🥣19. Sup Krim Rasa Persahabatan🥣

654 122 34
                                    

Nederland up lagi...
Jujur nulis nederland agak tersendat...
Dee sedikit susah ngumpulin feel persahabatan dewa, beatrix, patris dan oliver...
Jadi sabar ya...

Kasih semangat dong dengan vote dan komennya..

Selamat membaca

🇳🇱🇳🇱🇳🇱

Pagi itu Dewa membantu Nyonya Sneijder melakukan pekerjaannya di dapur. Nyonya rumah itu dengan sabar memberi instruksi pada Dewa cara membuat sup krim lezat untuk sarapan pagi ini. Setelah mengupas semua kentang dan mencucinya. Nyonya Sneijder memotong menjadi beberapa bagian agar lebih cepat lunak saat direbus. Dewa memasukkan potongan berwarna kuning itu pada air mendidih yang bergolak. Potongan kentang itu menari seiring dengan tekanan air yang melambungkan buah itu dari dasar panci, merebus untuk melunakkan daging kuningnya.

Sambil menunggu beberapa saat, Nyonya Sneijder menyajikan secangkir teh hangat untuk menghangatkan badan mereka. Udara pagi di Leiden saat itu sungguh dingin menusuk ke tulang. Membuat wanita tua itu sering meringis apabila harus bersentuhan dengan air karena tulangnya terasa ngilu.

Dewa menerima cangkir yang disodorkan di hadapannya dan menangkupkan telapak tangan pada permukaan luar cangkir. Sensasi hangatnya merayap di telapak membuat nyaman raga Dewa. Dewa mengangkat cangkir itu dengan kedua tangan. Menghirup dalam uap hangat perlahan dan menyeruputnya hingga suaranya memenuhi dapur.

Kehangatan cairan itu mengalir dari mulut, menuju ke lambungnya memberi kenyamanan di perut. Nyonya rumah itu begitu baik menampung mereka, orang asing yang bukan siapa-siapa. Tak memiliki ikatan darah, dan satu kebangsaan.  Orang Belanda yang dicap sebagai penjajah itu memberikannya tumpangan, memberi dia makan, menyuguhkan minuman hangat. Sungguh hal itu menampar Dewa.

Dewa terlalu menyamaratakan apa yang dilihatnya. Pada dasarnya orang yang dicap penjajah itu sama juga manusia yang masih mempunyai hati. Mereka hanya menjalankan profesinya bekerja pada pemimpin bangsa yang ingin menguasai bangsa lain. Bila diingat ada juga sebangsanya yang juga lebih jahat. Semena-mena memperlakukan bangsanya sendiri demi jabatan dan kekuasaan. Para petinggi yang diberi kuasa memerintah sekelumit daerah, membuatnya merasa menjadi raja kecil. Menekan rakyatnya, untuk menjilat petinggi agar tetap diberi kekuasaan. Dewa mendengus. Miris.

Mata Dewa dibukakan. Semua anggapan negatif itu perlahan sirna. Namun tetap saja, dalam hatinya penjajah yang sangat ia benci bernama Sato Keita. Bukan karena bola timah panas yang pernah bersarang dibahunya, tetapi karena lelaki itu telah membuatnya terpisah dari Himeka Keinan, tunangannya. Itu adalah tindakan yang sangat kejam. Lebih kejam dari membunuh.

Karena rindu itu terasa menyiksa. Deritanya lebih kejam dari lontaran timah panas.

Dewa meletakkan cangkir di atas permukaan meja. Matanya menatap tajam pada wanita yang tengah mengaduk tehnya. Suara denting sendok yang beradu dengan dinding cangkir memecah sunyi.

"Nyonya, anda di sini tinggal berdua dengan Tuan Sneijder?" tanya Dewa mengisi keheningan.

Nyonya Sneijder mendongak, tersenyum. "Betul sekali, Charles, dia anak angkat kami, teman baik Patris sewaktu di panti asuhan. Ia sedang ikut berperang, sekarang. Sementara Stefan dia mengajar di Universitas Leiden."

"Pasti sangat sepi ya, tinggal berdua," cetus Dewa.

"Dulu kami berdua, dan setelah anak-anak besar kembali berdua." Nyonya Sneijder terkekeh. "Tak terasa waktu berjalan sangat cepat.."

Dewa paham. Dewa juga meninggalkan kedua orangtuanya di Magelang untuk ikut pergerakan pemberontakan. Dan kakaknya, Dewi Laksita, tinggal di Kartasoera, mengikuti suaminya, yang juga ikut dalam pergerakan di area Soerakarta. Dewa mendesah. Simboknya yang sudah renta meninggal beberapa waktu lalu. Seandainya Simboknya masih hidup, pasti wanita yang melahirkannya itu bersedih karena tak tahu nasib anaknya yang terdampar di sebuah desa di kerajaan Belanda.

Nederland (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang