"Kehadiran kalian bukan untukku pilih, justru adanya kalian yang melengkapi kurangku. Jangan salahkan bila aku mengecewakan keduanya, mengertilah."
****
"Abi!" panggil Clarissa.
Abi dengan senang hati menghampiri gadis yang baru saja memanggil namanya.
"Pulang sekolah nanti bisa ketemuan di kafe pelangi? Ada yang harus gue bicarain."
"Bisa, mau bareng aja?" tawar Abi.
"Gak, ketemuan aja di sana." Clarissa tersenyum lalu pergi.
Tinggal Aldi! Ya, Aldi. Tapi cowok itu tidak ada di kelas. Clarissa terus berpikir kira-kira di mana biasanya Aldi menyendiri.
Clarissa menjentikkan jarinya, semoga Aldi ada di sana.
Clarissa perlahan menaiki tangga yang ada di gudang belakang sekolah untuk menuju ke rooftop.
Beberapa waktu lalu Clarissa pernah mengikuti Aldi datang ke tempat ini. Meski harus kepergok, sih.
Clarissa mengintip sedikit dan ... yash! Aldi ada di sana. Sekarang tinggal bagaimana caranya agar penyakit gagapnya tidak kambuh seperti kemarin-kemarin.
"Latihan ngomong dulu kali ya?" Clarissa bermonolog.
"Ehm! Aldi, ketemuan yuk di kafe pelangi!"
"Aldi, pulang sekolah ke kafe pelangi, ya!"
"Di, gue mau ngomong, tapi di kafe pelangi!"
Clarissa menggeleng-gelengkan kepalanya. Sulit sekali rasanya untuk membuka obrolan dengan Aldi.
"Ya Tuhan! Clarissa takut gagap lagi!"
Aldi yang sedang menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya, terganggu dengan suara seseorang, lebih tepatnya seperti bisikan.
Apa ada orang lain di sini?
Oh, jangan-jangan penghuni rooftop?
Atau ... arwah penasaran yang bunuh diri dengan lompat dari rooftop ini?
Aldi memicingkan matanya, sepertinya suara itu berasal dari tembok dekat tangga keluar.
Aldi berjalan perlahan mendekati titik asal suara, membawa sebuah balok kayu yang disembunyikan di belakang punggungnya. Untuk berjaga-jaga saja.
Mulai mendekat.
Semakin dekat.
Suaranya semakin terdengar jelas.
"AAAAAAAAAA!"
"KUNTILANAK!"
Keduanya teriak bersamaan karena saking terkejutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WAVER [Completed]
Ficção AdolescenteKetika cinta dibiarkan terbagi, di saat itulah hati diharuskan memilih. Jika mereka bagaikan hujan dan matahari, aku selalu butuh keduanya untuk dapat melihat pelangi. Hujan selalu meneduhkanku, membiarkan semua masalahku ikut terhanyut oleh rintik...