『21』кσяυρѕι

1.7K 126 1
                                    


"Yang terdekat bisa menjadi yang paling nekat, juga yang paling mendukung bisa menjadi di penikung."

****

Jika kalian bilang bahwa ia terlihat baik-baik saja, percayalah! Itu hanya sebuah sandiwara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika kalian bilang bahwa ia terlihat baik-baik saja, percayalah! Itu hanya sebuah sandiwara.

Bagaimana perasaan kalian ketika harus dituntut untuk merelakan orang yang kita cintai pada teman sendiri?

Katanya, berbagi itu indah. Berbagi itu beramal. Tapi dalam hal ini apakah dianggap amal?

Ada yang menganggap, ia orang yang mudah melepaskan dan tak mau berjuang.

Tapi apa kalian mengerti? Posisi ini sangat sulit!

Ia lebih terlihat seperti penghalang daripada pejuang.

Kring! Kring!

Dering telepon membuyarkan lamunannya. Abi mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas.

"Halo! Dengan keluarga Pak Arfin?"

"Ya, saya anaknya. Ini siapa?"

"Kami dari kepolisian ingin memberi tahu anda bahwa pak Arfin terlibat dalam kasus korupsi."

Abi mengernyitkan keningnya. "Hah? Gak mungkin, Pak! Ayah saya orang yang jujur! Dia pasti dijebak partner kerjanya!"

"Silakan datang saja ke kantor polisi. Untuk sementara ini, pak Arfin masih harus ditahan. Terima kasih."

"Tapi kan belum tentu ayah saya jadi tersangkanya, Pak!"

"Sudah ada banyak bukti. Anda harus mengerti."

"Ta-tapi, Pak-"

Tut. Sambungan diputus.

Abi kaget setengah mati. Masalah apa ini? Bagaimana bisa begitu tiba-tiba? Laki-laki itu segera menyambar jaketnya yang tergantung di belakang pintu. Tak lupa juga kunci motornya.

"MA, MAMA!" Abi berteriak memanggil mamanya. Panik! Mamanya pasti belum tahu hal ini.

"MA, MAM-"

"APA SIH?" Diana keluar dari kamar dengan masker hitam di wajahnya.

"YA AMPUN, MAMA! CEPAT SIAP-SIAP, IKUT AKU SEKARANG JUGA," perintah Abi.

"Enak aja! Ini baru Mama oles. Masa langsung bilas? Ya gak keliatan dong glowingnya!" Diana tak terima.

Abi menghela napas. "Udah, Ma! Ayo cepat, ini penting!"

"Gak ah! Emang penting banget gitu?"

"Ini tentang ayah, Ma!"

****

"Maafin Ayah, Ma, Bi! Ayah memang melakukan ini. Tapi itu dulu dan baru ketahuan sekarang. Maaf!" Arfin terus memohon maaf pada istri dan anaknya.

WAVER [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang