Perang dunia merenggut nyawa
Membuat sedih tak terkira
Buat kamu yang suka Dewa..
Jangan lupa vote n komennya..
*yang banyak ya..😆😅🇳🇱🇳🇱🇳🇱Nederland🇳🇱🇳🇱🇳🇱
Beatrix dikuasai oleh rengkuhan Dewa yang mengunci lehernya. Gadis itu hanya menggelepar meminta tolong. Patris membelalak karena kemeja yang dikenakan Beatrix menyibak.
"Sudah, kalian seperti anak kecil saja." Nada suara Patris mencoba biasa, menutupi kegalauan bahwa penyamaran Beatrix akan terungkap. Oliver yang sempat memperhatikan kain bebat di badan itu menjadi buyar perhatiannya karena ocehan Patris. Berpikir kain yang dikenakan itu karena Beatrix mungkin sedang terluka, dan tak memikirkan hal lain.
Patris segera menarik ujung kemeja Beatrix, melerai Dewa dan 'Deo'. Dari ekor matanya dia memperhatikan Oliver berharap Oliver tak menyadari kecerobohan Beatrix. Andai saja Dewa tahu apa yang dilakukannya pada Beatrix, yang seorang gadis, pasti Dewa akan terkejut dan menyesal memperlakukan Beatrix dengan kasar.
Patris mendengkus, memandang Beatrix penuh kasihan. Gadis itu benar-benar dianggap seorang lelaki di depan Dewa. Biarawan itu menaruh iba dan rasa tak percaya, bagaimana Beatrix dengan guratan garis wajah yang terlihat cantik itu tetap Dewa anggap sebagai seorang laki-laki. atau hanya Dewa saja yang bodoh. Matanya seperti sudah dibutakan oleh mantera cinta buta yang dirapalkan oleh tunangannya di Hindia Belanda sana.
Beatrix mengelus lehernya dan menghapus air matanya. Tenggorokannya terasa kering karena tertawa akibat ulah Dewa yang menyerangnya dengan gelitikan di pinggangnya. Peluh Dewa membanjiri dahi. Udara di musim dingin itu tak lagi dirasakannya. Dia mengipas-kipas bagian atas kemeja.
Oliver tersenyum melihat kedekatan ketiga orang itu. "Kalian dekat sekali, ya? Aku iri."
"Hah, mereka selalu berbuat aneh seperti itu," timpal Patris sambil menaikkan sudut bibir atasnya.
"Setidaknya mereka bisa tertawa lepas di saat yang menyesakkan," kilah Oliver.
"Kenapa kamu tidak bisa tertawa? Tertawa pun tidak dilarang," kata Dewa menyeka peluh dengan kain lengan kemeja bagian atas.
"Ya, aku lupa tertawa lepas. Tertawa di mana kita tidak ada tekanan," kenang Oliver. Matanya menerawang jauh ke seberang sungai yang alirannya tenang.
"Kamu tidak bisa menikmati hidup, Oliver," seru Beatrix asal. Dewa mendecih. Seolah yang mengatakan hal itu adalah manusia yang bebas dari masalah. Bahkan masalah yang dihadapi Beatrix itu tak kalah besar dengan apa yang dialami semua orang yang ada di tepi sungai itu.
"Ehm, bagaimana kalau kita bermain?" seru Dewa.
"Dewa, kenapa kamu bersikap kekanak-kanakan?" cibir Patris.
"Patris, kamu tahu anak-anak. Dia bermain tertawa lepas, tak peduli apa yang terjadi pada dunia. Kita terlalu terbelenggu dengan dunia orang dewasa yang banyak berpikir dan banyak cemas." Dewa memulai khotbahnya membuat Patris yang seharusnya berkhotbah hanya melongo menatap Dewa. Beatrix tertegun dan membulat matanya. Sedang Oliver ... tiba-tiba dia bertepuk tangan dan tersenyum membuat perhatian Beatrix dan Patris, beralih kepadanya.
"Hebat kamu Dewa!" Tepukan telapak tangan Oliver membahana, membuat burung-burung yang hinggap di atas pohon terkejut dan mengepakkan sayap menjauh.
"Kamu sehat,Wa?" tanya Beatrix menempelkan punggung tangannya di dahi Dewa. Dewa menepis tangan Beatrix dengan cemberut.
Sialan, aku bicara serius malah dianggap aneh.
"Kalian ini ... aku serius!" Patris menepuk punggung Dewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nederland (Completed)
Tarihi KurguDewa Pamungkas, seorang gerilyawan yang terdampar di negeri Belanda. Terpisah dari kekasih yang akan dinikahi, membuat Dewa harus bertahan untuk memenuhi janji kembali di Indonesia. Beatrix Van Der Beek, gadis Belanda berdarah Yahudi yang menyembuny...