• twenty six •

1.3K 233 17
                                    

Lampu pijar dari ruangan luas itu sudah menyala dari tadi. Sudah hampir pukul 10 malam. Dan Kim Jennie berhasil menyelesaikan tugasnya dalam sehari. Tugas yang cukup banyak. Dan cukup melelahkan untuknya.

Namun, ada hal aneh yang terjadi dengan seorang Kim Hanbin hari ini. Dia benar-benar menunggu Kim Jennie mengerjakan semua tugas yang Ia berikan. Padahal jam untuk pria itu pulang harusnya sudah sekitar dua jam yang lalu.

Gadis itu mulai mematikan laptopnya saat file yang ada sudah Ia salin untuk dicetak. Gadis itu menatap Kim Hanbin yang sudah menyenderkan badannya di punggung kursi kerja. Ia tertidur.

Tugasnya belum sampai disini. Gadis itu harus segera mencetak tugas dan memberinya kepada Kim Hanbin.

Sebelum benar-benar pergi menuju ruangan cetak, Kim Jennie menatap sebentar wajah indah dari pria yang sudah tiga tahun resmi menjadi mantan kekasihnya itu.

Menatap bagaiamana indahnya bentuk hidungnya yang layaknya sebuah ukiran. Matanya yang tertutup dan bibir merah mudanya.

Kim Jennie terkesima. Ia tak pernah bisa berhenti mengagumi Kim Hanbin. Apapun yang ada di tubuhnya akan selalu Ia kagumi.

Ia, ingin memiliki pria itu lagi. Sungguh.

Menyadari pergerakan kecil Kim Hanbin ketika dirinya baru akan ingin menyentuh hidung indah itu, Kim Jennie langsunh tersentak. Bertingkah seolah baru saja ada nyamuk yang tengah mengerubungi kepalanya.

Gadis itu kembali melirik Kim Hanbin yang sudah merubah posisinya. Tak ingin tertangkap basah, gadis itu segera berlari keluar ruangan sebelum Kim Hanbin benar-benar bangun. Mencoba memelankan langkah ketika dirinya telah sampai di depan pintu. Menutup rapat pintu tersebut dan keluar dengan perasaan lega.

Benar saja. Di jam segini, sudah pasti kantor akan sangat sepi. Hanya akan ada beberapa orang yang masih bisa gadis itu lihat eskistensinya. Dan dirinya kini masih mengenakan pakaian yang sama.

Benar-benar, Ia tak akan mau lagi nekad untuk menyelinap ke ruangan Kim Hanbin di pagi buta seperti tadi. Itu hanya akan kembali memperburuk reputasinya.

Jennie sampai di ruangan cetak dengan selamat, meski keadaan kantor terasa sedikit mencekam karena keadaan yang sudah sangat sepi.

Gadis itu mulai menghidupkan komputer. Menyambungkan usbnya dan segera mencetak bahan dan tugas agar pekerjaannya cepat selesai.

Cukup banyak. Ada sekitar 30 halaman yang harus di cetak dan gadis itu harus berdiri seperti orang bodoh demi menunggu mesin pencetak tersebut mencetak sebanyak 30 kertas.

Keadaan malah terasa semakin mencekam ketika dirinya mulai mendengar suara-suara yang entah darimana asalnya.

Mengapa jadi horor begini?

Gadis itu berusaha untuk bersikap tenang. Tak ingin membuat keadaan semakin rusuh karena membiarkan rasa takutnya mengelabui dirinya.

Hingga...

Hey!”.

Terasa sesuatu kini menyentuh bahunya. Terasa sangat hangat. Membuat gadis itu harus sedikit berteriak karena kaget.

Refleks Kim Jennie langsung memukul entah apa yang kini berada di belakangnya itu.

“Sial! Mengapa kau memukul perutku!”, erangan kecil terdengar.

Bagus, itu Jaebeom dengan dua cup minuman di kedua tangannya. Masih mengerang kesakitan akibat Kim Jennie yang baru saja menghadiahinya sebuah tinjuan yang tak disengaja.

Gadis itu memutar mata, “Kau?!”.

Ia mulai berdecak melihat Jaebeom yang mulai menaruh dua minuman itu untuk sedikit mengelus perutnya.

Ya! Karyawan sialan! Aku bermaksud baik datang kesini untuk membawakanmu minum. Kau malah memukulku? Aku tak mau mengatakan ‘enyahlah kau’”, Jaebeom mulai ngelantur tidak jelas dengan ucapannya.

Kim Jennie mulai berdiri. Melihat kondisi pria itu dengan setengah hati. Walau mengakagetkannya, tetap saja Ia bersalah disini.

“Jangan terlalu berlebihan! Apa masih sakit?”, tanyanya.

Jaebeom hanya berdecak, “akan terus sakit kalau tak kau obati!”.

Jennie mulai mencibir pria itu, “kau mencoba merayuku, kan? Dasar COCEO buaya!”, semburnya membuat Jaebeom hanya menatap sebal gadis itu.

Dirinya mulai mengambil kembali dua cup minuman yang tadi sempat Ia taruh diatas meja, menyerahkannya kepada Kim Jennie dengan wajah kesal, “aku melihatmu berjalan kesini dan sudah jam 10. Untung aku baik mau membawakanmu minuman karena kau lembur!”, pria itu lagi-lagi mulai berdramatisi. Benar-benar pemimpin yang kekanak-kanakan.

Semakin mulas mendengar ocehannya, Kim Jennie dengan setengah hati mulai mengambil satu cup minuman tersebut. Menatap jengan Jaebeom yang malah sialnya kini tengah tersenyum seram layaknya seorang psikopat.

“Mengapa kau tersenyum seperti itu?”, omelnya lagi.

“Apa lagi yang kau lakukan dikantor jam segini? Seluruh karyawan sudah pulang. Seharusnya kau juga sudah pulang dari tadi! Dan yang paling memalukan adalah kau tak mengganti bajumu. Dasar jorok!”.

Gadis itu mulai menatap Jaebeom tak percaya. Sejak kapan rupanya pria ini mulai terang-terangan mengkritik seorang Kim Jennie.

“Apa kau merasa terganggu bila berpakaian seperti ini, huh? Aku masih melaksanakan tugasku dengan baik, kok”, Jennie benar-benar pantang menyerah untuk menjawab segala macam teguran yang diberikan oleh Jaebeom kepadanya.

Perangainya memang benar-benar berbeda jika teguran itu disampaikan oleh Kim Hanbin. Mungkin saja Ia sudah mati kutu tanpa perlawanan apapun.

Jaebeom mulai menarik nafas. Mengeluarkannya secara perlahan sembari menatap eksistensi wanita dengan balutan hoodie yang tudungnya kini telah menutupi kepalanya itu.

“Baiklah, karena kau unik dan aku menyukaimu. Jadi akan aku iyakan segala perkataanmu”.

Jennie bergeming. Terdiam sejenak dengan apa yang baru saja diucapkan seorang Park Jaebeom dengan lantang dan tanpa beban itu.

Park Jaebeom menyukai dirinya?

Bertepatan dengan itu pula mesin cetaknya berhenti. Jennie cepat-cepat menyusun kertas-kertas tersebut. Segera pergi dari sana tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun untuk merespon ucapan Jaebeom yang Ia anggap hanya sebuah lelucon itu.

Gadis itu segera pergi,

Dan kembali menabrak seseorang tepat ketika dirinya membuka pintu.

Harus berapa kali lagi aku akan menabrak makhluk-makhluk di kantor ini?”, sungutnya dalam hati. Membulatkan mata ketika mengetahui siapa yang baru saja Ia tabrak itu ketika deheman keras keluar darinya.

Ah, Hanbin. M--maksudku, Presdir. Maaf. Aku baru mencetak tugasnya. Sudah selesai”, gadis itu langsung menyerahkan 30 lembar kertas yang bahkan belum Ia satukan dan Ia jilid itu.

Ia kembali menekuk karena dirinya tahu pasti Kim Hanbin tengah menatapnya sinis saat ini.

“Jilid semuanya di ruanganku sekarang”, perintah pria itu lagi dengan suara datar.

Kim Jennie hanya mengangguk, bersegera pergi untuk menyelesaikan tugasnya.

Sementara Kim Hanbin masih berdiri di posisi semula, tengah menatap Jaebeom yang dengan tidak tahu malunya malah tersenyum sembari melambaikan tangan layaknya anak kecil.

Tatapan tak enak pria itu berakhir ketika dirinya memutuskan untuk ikut pergi dari sana.

|||

hayuu ramaikan to make me feel better :)

uvu❣

Back To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang