• fourteen •

1.4K 228 24
                                    

Persiapan untuk meeting dan data yang ada guna pengambilan video iklan nanti sudah dipersiapkan oleh Jennie semuanya. Gadis itu bahkan rela begadang demi mempersiapkan semua ini. Karena Ia, tak ingin lagi mengecewakan Kim Hanbin, apapun itu bentuknya.

Jennie duduk termangu di kursi tunggu gedung ketika Kim Hanbin terus-terusan mondar-mandir dengan ponsel di genggamannya.

Jennie tak berani bertanya. Sebab dari lagaknya saja Kim Hanbin sedang tidak dalam mood yang bagus.

Namun, melihatnya berdiri disana membuat sudut bibirnya tertarik sedikit. Ia tak pernah berubah. Masih menjadi Kim Hanbin yang akan terus selalu menjadi tipe idealnya. Masih menjadi Kim Hanbin yang tampan yang Jennie sendiri rela bila harus disuruh menatapnya seharian.

Jika saja Ia tahu, di dunia ini, dirinya saja sudah cukup. Sangat cukup baginya. Bahkan terlalu cukup untuknya.

Entah bagaimana seorang Kim Jennie yang keras tak bisa berpindah dari pria yang jelas-jelas sudah menemukan pengganti dirinya. Tapi apakah salah jika Jennie masih berharap bahwa pria itu masih mencintainya?

Gadis itu sesekali mengedipkan mata sambil tersenyum gemas mengingat kisah indah antara dirinya dengan Kim Hanbin yang sudah Hanbin lupakan ‘mungkin’ tiga tahun yang lalu. Andai saja waktu dapat berputar.

“Masih waras sekarang?”.

Senyum merekah dari sosok Kim Jennie lenyap begitu saja ketika Ia baru menyadari bahwa Kim Hanbin telah berdiri tepat didepannya, menghalangi matanya memandang ke arah depan.

Gadis itu menatap ke atas secara perlahan, menemukan sosok Kim Hanbin dengan wajah menyeramkan itu tengah mendelik ke arahnya.

Cepat-cepat Kim Jennie bangkit untuk membungkukkan badan meminta maaf, “maafkan aku, Presdir. Aku hanya melamun sebentar”, ujarnya meminta maaf.

Hanbin diam. Menatap Kim Jennie yang masih menekuk sambil sesekali mencuri pandang ke arahnya.

“Apa yang kau lamunkan?”. Pertanyaan dari sang Presdir itu sukses membuatnya bungkam.

Aku melamunkan kenanganku bersamamu. Kenangan indah kita. Dimana kau selalu perhatian dan tak pernah bersikap dingin padaku. Tak pernah sekalipun membuatku merasa tersudutkan oleh sikapmu. Bahkan memikirkan untuk melakukannya saja aku yakin kau tak sanggup”.

Namun kata yang keluar hanyalah, “tidak, Presdir. Aku... hanya... melamunkan tentang Seungwan yang bilang bahwa Dia tiba-tiba membelaku di depan semua orang. Aku salah karena menganggapnya ramah karena kukira Ia tak pernah punya teman. Ternyata Seungwan adalah gadis yang tulus dan suka menolong”. Jennie benar-benar minta maaf karena harus menyeret nama Seungwan dalam masalah ini. Gadis yang malang.

Hanbin kembali bergeming ketika menemukan Jennie yang ikut menekuk akibat tak mendapatkan respon apapun dari sang Presdir.

Pria itu berbalik, mulai melangkah menuju mobil yang sudah terparkir disana selama beberapa menit untuk menjemput mereka. Belum jauh, Jennie dapat dengan jelas mendengar desis pelan dari presdir tersebut, “perangainya tak pernah berubah”.

Jennie terdiam membisu ditempat. Entahlah, tapi entah mengapa rasanya sedikit pilu mendengar hal tersebut dari Kim Hanbin. Bahkan dari intonasi pengucapannya saja sudah tidak enak. Apa Jennie harus berekspetasi bahwa ucapan Hanbin barusan adalah pujian untuk dirinya?

Hey, tak mau kusebut anak kecil, kan karena harus aku instruksikan dulu untuk masuk ke mobil? Bawa semua barangnya!”, perintah Kim Hanbin dengan tegas, membuat Jennie langsung terbuyar. Kembali membungkukkan badan untuk meminta maaf dan segera menyeret beberapa koper dan barang. Ia benar-benar sudah terlihat seperti kurir pengantar paket karena tangannya sudah penuh oleh barang-barang Kim Hanbin.

Back To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang