💓37. Janji💓

663 128 43
                                    

Januari 1945

Hari-hari di kamp dilalui Beatrix dengan membantu di dapur. Memang sengaja Oliver memilihkan tugas yang tak begitu berat untuk perempuan itu. Selain itu agar Oliver mudah untuk mengawasi karena Beatrix akan selalu berada di satu tempat.

Seperti malam sebelumnya, malam ini Beatrix bertemu Oliver di gudang belakang kamp. Oliver akan memberikan roti dan sedikit keju untuk bisa dimakan oleh gadis yang sudah resmi menjadi kekasihnya.

"Temui aku tiap malam, di belakang gudang"

Oliver sengaja berkencan dengan Beatrix di malam hari beberapa hari setelah mereka ada di sana, karena lelaki itu merasa cemas dengan asupan gizi Beatrix. Bubur gandum berair atau terkadang roti bantat ditemani sop air akan menjadi menu harian mereka.

Dan malam ini, Oliver yang berpakaian tentara SS itu duduk bersandar di dinding luar gudang bersama Beatrix yang bersandar di bahunya. Lengan kekar itu melingkar di pinggang Beatrix di malam dingin di musim itu. Angin tak begitu kencang bertiup, tetapi mampu meniupkan surai lelaki SS itu.

Mereka menghabiskan sepertiga malam dengan bercakap lirih. Kadang mereka hanya memejamkan mata menikmati kebersamaan mereka yang tiap detiknya begitu berharga, sambil Beatrix menghabiskan roti isi daging dan keju yang diberikan oleh Oliver.

"Enak?" tanya Oliver mengamati cara Beatrix melahap dan mengunyah makanannya.

Beatrix hanya mengangguk seraya menggoyangkan kaki kurusnya di permukaan tanah. Baju piyama lusuh yang telah menempel di badan beberapa bulan itu tak membuat keterpukauan Oliver terhadap Beatrix berkurang.

Gadis itu terbatuk karena mengunyah terlalu tergesa. Oliver terkekeh karena sudah hafal dengan kebiasaan makan Beatrix selama di kamp. Lelaki itu sudah menyiapkan susu hangat dalam termos kecil. Oliver segera menuang susu tersebut ke dalam tutup termos dan mengulurkannya kepada Beatrix.

Beatrix menerima dengan segera untuk menggelontorkan makanan lumat di mulutnya yang susah tertelan.

"Pelan-pelan, aku akan memberi banyak makanan kepadamu bila perang usai," kata Oliver.

Beatrix menurunkan tutup aluminium yang masih menempel di bibirnya. Garis putih membekas di sudut atas birai mulut merahnya, membuat Oliver tersenyum geli mendapati penampakan Beatrix.

"Kapan perang itu usai? Mungkin aku sudah mati saat itu tiba." Nada getir berkumandang dari mulut Beatrix.

Hening ....

Oliver menatap tajam wajah Beatrix yang tak lagi terawat. Walau begitu tak dapat menghalangi perasaan Oliver pada gadis itu untuk semakin berkembang.

Desiran angin musim dingin kembali menemani mereka dalam kesunyian malam. Hanya helaan napas keras terdengar dari bibir Oliver.

"Beatrix, dengar!" Oliver menyeka bibir yang bernoda susu putih itu dengan ibu jarinya. "Aku yakin perang akan usai. Saat itu aku akan menggandengmu keluar dari tempat terkutuk ini!" Oliver mengeratkan rangkulan lengan kirinya di pinggang ramping gadis itu, dan mengecup pelipis Beatrix.

Beatrix menoleh, memandang lelaki Jerman yang sangat mencintainya itu. Gadis itu memegang rahang yang berbulu halus. Rahang tegas itu milik seorang pria yang selalu mengarahkan perhatian padanya, yang membuat Beatrix berjanji akan menghapuskan rasa cintanya pada lelaki Hindia Belanda yang bernama Dewa Pamungkas.

"Terima kasih, Oliver!" Beatrix menoleh, membuat wajah mereka saling menghadap.

Manik mata biru Beatrix menangkap semua ekspresi wajah Oliver yang meneduhkannya. Ekspresi yang memuja dan mendamba kepada dirinya apapun kondisinya.

Nederland (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang