Magelang, tiga tahun yang lalu
Seumur hidup baru kali ini Ratna menghabiskan waktu tiga puluh menit hanya untuk berdiri di depan cermin, mencoba menata rambutnya. Awalnya, dia mengucir setengah, membiarkan separuh bagian rambutnya tergerai. Namun, dua detik kemudian Ratna merasa tatanan itu terlalu berlebihan. Teman-temannya akan segera menyadari dirinya habis berdandan.
Lalu, Ratna mengikat rambutnya dengan gaya ekor kuda dan lagi-lagi dia membatalkannya. Sebab dia merasa gaya kucir ponytail terlalu biasa. Kesal dengan diri sendiri yang mendadak kemayu, akhirnya Ratna memutuskan untuk menggerai bebas rambutnya. Demi Tuhan, dia hanya akan piket memasak. Mengapa harus repot-repot bersolek? Jatuh cinta ternyata bikin ribet.
Tak ingin berlama-lama lagi di depan cermin, sebab takut menemukan cela dalam penampilannya dan berujung menambah durasi waktu berdandan, Ratna bergegas keluar kamar.
Sudah ada Rengganis di dapur. Gadis berambut bob itu sedang mengecek isi kulkas. "Tumben kamu lama, biasanya kamu duluan yang ke dapur."
"Sorry, tadi keasyikan chat sama teman." Ratna mengarang alasan.
"Cuma ada tempe, jagung, dan---" Rengganis mengeluarkan sebungkus plastik berisi aneka sayuran dalam jumlah kecil, "---ini bakal sayur asem, ya?"
Ratna memperhatikan bungkusan yang disodorkan Rengganis. Ada sedikit kubis, kacang panjang, wortel, serta daun melinjo. "Iya. Ini bahan-bahan sayur asem," katanya. "Ya udah, kita masak sayur asem, goreng tempe, dan sambal terasi. Masih ada cabai, kan?"
Rengganis mengeluarkan semua bahan makanan dari kulkas dan mulai mengiris tempe, sementara Ratna meracik bumbu.
"Bayu mana, Nis?" tanya Ratna. "Dia nggak kabur dari tugas piket, kan?" Ratna buru-buru menambahkan, supaya dirinya tidak terkesan sedang mencari-cari lelaki itu.
"Bayu udah piket, kok. Tadi pagi dia udah sikat kamar mandi. Ala kadarnya, sih."
Ratna mengangguk. Sejurus kemudian, terdengar suara langkah kaki menuju dapur. Ratna mengangkat kepala, mengira Bayu yang datang, tetapi dia harus kecewa karena Bu Yekti-lah yang memasuki area dapur.
"Masak, Mbak?" tanya wanita tua itu.
"Iya, Bu," jawab Ratna dan Rengganis kompak.
"Ini ada petai dan ikan asin." Bu Yekti mengulurkan kantong plastik kepada Rengganis. "Do seneng iwak asin, ra?" (Kalian suka ikan asin, nggak?"
"Wah, cocok ini, Bu. Pas banget kita mau masak sayur asem. Ditambah ikan asin dan sambal petai pasti enak. Maturnuwun," ujar Ratna riang.
"Ho'oh. Yo wis, kana dimasak rame-rame," pesan sang pemilik rumah. (Ya sudah, silakan dimasak ramai-ramai.)
Meski tinggal di rumah sebelah, Bu Yekti sesekali mengecek kondisi mahasiswa KKN. Terkadang dia memberi bahan makanan, atau meminta tolong pada Ratna dan kawan-kawan. Seperti tempo hari, wanita itu meminta Fattan memanjat pohon jambu biji dan memetik buahnya.
Setelah sang induk semang meninggalkan area dapur, Ratna kembali menekuri bumbu dan menyadari ada satu komponen yang kurang.
"Daun salamnya habis, Nis. Aku petik dulu di luar," ujar Ratna setelah memeriksa kotak bumbu.
"Emangnya di luar ada?"
"Ada," jawab Ratna yakin. Dia tahu pasti ada sebuah pohon salam yang tumbuh di halaman rumah Bu Yekti. Tidak banyak orang yang mampu mengenali tanaman yang lazim digunakan sebagai bumbu dapur itu. Sebab, daun salam yang biasanya dimasukkan ke dalam masakan adalah daun salam kering, bukan yang segar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Sisi
RomantikCinta sejati bukan berarti dia yang datang pertama. Begitulah Bayu berdalih saat mendapati dirinya jatuh cinta pada Ratna, di saat sudah memiliki Ayu sebagai kekasih. Cinta pertama akan abadi selamanya, tetapi cinta pertama itu sering kali jatuh pa...