• fifteen •

1.4K 225 82
                                    

Keadaan kamar yang Ia huni sendiri itu sunyi senyap. Tak memberikan ketenangan apapun dalam jiwanya. Hanbin hanya berdiam diatas kursi. Memainkan sebuah bola tenis dan sedikit menggelindingkannya kesana kemari di atas meja sambil memangku pelipisnya dengan ujung jari.

Pria itu terdiam sebentar. Mengalihkan pandangannya kepada beberapa buah berkas yang tergeletak diatas meja dengan tatapan malas.

Hanbin menaruh si bola tenis, meraih berkas-berkas yang dimasukkan dengan rapi di dalam sebuah map biru lalu membukanya. Menemukan beberapa kertas dengan tulisan-tulisan hasil kerja sang karyawan yang masih berumur sangat muda di perusahaan itu. Kim Jennie.

Sedikit salut. Karena Ia dapat menyelesaikan deadline yang sempit seperti ini. Padahal karyawan-karyawan sebelumnya akan terlambat mengirimkan berkas karena tak mampu lembur. Namun gadis itu. Ia melakukan semua ini seakan tak ada hari esok.

Tak ingin melanjutkan pemikirannya tentang sang karyawan baru, Kim Jennie, pria itu segera menutup map tersebut dan menaruhnya di tempat semula. Terlihat kembali mengalihkan pandangannya kala Ia menemukan layar ponselnya yang tiba-tiba hidup.

Tak berniat untuk memeriksa, tapi Kim Hanbin tak memiliki pekerjaan apapun malam ini. Apalagi yang harus Ia lakukan?

Segera pria itu meraih ponselnya. Menemukan satu buah pesan dan Kim Yongsun secara berenteten sebanyak tiga pesan.

Pria itu sedang tidak dalam mode ingin membaca. Tapi tuntutan karena Ia tak punya pekerjaan lain.

Secretary Yongsun

Secretary Yongsun : Hanbin-ssi.
Secretary Yongsun : Kau sudah tidur?
Secretary Yongsun : Kuharap tidurmu cukup malam ini
Secretary Yongsun : Aku telah melakukan pekerjaan dengan baik hari ini.
Secretary Yongsun : Kuharap kau bangga padaku

Hanbin membaca lima pesan beruntun itu tanpa memberikan ekspresi apapun. Membekukan tangannya yang nampak tak berniat untuk mengetik pesan baru untuk dikirim kepada sekretaris pribadinya itu.

Hingga beberapa detik kemudian, layarnya berganti. Kim Yongsun kini menelefonnya dengan lancang.

Kim Hanbin hanya bisa menghela nafas. Menarik tombol hijau pada layar ponselnya hingga terdengar suara dari arah seberang.

“Hanbin-ssi!! Akhirnya kau mengangkat telefonku juga. Kupikir kau tak akan mengangkatnya karena kutahu kau pasti sangat sibuk”.

Hanbin yang hanya melekatkan ponselnya didaun telinga itu tak menggubris antusias Kim Yongsun hanya karena dirinya mengangkat telefon dari wanita itu.

Kau sampai dengan selamat, kan? Kuharap kau akan beristirahat dengan cukup karena akan banyak pekerjaan yang harus kau kerjaan. Jangan sampai sakit, ya. Aku tak akan segan memarahimu walau kau tak akan menggubrisnya. Semua orang tahu bagaimana...”

Hanbin bergeming sejenak mendengar ocehan wanita yang berstatus sebagai sekeretarisnya itu.

Mengapa pikirannya jadi melayang kemana-mana seperti ini?

Pria itu bahkan tak memberikan ekspresi apapun. Tangannya terlihat lemas. Ia tak menyadari bahwa memorinya telah terbang kepada kejadian yang terasa persis seperti sekarang ini.

...

“Kau jangan sampai sakit! Aku tak akan segan memarahimu. Aku tak peduli kalau kau akan ikut memarahiku atau tak menggubrisku. Tapi aku hanya ingin kesehatanmu. Kesehatanmu yang terbaik”.

Back To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang