Satu minggu telah berlalu. Ratna belum bertemu Bayu lagi. Komunikasi di antara mereka juga tidak intens. Dalam seminggu ini Bayu baru menelepon satu kali---video call---untuk menanyakan apakah Ratna benar-benar sudah pulih dari flu atau belum.
Hubungan tanpa status mereka berjalan dengan cara yang aneh. Tidak dipungkiri mereka saling mencintai, tetapi tembok penghalang itu masih ada, dan Ratna tidak tahu cara menghancurkannya. Dia bahkan tidak berani bertanya apakah Bayu dan Ayu sudah resmi putus. Lagi pula, jika menuntut kejelasan, Ratna merasa dirinya tak ubahnya perempuan simpanan yang merengek untuk dijadikan pasangan sah.
Pemikiran itu membuatnya jijik pada diri sendiri.
Maka seperti inilah hubungan mereka. Menggantung.
Hal yang paling membuat Ratna terkejut terjadi di hari Minggu pagi. Seorang tamu yang tak disangka-sangka datang mengunjunginya di kontrakan. Ayu.
Gadis itu tampak secantik dan seceria biasanya, dengan senyum lebar di bibir indah terpoles lipstik merah. Ayu terlihat seolah hidupnya tidak sedang dihantam badai. Fakta yang, entah bagaimana, terasa janggal.
Ratna mungkin lebih bisa mengerti jika Ayu datang lalu menamparnya, menyebutnya penikung, atau sebangsanya. Sikap normal Ayu justru menimbulkan perasaan was-was dan tak enak di hati Ratna. Seakan-akan sesuatu yang buruk tengah menanti.
"A-ayu?" Sapaan Ratna terdengar seperti cicitan seekor tikus yang terkena perangkap.
Ayu tersenyum manis. Tampak natural dan tidak dipaksakan. "Lama nggak ketemu. Udah sembuh?"
"Ya, ya, alhamdulillah."
Ratna meremas tangannya sendiri, gugup. Ini pertama kalinya mereka bertemu setelah hari promotion test minggu lalu. Hari di mana Bayu melemparkan bom itu untuk Ayu.
"Aku bawa brownis Amanda. Semoga suka." Ayu mengangsurkan tas plastik berlogo merek brownis terkenal itu.
Ratna terpaku pada bingkisan yang dibawa sang tamu. Sempat salah fokus sejenak pada kuku-kuku jari Ayu yang dipoles kutek berwarna peach.
"Eh? Oh, ya... thanks," ujar Ratna, linglung, seraya menerima pemberian Ayu.
Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepala. Mungkinkah Bayu tidak menyebut namanya saat berbicara dengan Ayu? Atau jangan-jangan Ayu tahu dan brownis ini sudah dibubuhi racun? Jika Ayu memintanya untuk memakan brownis ini di hadapannya, kemungkinan besar kue cokelat itu beracun. Namun, jika Ayu tidak meminta demikian, artinya brownis ini aman. Sempat terpikir oleh Ratna untuk mengirimkan pesan pada Bayu, menginformasikan tentang kedatangan Ayu. Setidaknya kalau dia mati keracunan, penyelidikan polisi bisa mengarah pada Ayu, tetapi Ratna kemudian menyadari betapa segala prasangkanya berlebihan dan tidak masuk akal.
"Duduk, Yu. Sampai kelupaan." Saking liarnya imajinasi Ratna, dia sampai lupa mempersilakan Ayu masuk.
Ratna meninggalkan Ayu sebentar guna menyimpan brownis ke dalam kulkas. Saat dia kembali ke ruang tamu, Ayu sedang duduk bersilang kaki sambil mengedarkan pandang ke sekeliling, mengamati ruang tamu kontrakan Ratna yang sederhana. Wajah sang tamu otomatis terarah menghadapnya, ketika Ratna muncul dari pintu dapur dengan segelas es sirup di tangan.
"Diminum, Yu."
Ayu menggumamkan terima kasih dan menyesap minumannya. "Hari ini ada kegiatan nggak?" tanyanya setelah meletakkan gelas.
Ratna menggeleng. Dia sendirian di rumah karena Fifi sedang diajak Rayhan ikut piknik perusahaan ke Dieng. "Nggak ada, sih. Mau di rumah aja menikmati hari libur."
Setelah promotion test, para pengajar di Prime English diliburkan satu minggu, sebelum term selanjutnya dimulai. Namun, Ratna segera menyesali kejujurannya. Seharusnya dia berbohong saja dengan mengatakan bahwa hari ini jadwalnya sibuk karena permintaan Ayu selanjutnya sangat aneh dan semakin membuat was-was.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Sisi
RomanceCinta sejati bukan berarti dia yang datang pertama. Begitulah Bayu berdalih saat mendapati dirinya jatuh cinta pada Ratna, di saat sudah memiliki Ayu sebagai kekasih. Cinta pertama akan abadi selamanya, tetapi cinta pertama itu sering kali jatuh pa...