Masa KKN
Magelang, tiga tahun sebelumnya“Jadwal kita apa hari ini?” tanya Indra di suatu pagi pada minggu kedua masa KKN. Mereka baru saja selesai sarapan. Menu berupa nasi kuning dan bakwan sudah berpindah ke dalam perut masing-masing. Fattan malah sedang mencomot bakwan terakhir yang tersisa.
“Kamu, Ardi, Fattan, dan Melan ke balai desa. Pelatihan Microsoft Excel untuk pamong desa,” tutur Putri, membacakan notes di ponsel pintarnya. “Nanda dan Rengganis mau ketemu perwakilan ibu-ibu PKK. Ratna, Bayu, Zoya dan aku ke TK Pertiwi.”
“Kamu nggak apa-apa, Mel, cewek sendirian di kelompok pelatihan Excel?” tanya Nanda pada Melan. “Tukar sama Bayu aja. Bayu cowok sendirian di TK. Biar Bayu yang ke balai desa,” sarannya.
“Nggak bisalah. Aku, Ratna, Zoya dan Putri udah mengatur jadwal sama pihak TK. Kapan kita mau ngisi materi di sana dan segala macamnya. Masa tahu-tahu diganti?” timpal Bayu keberatan.
“Barangkali Melan nggak nyaman dikeroyok cowok-cowok.”
“Aku nyaman-nyaman aja dikeroyok cewek-cewek,” bantah Bayu ngawur dan langsung dihadiahi timpukan kertas bekas bungkus nasi kuning oleh Putri.
“Ya iyalah. Enak di kamu.”
Cengiran lebar terukir di bibir Bayu.
“Nggak apa-apa kok, Nda. Sejak awal prokernya Bayu emang buat anak TK, kan? Nggak mungkin diganti di detik-detik terakhir.” Melan akhirnya bersuara. “Aku susah bikin proker yang sesuai bidang studi. Nggak mungkin bikin pelatihan bahasa Jepang di sini.”
“Tuh, dengerin, Nda.” Nada kemenangan kental mewarnai suara Bayu.
“Sudah, jangan kelamaan ribut. Buruan berangkat. Kerja, kerja, kerja,” perintah Indra. "Pokoknya nilai KKN kita semua harus A."
Sebagai ketua, Indra sudah menentukan bahwa program kerja mereka harus menyasar kelompok masyarakat tertentu, untuk menghindari ketidakefektifan program karena sasaran yang terlalu luas. Jadi kelompok Magelang Delapan sudah memutuskan program kerja mereka akan ditujukan untuk siswa Taman Kanak-Kanak, siswa Sekolah Dasar, anggota Karang Taruna, pamong desa, dan ibu-ibu PKK.
Semua orang gegas bangkit berdiri setelah mendengar perintah sang ketua. Hanya Ratna dan Nanda yang masih sibuk membereskan peralatan makan bekas sarapan. Mereka tadi makan lesehan di lantai beralaskan tikar pandan, hasil pinjam dari Bu Yekti. Nanda sudah beranjak ke belakang rumah sembari membawa setumpuk piring kotor, sedangkan Ratna masih mengumpulkan gelas-gelas bekas minum teh hangat.
“Ayo. Hari ini bukan giliran kita yang piket,” ajak Bayu.
Ratna mendongak. “Nggak apa-apa, kan, bantuin Nanda sebentar. Cuma bawain gelas kotor ke belakang.” ujarnya, lalu gadis itu celingukan entah mencari apa. “Tolong ambilkan baki, Bay. Tuh, di sana,” perintahnya sambil menunjuk ke sebuah meja di sudut ruangan.
Bayu menurut meski setengah bersungut. Ratna ini setiap hari selalu membereskan apa saja, walaupun bukan jadwalnya piket. Tempo hari, gadis itu bahkan menyikat kamar mandi. Saat diprotes Bayu, Ratna hanya berkata, “Kelamaan nunggu yang piket.” Dan jangan lupa, setiap hari kalau bukan karena Ratna, tidak mungkin ada teh manis hangat yang tersaji menemani sarapan.
“Biar aku saja.” Bayu mengambil alih pekerjaan Ratna, meletakkan semua gelas ke dalam baki dan membawanya ke belakang di mana Nanda sedang mencuci piring.
“Dih, tumben kamu yang bawa ke sini,” komentar Nanda begitu melihat Bayu. Mahasiswi Fakultas Hukum itu mengisi mangkuk dengan Sunlight cair dan mulai membasuh piring kotor.
“Bantuin Ratna,” jawab Bayu singkat.
“Nah, gitu dong. Partner idaman,” goda Nanda.
Bayu menanggapi dengan kedikan bahu acuh tak acuh dan kembali ke ruang tengah. Tikar sudah digulung, lantai sudah disapu. Tampak Ratna muncul dari kamar dengan mengenakan jas almamater dan menenteng sebuah tote bag berisi bahan-bahan prakarya untuk siswa-siswi TK. Ratna akan mendongeng kisah Tiga Anak Babi disertai aktivitas menghias gambar tiga rumah babi, sedangkan Bayu akan mengenalkan budaya menabung melalui kegiatan menghias celengan. Putri dan Zoya bertugas sebagai tim hore kali ini. Giliran materi berikutnya, Bayu dan Ratna yang berfungsi sebagai pendamping.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Sisi
عاطفيةCinta sejati bukan berarti dia yang datang pertama. Begitulah Bayu berdalih saat mendapati dirinya jatuh cinta pada Ratna, di saat sudah memiliki Ayu sebagai kekasih. Cinta pertama akan abadi selamanya, tetapi cinta pertama itu sering kali jatuh pa...