DUA PULUH SATU

7.1K 911 84
                                    

"Dua puluh tiga, dua puluh empat, ..."

Seorang pria muda menghitung dengan suara lantang sambil mengawasi tiga orang pria lain yang tengah melakukan push up di tepi lapangan futsal.

"... dua puluh lima, selesai."

Tepuk tangan riuh berderai dari dua pria lain yang menjadi kawan satu timnya malam ini. Sementara tiga orang terhukum---Bayu, Gian, dan Rafka---kompak menjatuhkan diri ke lantai dengan lengan terentang dan napas tersengal.

"Apes banget kita masuk tim Bang Gian malam ini, Mas," keluh Bayu, kepalanya menoleh ke arah Rafka.

Gian bangun dan mengatur napas. Mereka bertiga kalah dalam permainan futsal malam ini dan sesuai kesepakatan, tim yang kalah harus dihukum melakukan push up sebanyak 25 kali.

"Sembarangan. Gara-gara kamu mainnya nggak fokus. Kita jadi kalah," bantah Gian tidak terima. "Jadi kiper kok nggak becus," tudingnya balik.

"Aku sependapat sama Gian. Kiper itu pertahanan terakhir. Bola lambung Faris mentah kayak gitu aja kamu nggak bisa tepis." Lelaki yang bernama Rafka menambahi. Dia mengikuti Gian meraih tas dan mengeluarkan botol air minum, meninggalkan Bayu yang masih telentang di lantai lapangan.

"Bro, kalian masih mau di sini? Aku duluan kalau gitu," ucap Faris, pria yang tadi menghitung jumlah push up.

"Ya udah duluan aja, Ris. Badanku masih remuk redam habis push up," ujar Bayu sambil mengangkat tubuh lalu duduk selonjor.

"Dasar lembek," ejek Gian.

"Sialan."

Faris terkekeh melihat saling ejek antara dua saudara sepupu itu. Dia beradu tos singkat dengan Rafka lalu pergi dengan mencangklong tas selempangnya.

"Hati-hati, Ris," Rafka mengangkat sebelah tangan, mengiringi kepergian Faris yang kemudian disusul oleh dua orang teman lainnya. Normalnya kelompok futsal mereka terdiri dari sepuluh orang, tetapi malam ini empat orang berhalangan hadir. 

"Tapi aku amati kamu memang nggak fokus hari ini, Bay. Kenapa?" Rafka melemparkan sebotol Aqua yang ditangkap dengan sigap oleh Bayu.

Bayu meneguk air sebanyak mungkin. Gawangnya yang kebobolan tujuh gol memang bukti tak terbantahkan bahwa permainannya malam ini tidak sebagus biasanya.

"Palingan juga soal cewek," tuduh Gian tepat sasaran. "Ratna?"

"Ratna siapa?" Rafka mengusap sebutir keringat yang jatuh di hidung mancung bengkoknya. "Pacarmu namanya Ayu, kan?"

Rafka dan Bayu bertemu dua tahun lalu di kampus pasca sarjana di Jakarta. Saat itu Bayu sedang mengurus tetek bengek pendaftaran, sedangkan Rafka baru selesai mengurus ujian tesis. Perkenalan singkat mereka menguak fakta bahwa mereka sama-sama alumnus Universitas Duta Yogyakarta meski berbeda fakultas. Usia Rafka sebaya dengan Gian, terpaut satu tahun lebih tua dari Bayu. Setelahnya mereka menjadi akrab dan pertemanan terus terjalin sampai mereka kembali ke Yogyakarta.

"Si bego ini punya gebetan waktu KKN dulu, namanya Ratna, yang kebetulan jadi teacher di PE, karyawanku. Dan cinta lama yang belum kelar itu pun bersemi lagi sekarang," terang Gian mewakili Bayu.

"Kalian selingkuh di belakang Ayu?" tuduh Rafka seraya mengenyakkan diri di bangku besi panjang, di sebelah Gian.

"Eh, Masnya kalau ngomong dijaga. Aku dan Ratna nggak ngapa-ngapain ya. Ratna itu cewek berprinsip, nggak gampangan. Mau aku tembak berkali-kali juga dia keukeuh nolak."

Gian terkekeh kejam. "Kamu ditolak lagi? Kasihan," ejeknya penuh kepuasan.

"Berarti dulu pernah nembak, ditolak. Sekarang nembak lagi, ditolak lagi? Nggak nyangka kamu ternyata golongan manusia gamon, Bay."

Tiga Sisi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang