🇳🇱20. Big Secret🇳🇱

666 115 17
                                    

Nederland up lagi..

Happy reading😘

♥️♥️♥️

Oliver membuka pintu membuat semua yang ada di situ menganga lebar. Wajah mereka canggung dan tak bisa menutupi keterkejutan. Terlebih Beatrix, wajahnya memucat. Oliver mengurai senyum, tidak bereaksi. Dewa yakin, Oliver pasti mendengar percakapan mereka!

"Deo, bagaimana kabarmu?" Beatrix tidak bisa merangkai kata. Dia hanya menarik bibir. Tenggorokannya tiba-tiba kering.

"Dia sudah sembuh!" Patris menjawab bagi Beatrix. Sementara Dewa belum pulih dari keterkejutannya. Sorot matanya mengerling ke arah Oliver penuh kecurigaan.

"Kamu lemah sekali, Deo. Hanya tercebur begitu saja sakit!" komentar Oliver menempatkan pantatnya di sebelah Dewa.

"Memang kamu tidak pernah sakit, Oliver?" cibir Dewa. Oliver terkekeh. Patris menatap kedua pemuda itu. Ada siratan kekhawatiran di mata Patris, takut pembicaraan mereka akan didengar oleh Oliver. Berharap dalam hati, semoga kekhawatirannya itu tidak beralasan. Melihat dari ekspresi Oliver, Patris yakin tentara itu tak mendengar apa yang dibicarakan.

***

Dewa hari ini membantu Tuan Sneijder ke kebun anggurnya. Bersama anjing mereka—Beatrix—Dewa dan Tuan Sneijder berangkat sejak pagi. Sementara Patris, diminta mengantar Nyonya Sneijder menuju ke pusat kota. Dewa sedikit was-was karena mengetahui bahwa Beatrix berdua dengan Oliver saat mereka tinggalkan. Bagaimana pun Oliver adalah tentara SS yang terkenal keji.

"Deo, aku mau ke markas dulu. Kamu tidak apa-apa aku tinggal?" tanya Oliver dari ambang pintu sambil memasukkan kancing pergelangan lengan kemejanya pada lubang.

"Aku sudah lebih baik. Lakukan saja apa yang menjadi tugasmu!" jawab Beatrix, masih berbaring di tempat tidur. Melongok begitu saja ke arah Oliver berdiri. Oliver memicingkan matanya, memastikan bahwa 'lelaki' itu baik-baik saja. Dewa sudah meminta Oliver untuk menjaganya. Mengingat pesan Dewa itu, Oliver menganggap sikap Dewa terlampau berlebihan, karena menganggap adiknya adalah lelaki lemah.

Mendapati persetujuan Beatrix, Oliver bergegas turun. Pemuda itu berangkat ke markas dengan menggunakan sepeda. Udara pagi pada pukul 8 pagi masih dingin. Cahaya matahari yang menyorot sedikit memberikan kehangatan yang membuat suasana hati pemuda itu cerah. Sesampai Oliver di markas, ia sudah disambut oleh anak buahnya. Oliver memasrahkan begitu saja sepeda utnuk diparkirkan di tempat khusus dan segera masuk ke dalam gedung. Gedung itu awalnya gedung desa setempat yang diambil lagi sejak Jerman menguasai Belanda.

Oliver menempatkan diri di belakang meja kerjanya. Memandang tumpukan kertas di meja baginya lebih baik daripada mendapati tumpukan mayat di kamp konsentrasi.

Tiba-tiba Oliver teringat akan sesuatu. Pria itu merogoh sebuah cincin dari saku celananya. Sebuah cincin yang ditemukan di atas wastafel kamar mandi, pada hari saat ketiga tamu keluarga Sneijder datang. Star of David terukir di cincin tembaga itu. Memberi tahu dirinya bahwa pemiliknya adalah seorang Yahudi. Diputar-putarnya cincin kecil itu. Diameternya pas melingkar di jari kelingkingnya. Memberi pemahaman pada lelaki itu bahwa pemiliknya adalah seorang perempuan.

Perempuan? Siapa di rumah itu yang seorang perempuan? Hanya Nyonya Sneijder yang perempuan di rumah itu.

Alis mata Oliver mengerut. Menggigit bibir merah di atas bulu yang sudah mulai lebat di dagunya. Sekeras apapun Oliver berpikir, tak mampu menemukan siapa pemilik cincin itu.

Bagaimana kalau salah satu dari mereka bertiga yang merupakan keturunan Yahudi? Patris? Tidak mungkin! Dia seorang biarawan Katolik Roma. Dewa? Tidak mungkin juga! Wajahnya khas orang Asia Tenggara.

Nederland (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang