Ketika cinta dibiarkan terbagi, di saat itulah hati diharuskan memilih.
Jika mereka bagaikan hujan dan matahari, aku selalu butuh keduanya untuk dapat melihat pelangi.
Hujan selalu meneduhkanku, membiarkan semua masalahku
ikut terhanyut oleh rintik...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Happy reading <3
¸¸♫·¯·♪¸¸♩·¯·♬¸¸
"Bertahun-tahun aku cari keberadaan kamu," ucap seorang gadis.
"Hampir setiap hari aku berkunjung ke rumah kamu. Berharap kamu balik lagi," lanjutnya.
Aldi menghela napas, menoleh ke arah gadis di sebelahnya.
Saat ini, ia duduk berdua dengan seorang gadis di pinggir danau yang indah. Tanaman bunga yang cantik menjadi penghiasnya.
"Papa kamu nggak pernah setuju sama hubungan kita. Sampai pada saat itu, saat kamu terbaring koma." Alsya menggantungkan ucapannya.
"Aku udah tahu semuanya." Aldi menatap mata Alsya dalam-dalam.
"Aku tahu semuanya bukan salah kamu. Aku cuma sedikit kecewa. Kenapa di saat aku terpuruk, kamu malah nggak ada di sisi aku," ujar Aldi bernada sendu. Ia membuang muka, tak ingin terlihat lemah di hadapan gadis ini.
Alsya pun sama, turut sedih membayangkan kisah masa lalu mereka.
"Sekarang papa udah nggak ada."
Mata Alsya membelalak ketika mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Aldi.
"Maksud kamu?" Alsya bertanya sekali lagi.
"Papa udah pergi, di bunuh sahabatnya sendiri. Hanya karena uang."
Alsya menutup mulutnya, tak menyangka bahwa Aldi telah menjalani hari-hari yang kelam nan tragis tanpa ada kehadiran dirinya.
"Lupain aja. Toh, pelakunya akan membusuk di penjara."
Alsya mengangguk perlahan. Lalu bertanya, "Clarissa itu, siapa?"
Tubuh Aldi sedikit menegak, terkejut mendengar pertanyaan dari Alsya. Haruskah ia berkata yang sejujurnya?
"Clarissa, anak dari orang yang telah membunuh papa," jawab Aldi. Ia harus jujur. Karena yang ia cinta itu Alsya, bukan Clarissa.
Alsya benar-benar tak mengerti dengan permainan Aldi. Kenapa ia malah memacari anak dari orang yang telah membunuh papanya?
"Dengan aku pacaran sama dia, semakin mudah aku menghancurkan keluarganya untuk balas dendam."
Alsya menggelengkan kepalanya. Tidak! Ini bukan Aldi yang ia kenal.
"Jangan kaget, aku seperti ini juga gara-gara kamu. Kamu lebih pilih ninggalin aku cuma karena suruhan papa."
Alsya menatap Aldi dengan nanar. "Kalau bukan karena papa kamu mengancam aku, aku gak mungkin ninggalin kamu. Dia bilang, kalau aku nggak pergi, dia nggak akan mengurus segala perawatan yang kamu butuhkan. Kamu di antara hidup dan mati waktu itu."