Yogyakarta, masa kini
Tanpa saling mencari pun kita dipertemukan lagi. To meet again is our destiny, indeed.
Ratna membaca lagi kalimat pesan yang dikirimkan Bayu, lalu melemparkan ponselnya ke sembarang arah di kasur. Bertekad untuk tidak membalas pesan itu, meski berkali-kali dirinya mengambil ponsel dan memandangi foto profil Bayu di aplikasi whatsapp.
Ratna merindu.
Bayu tidak banyak berubah. Potongan rambutnya juga masih sama. Pendek, rapi, tanpa terlalu banyak gaya. Matanya juga masih ekspresif seperti yang Ratna ingat, dengan binar gembira yang memancar. Lalu bibirnya...
Stop! Memikirkan Bayu apalagi bibirnya bukanlah tindakan yang bijak.
Ratna menarik bantal lalu mendekapnya erat di dada agar sedikit meredam detak jantung yang bising bertalu-talu. Memori-memori masa lalu seakan berebut menjejali benaknya dan memenuhi hatinya dengan penyesalan.
Ratna sungguh tidak pernah menyangka dirinya ternyata gampangan. Murahan. Cukup satu pujian cantik dari Bayu, hatinya sudah melambung tinggi ke angkasa, lalu saat meluncur kembali ke bumi ... she fell for him.
Bayu adalah cinta pertamanya.
Rekor Ratna yang tak pernah jatuh cinta selama dua puluh satu tahun, patah sudah. Ratna akhirnya merasakan getaran manis itu. Dia akhirnya merasakan bagaimana jantungnya bekerja lebih cepat saat Bayu berada di dekatnya. Mendadak grogi saat Bayu bercanda dengannya, lalu baper level maksimal sewaktu Bayu memanggilnya 'Mama', yang tentu saja menuai sorakan riuh dari teman-teman KKN mereka.
Ayo, Ma, kita berangkat.
Makan yuk, Ma. Papa lapar.
Mama Sayang jangan capek-capek, biar Papa aja yang cuci piring.Ratna meremas bantal, menahan geram. Bayu itu memang sialan. Seenaknya ngebaperin anak orang padahal dia sudah punya pacar cantik.
Ayu.
Ratna mendesah, teringat kembali momen canggung saat dia bertegur sapa dengan Bayu di kantin tadi. Ratna berharap Ayu tidak melihat keganjilan sikapnya, dan semoga saja wajahnya tidak berubah pucat tadi. Untunglah, Ayu mendominasi percakapan singkat di antara mereka bertiga, dan Bayu pun tidak bisa banyak berkata-kata kecuali beberapa pertanyaan standar antara kawan lama yang baru bertemu. Setelahnya, Ratna cepat-cepat pamit dengan alasan hendak mempersiapkan kelas berikutnya.
Dampak Bayu pada dirinya masih sama.
Suara anak kunci pintu depan yang diputar, terdengar. Fifi sudah pulang. Sebentar lagi pintu kamarnya pasti akan terbuka dengan kepala Fifi menyembul di antara celahnya.
Satu, dua, tiga. Pintu dibuka. Fifi ini tidak mengenal istilah mengetuk pintu. "Rat, keluar gih. Ada Rayhan bawa piza. Lumayan kita nggak usah masak malam ini."
Rayhan adalah kekasih Fifi. Lelaki itu sopan dan kalem. Entah bagaimana dia bisa tahan dengan sifat Fifi yang ceplas-ceplos. Tapi mungkin karena perangai yang jauh berbeda itu, hubungan mereka jadi awet. Seperti kata orang-orang, mereka saling melengkapi.
Ratna masih ingat pertama kali Fifi dan Rayhan bertemu. Kejadiannya di atas bus Trans Jogja, dua tahun lalu. Waktu itu, Fifi dan Ratna hendak hang out ke Hartono Mall dan Fifi tidak sengaja menginjak kaki Rayhan yang sedang tertidur. Rayhan sampai menjerit kesakitan. Sepatu high heels memang semenyeramkan itu. Bayu benar. Tuh kan jadi ingat Bayu.
Ratna bangkit dari tempat tidur kemudian bergabung dengan dua sejoli itu di ruang tamu. Rumah kontrakan ini hanya berupa rumah mungil yang terletak di salah satu gang di kawasan Jalan Gejayan. Rumah bercat putih itu memiliki dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, dan ruang tengah yang difungsikan juga sebagai ruang tamu. Ada sedikit ruang di antara dapur dan kamar mandi yang Ratna dan Fifi gunakan untuk menyimpan sepeda motor mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Sisi
RomantikCinta sejati bukan berarti dia yang datang pertama. Begitulah Bayu berdalih saat mendapati dirinya jatuh cinta pada Ratna, di saat sudah memiliki Ayu sebagai kekasih. Cinta pertama akan abadi selamanya, tetapi cinta pertama itu sering kali jatuh pa...