#57
Maa yaf'alullohu bi'azaabikum in syakartum wa aamantum, wa kaanallohu syaakiron 'aliimaa.
"Allah tidak akan menyiksamu jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 147)
SAB'ATUN WA KHAMSUUNA:
Maaf. Maaf, bidadari.
KEKASIH UNTIL JANNAH.
57. Kenapa Dengan Rafardhan?
Pagi-pagi sekali Rafardhan sudah bersiap untuk pergi. Jadwalnya hari ini adalah pergi ke luar kota untuk masalah pekerjaan. Sehabis shalat subuh, Shafiyah menyiapkan semua perlengkapan suaminya itu, bahkan dari sore kemarin. "Mas jangan terlalu kecapean, ya? Jangan telat makan, banyak-banyak minum air putih, sama istirahat yang cukup." Shafiyah mengingatkan suaminya itu sambil memakaikan dasi untuknya.
"Siap, istriku."
Sudah tidak aneh memang jika Rafardhan sering pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaannya. Bahkan tak jarang juga, Rafardhan sering ke luar negara untuk tetap bisa menafkahi keluarga kecilnya itu.
Menjadi Rafardhan tidaklah mudah. Setelah menikah pun Rafardhan masih harus membiayai urusan Hera dan Nara yang semakin besar, juga anaknya Ilham yang semakin tumbuh. Belum lagi, biaya Asyraf di Mesir. Rafardhan harus mempertanggung jawabkan semuanya. Itu kenapa Rafardhan harus bekerja keras agar ia tetap bisa membahagiakan orang-orang yang tersayang.
Biasanya Rafardhan pergi ke luar kota selama beberapa hari. Untuk kali ini, Rafardhan tidak akan pergi lama-lama. Katanya nanti sore atau malam juga dia akan sampai lagi di Jakarta. Soalnya kali ini Rafardhan perginya ke Bandung.
Rafardhan memegang kepalanya, "Duh, pusing,"
Tentu saja Shafiyah langsung siaga. Dengan segala bawelnya Shafiyah menuntun Rafardhan untuk duduk di tepi kasur. "Astaghfirullah! Tuh kan untung masih di sini. Batalin aja ya? Nanti aku bilang ke Mas Ajil! Sekarang tiduran dulu, bentar lagi kita ke dokter. Oke?"
Ketika Shafiyah hendak mengambil ponsel untuk menghubungi Mas Ajil ataupun Mbak Shita, tangan Rafardhan menahannya dengan senyuman jailnya. "Cieee..., khawatir, ya? Serius amat, Buk." Lalu, Rafardhan terkekeh.
"Ya iya lah khawatir," seru Shafiyah. Kemudian tangannya memegang kepala Rafardhan pelan-pelan. Ia masih belum menyadari kejailan dari suaminya itu. "Kepalanya sakit, ya? Bagian mana yang sakit, hm?" tanya Shafiyah begitu lembut. Sembari di usap-usap pelan, tangan Shafiyah membawa kepala Rafardhan ke dalam dekapannya.
"Iya nih, kepalaku berat banget, bidadari. Ini tuh effect kalau aku mau jauh bidadari, pasti kepalaku berat. Kepalaku aja tau kalau jauh-jauh dari bidadari itu berat," ujarnya ngaco.
"Iiiiissh, serius, Mas." Shafiyah cemberut, sedangkan Rafardhan malah tertawa.
"Pagi-pagi gini ada yang udah ketipu, nih," ledeknya dengan tangan yang mencolek hidung Shafiyah.
"Ketipu nih, ye?" Rafardhan cengengesan.
"Iiiiiissh! Sebel ah!" Shafiyah memasang wajah cemberut lagi. Dia ini, mau pergi, juga. Masiiih aja jailin istrinya.
Melihat bidadarinya cemberut, tentu saja Rafardhan tidak akan diam. Memeluk Shafiyah, di kecup pipinya singkat sambil berujar, "Jangan cemberut kayak gitu, dong. Kalau bidadari cemberut terus aku enggak pergi-pergi nih,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih Until Jannah
Espiritual[Completed] Jika tahu bukti cinta itu dengan pernikahan, lalu kenapa harus menjatuhkan hati sebelum akad dimulai?