Dewa, Patris dan Beatrix mengendap-endap menyusuri jalanan desa. Menurut ingatan Patris, mereka sudah sangat dekat. Dengan menahan kertakan gigi karena dingin yang menyelubungi tubuh ketiganya mereka berusaha secepatnya untuk sampai. Beruntung jalanan cukup sepi dari patroli pasukan.
"Itu dia tempatnya." Patris menunjukkan sebuah rumah dengan arsitektur kuno. Halamannya dibatasi pagar hidup. Sebuah rumah berdinding batu. Dengan pohon rambat di sisi pintunya menambah asri rumah itu.
Beatrix sedikit lega. Gadis itu berharap pelariannya akan segera berakhir. Tak perlu lagi tidur di sembarang tempat seperti gelandangan. Makan layaknya pengemis yang meminta belas kasihan. Beatrix hanya ingin hidup dengan damai. Melihat rumah mungil yang ada di depan, menjadi secercah harapan bagi gadis itu.Seperti biasa Patris memimpin di depan, diikuti Beatrix yang gemetaran dan Dewa yang tetap dengan pandangan siaga. Mereka memasuki halaman yang dipenuhi rumput yang membeku. Suara anjing yang menyalak terdengar dari halaman belakang karena membaui orang asing. Dewa terlonjak kaget.
"Pater, ada anjing," bisik Dewa.
"Memang kenapa?" Dewa sedikit bergidik. Pengalaman digigit anjing sewaktu kecil membuat Dewa memasang anjing di daftar hitamnya.
"Kamu takut anjing, ya?" ledek Beatrix memicing. Dewa dengan jual mahal tak mengakui ledekan Beatrix.
Patris menyudahi percakapan aneh itu. Ia memberi isyarat agar mereka tidak ribut. Dengan sebelumnya mengatur ekspresi, Patris mengetuk pintu depan dengan cukup keras. Mereka menunggu dengan gelisah sampai pintu dibukakan. Patris berdeham mengatur suara yang akan menyapa tuan rumah.
"Selamat malam, Mevrouw (Nyonya) Sneijder?" tanya Patris dengan sopan begitu pintu terbuka bagi mereka. Dari tempat mereka berdiri, terlihat lampu menyala terang menyinari ruangan di dalam rumah. Memberi kehangatan bagi yang tinggal di situ.
"Maaf ... anda?" Wanita yang membuka pintu itu mengamati rombongan kecil Patris.
"Ik ben Patris de Jong (Saya Patris de Jong), saya teman Charles Sneider," terang Patris.
"Patris?" Wanita yang membukakan pintu itu celingak celinguk memandang sekitarnya. Melihat dua orang di belakang Patris yang kedinginan membuat wanita itu kasihan dan mengajak mereka masuk "Mari masuk."
Mereka masuk dengan sungkan-sungkan. Beatrix masih memaku badannya di tempat, membuat Dewa mendorongnya masuk karena sudah kedinginan. Badan yang basah dan air yang menetes membuat becek lantai.
"Adeline, siapa yang datang?" Suara laki-laki menggema di lorong tempat mereka masuk. Matanya membelalak melihat tiga pemuda yang basah kuyup kedinginan.
"Teman kecil Charles," jawab wanita tua itu lalu naik ke lantai dua. "Aku ambilkan handuk dulu."
"Sekalian ambilkan baju Stefan." Pria tua itu bergegas ke dapur. "Aku akan menghangatkan air untuk membuat teh untuk menghangatkan badan kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nederland (Completed)
أدب تاريخيDewa Pamungkas, seorang gerilyawan yang terdampar di negeri Belanda. Terpisah dari kekasih yang akan dinikahi, membuat Dewa harus bertahan untuk memenuhi janji kembali di Indonesia. Beatrix Van Der Beek, gadis Belanda berdarah Yahudi yang menyembuny...