok gitu? Kata teman saya, ini pertanda saya mau dapat rejeki," sanggah Ratna.

Gian mendecak. Lelaki itu memang paling tidak suka jika pendapatnya dibantah. "Itu kalau mata kanan, Miss. Yo wes, delok wae sopo sing bener. Aku opo koncomu." (Ya sudah, lihat saja siapa yang benar. Aku atau temanmu.)

Ratna hanya geleng kepala lalu berdiri untuk mengambil setumpuk working sheet dan beberapa flash cards dari loker tempat menyimpan teaching aids. Ini pertemuan pertama di kelas Business English. Setelah berkenalan dengan para siswa, Ratna hanya akan memberi sedikit materi tentang beberapa essential vocabulary dalam bidang finance.

Ratna berjalan menuju ruang kelas. Sepatu bersol datar yang dia pakai menciptakan irama ketukan samar saat beradu dengan lantai keramik. Saat melintasi jendela yang menghadap ke lahan parkir, langkah Ratna berhenti. Suara deru mesin sepeda motor di luar membuatnya menoleh ke arah jendela. Tampak seorang pemuda turun dari sebuah Honda Tiger silver setelah memarkirnya. Ratna memincingkan mata mengamati sang pemuda.

Tiga Sisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang