Di dalam balutan baju kemeja dan mantel yang kedodoran yang dikenakan Beatrix, di dalamnya tetaplah tubuh seorang perempuan. Jalan yang bersalju itu menusuk telapak kakinya. Di saat yang lain memakai sepatu boot termasuk Patris, hanya dirinya yang memakai sepatu kulit lembu yang pendek semata kaki. Membuat rasa dingin merayap di kakinya, melumpuhkan raganya.
Beatrix mengutuki dirinya karena memutuskan untuk ikut ke Belanda. Dia berpikir, kalau seandainya dia pergi ke Belanda, dia tidak perlu setiap hari ketakutan oleh kekejaman dan kebrutalan bangsa Jepang. Namun, sekarang keadaan berbalik seratus delapan puluh derajat. Bukan ketenangan yang didapat melainkan rasa cemas dan takut karena dirinya terjebak di negara yang dikuasai negara lain. Nasibnya sekarang memaksa dirinya bergabung dengan sekelompok pria dan menenteng kotak pengobatan yang cukup berat.
Pita bergambar palang merah yang awalnya tersemat di lengan Louis berpindah tangan ke lengannya. Topi seperti batok kelapa yang berat dan kebesaran pun melindungi kepalanya. Topi itu bergoyang laksana kepala boneka yang berpegas setiap kali Beatrix melangkah. Setidaknya dia tidak perlu membopong senjata. Namun, memikul tas berisi obat-obatan juga tidak mudah. Tas itu begitu berat berisi peralatan dan bahan habis pakai untuk pertolongan pertama. Bahunya terasa nyeri tertekan oleh tali selempang. Beatrix yakin bahunya sekarang sudah meradang merah. Berulang kali tangan kecil itu memindah serempang bila bahunya terasa pegal, mencari celah lain untuk menumpukan tali itu.
Dewa melihat raut wajah lelah dari Beatrix. Wajah kusut yang terlipat, semakin dekil dengan keringat yang enggan keluar deras di musim dingin.
"Lucas, bisakah kita berhenti sebentar?Aku rasa petugas kesehatan kita akan pingsan!" seru Dewa dari belakang. Lucas berbalik memeriksa Beatrix yang kacau tampilannya-rambut yang acak -acakan, pipi semerah tomat karena kedinginan, ditambah mantel luar yang kedodoran.
"OK, kita istirahat di ..." Lucas memandang berkeliling, lalu menunjuk sebuah gereja Prostestan yang mangkrak. "situ!"
Mereka berjalan masih beriringan. Lucas memberi instruksi agar Michael menjalankan protap yang seharusnya mereka lakukan sebelum memasuki suatu area, yaitu memeriksa bahwa keadaan aman sebelum memasukinya. Mike menyisir bagian kanan sayap gereja, sedang Louis menyisir ke arah sebaliknya. Dengan menunduk dan penuh tatapan curiga, mereka berjingkat seperti kucing hendak menerkam tikus. Tak terdengar. Sementara Lucas dan Brian yang berada di depan beserta anggota barunya untuk berjaga, masih memasang kewaspadaan yang tinggi. Namun tidak dengan Patris, dan Beatrix yang hanya ikut-ikutan waspada tanpa tahu apa yang harus diwaspadai.
"Kalian!" dengkus Dewa saat yang lain waspada, Beatrix justru jongkok mendekap lututnya. Sementara, Patris malah sibuk dengan tasbihnya. Kedua orang itu memang tidak pernah bertempur.
Beberapa menit kemudian, Louis melapor menyatakan bahwa kondisi aman terkendali. Lucas memberikan isyarat lambaian tangan ke atas untuk segera masuk. Badan Beatrix terasa beku. Sendi-sendinya kaku karena terpaan hawa dingin yang menghinggapi tubuhnya.
"Ayo!" sergah Dewa dengan sedikit melotot. Beatrix hanya mendongak saja. Dengan pandangan memelas dia meminta belas kasihan.
"Kumohon, kamu laki-laki, bukan?!" Dewa terdengar tidak sabar. Dewa memijat tengkuknya karena jengkel. Kedua laki-laki yang ikut bersamanya sungguh tidak dapat diandalkan. Yang satu manja, yang satu gugup memegang senjata.
Beatrix berjalan tertatih mengikuti Dewa di belakang. Begitu masuk ruangan gereja, badannya sedikit nyaman karena terlindung dari tiupan angin dingin. Beatrix menjatuhkan kotak P3K-nya dan tas yang setia digendong. Didudukkannya pantat yang kurang berlemak untuk mengistirahatkan otot letihnya. Beatrix memijat-mijat betisnya, berupaya melancarkan peredaran darahnya.
Dewa duduk di sebelah Beatrix. Punggungnya tegak menyandar dinding, dengan mata elang masih menatap waspada ke segala penjuru. Bola matanya bergulir di setiap sudut ruangan sampai mendapati sepatu yang dikenakan Beatrix. Badan Dewa tertarik menghadap Beatrix yang masih sibuk menekan otot kaku di kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nederland (Completed)
Historical FictionDewa Pamungkas, seorang gerilyawan yang terdampar di negeri Belanda. Terpisah dari kekasih yang akan dinikahi, membuat Dewa harus bertahan untuk memenuhi janji kembali di Indonesia. Beatrix Van Der Beek, gadis Belanda berdarah Yahudi yang menyembuny...