Happy reading <3
¸¸♫·¯·♪¸¸♩·¯·♬¸¸
Jarum jam menunjukkan pukul delapan pagi. Tapi meja makan sudah ramai dengan obrolan para remaja ini.
Pagi ini mereka sarapan bersama. Mulai dari Abi, Aldi, Fadlan, Reza, Maura, Salsa, Clarissa, Ririn, keluarga Fadlan, serta salah satu adik sepupunya yang cantik jelita.
"Fadlan, coba kenalkan Alsya ke teman-teman kamu," perintah Fadli, ayahnya Fadlan.
Fadlan yang sedang menyesap teh manis hangatnya langsung menoleh. Mengangguk sebagai respon.
"Guys! Kenalin, Alsya Anindira. Adik sepupu gue. Dia memang tinggal di vila ini," jelas Fadlan sambil menoleh ke Alsya.
Alsya mengangguk dan tersenyum ramah kepada teman-teman Fadlan. Tapi senyumnya luntur ketika Aldi malah membuang muka.
"Duh, Alsya cantik banget, sih!" puji Reza di depan Salsa. Salsa hanya menatapnya malas. Gini nih kalau pacaran sama buaya parit!
Alsya hanya tersenyum mendengar ucapan Reza. Sudah biasa ia di puji seperti itu. Bukannya mau sombong ya ...
"Hai, Alsya! Gue Salsa, pacarnya Reza!" Salsa ikut memperkenalkan diri, sambil sedikit menekankan kata 'pacar'. Duh, posesif banget, sih, Sal!
"Santai aja kali, Sal! Mana ada yang mau ngerebut tuh buaya dari pawangnya! Hai, Alsya! Kenalin gue Maura." Maura mengulurkan tangannya ke arah Alsya.
"Alsya." Gadis itu tersenyum membalas uluran tangan Maura.
"Gue Clarissa!" Clarissa melambaikan tangannya sebagai tanda perkenalan.
"Gwe Rwirwin!" ucap Ririn sambil berusaha untuk nyengir. Tapi tak bisa, karena mulutnya dipenuhi sandwhich.
"Kunyah dulu!" perintah Abi galak. Lalu tersenyum ketika menatap Alsya. "Kenalin, gue Abi! Panggil sayang juga boleh."
"YEUU!"
"MODUS LO BASI!"
Abi mengumpat ketika di serbu oleh teman-temannya.
"Woy! Udah dong, Alsya sawan nanti ngelihat tingkah liar lo pada!" bela Fadlan.
Alsya hanya menanggapinya dengan tertawa kecil. Ada satu orang yang belum menyapanya pagi ini.
Clarissa selaku pacar yang baik, menyenggol lengan Aldi untuk ikut menyapa Alsya juga.
Aldi sedikit terkejut dan terlihat gugup. "Kenapa?"
"Sapa Alsya dulu." Clarissa berbisik.
Aldi menggaruk tengkuknya yang tak gatal, selalu seperti ini di saat gelisah.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAVER [Completed]
Teen FictionKetika cinta dibiarkan terbagi, di saat itulah hati diharuskan memilih. Jika mereka bagaikan hujan dan matahari, aku selalu butuh keduanya untuk dapat melihat pelangi. Hujan selalu meneduhkanku, membiarkan semua masalahku ikut terhanyut oleh rintik...