🇳🇱12. Oliver Lehhman🇳🇱

639 123 20
                                    

Dewa tersentak, tatkala melihat bayangan seorang tentara berbaju hijau, yang diketahui sebagai salah satu perwira pasukan SS Jerman. Merasa gadis berbaju lelaki itu terancam, Dewa  bergegas berbalik ke luar dari kamar.

"Dewa! Mandilah, kamar mandi akan segera dibersihkan!" seru Nyonya Sneijder.

"Y ... ya." Dewa bingung, antara dia harus ke bawah untuk mengamankan Beatrix, atau mandi.

Melihat Nyonya Sneijder yang menunggunya, mau tidak mau Dewa melangkah masuk lagi, mengambil handuk yang tersampir asal di sandaran kursi. Matanya melirik ke balik jendela. Masih ada Beatrix di situ tampak bercakap dengan Oliver. 

"Aku harus cepat," gumam Dewa.

Langkah Dewa memburu membuat derit di lantai kayu. Cepat-cepat dia membasuh badannya. Air hangat yang mengguyur tubuhnya tidak dapat dia nikmati. Otaknya terpikir, bagaimana kalau Oliver menyergapnya, menanyakan dokumen atau semacam itu yang membuat Beatrix tidak berkutik.

Dewa keluar dari bath tub. Air menetes dari tubuhnya bersatu dengan genangan air yang memang sudah ada di situ. Di depan wastafel, Dewa meraih sikat gigi dan pasta yang sudah disediakan baginya. Tangannya bergerak naik turun secara reflek tanpa diperintah otaknya yang masih terfokus pada sosok 'Deo'. Dewa tidak ingin terjadi sesuatu dengan Beatrix, orang yang menolongnya. Untuk saat ini, cukup itu alasannya.

Diludahkannya busa yang terbentuk dari gosokan pasta dengan sikat pada permukaan giginya. Rongga mulut Dewa sungguh terasa segar. Memberi injeksi semangat untuk menghadapi Oliver. Oliver Lehmann, menurut Dewa adalah orang yang pantas diwaspadai. Bila berhadapan di medan tempur, sosok Letnan Lehmann ini adalah pribadi tangguh yang susah dikalahkan. Sorot mata tajam itu mematikan. Menghipnotis lawannya agar membenarkan fakta bahwa mereka adalah bangsa yang lebih maju. Tatapan itu menumbangkan mental lawan, membuat lawan tersugesti untuk tak mampu menghadapinya. Tak dipungkiri Dewa, badan Oliver yang kekar, membuat Oliver pantas menjadi lawan yang diperhitungkan. 

Aku harus berhati-hati dengan orang itu ....

Kran air terbuka setelah Dewa memutar kran. Dengan menunduk, lelaki itu membasuh mulutnya dan segera mengeringkan tubuh. Baju yang semalam melekat di badannya di pakai lagi, karena hanya itu satu-satunya baju yang dia punya sebelum baju yang selama ini dia pakai kering. Bergegas Dewa segera turun ke lantai satu, masih dengan handuk basah di tangannya.

Begitu membuka pintu yang menghubungkan dengan halaman belakang, Dewa tidak mendapati siapapun di situ.

Di mana mereka? Jangan-jangan Beatrix kedapatan bahwa dirinya orang Yahudi.

Dewa memandang berkeliling dan melihat Tuan Sneijder yang keluar dengan membawa mangkok makanan.

"Tuan, apakah anda mengetahui di mana Deo?" tanya Dewa dengan kata- kata yang mudah dipahami,

Lelaki tua yang sudah bungkuk itu mengernyit. Dengan berjalan tertatih karena kakinya tak lagi bagus menopang badan, dia duduk di bangku taman. 

"Aku lihat, tadi dia disini bersama Beatrix dan Oliver."

"Beatrix?" Nama itu terdengar asing.

"Anjing golden retriever peliharaan kami," terang Tuan Sneijder, "Oliver senang mengajak anjing itu jalan- jalan. Mungkin dia mengajak Deo serta."

Wajah Dewa tampak cemas. dan ekspresi tertangkap di mata tua Tuan Sneijder.

"Sikapmu itu seperti seorang laki-laki cemburu saat kekasihnya berjalan dengan lelaki lain."

Dewa membelalak. Bisa-bisanya Tuan Sneijder beranggapan seperti itu, rutuk Dewa dalam hati.

"Deo adikku. Wajar saja aku cemas." Dewa duduk di kursi kayu di samping tuan rumah yang sekarang membungkuk meletakkan mangkok makanan anjing.

Nederland (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang