#64
Wa likullin darojaatum mimmaa 'amiluu, wa maa robbuka bighoofilin 'ammaa ya'maluun.
"Dan masing-masing orang ada tingkatannya, (sesuai) dengan apa yang mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 132)
ARBA'ATUN WA SITTUNA:
Jangan mengeluh. Apapun yang datang ke dalam kehidupan, itu datangnya dari Allah. Jika ingin marah, redamkanlah dengan kalimat-kalimat Allah.
KEKASIH UNTIL JANNAH.
64. Manusia Yang Tidak Diinginkan.
Pluk!
Daffa terbangun dengan mata memerah. Dilihatnya Zidan sedang berdiri di samping ranjangnya dengan gayanya yang sok jagoan. Dia melemparkan sebuah kertas yang digumpal olehnya ke wajah Daffa yang sedang tertidur nyenyak.
"Ente udah pulang? Bukannya ente cuti empat hari? Ko udah pulang?" tanyanya beruntun, lalu duduk di tepi kasur. Meskipun dia sudah mempunyai istri, tapi Zidan lebih sering bermain di apartemen Daffa. Mengobrol-ngobrol. Daffa masih tinggal di apartemen karena rumahnya yang sedang dibangun belum selesai.
"Gimana? Dia setuju, kan? Mau nikah kapan?"
Baru saja bangun, kesadarannya belum terlalu pulih lalu Daffa disuguhi pertanyaan beruntun yang membuat jantungnya berdebar sesak. Daffa mengucek-ngucek kedua matanya lantas menghembuskan napas dalam.
Daffa tersenyum kecut meski di dalam hatinya ada goresan yang begitu dalam saat ingin mengutarakan semuanya. "Dia udah punya suami, Zid."
Secara spontan kening Zidan berkedut. "Serius ente?"
"Ya masa ane bohong sih, Zid?" timpalnya, lalu beranjak dari kasur menuju kulkas. "Dia juga udah punya anak satu," ceritanya sambil menuangkan air dingin ke dalam gelas.
"Keluarga dia harmonis. Dia bilang...," tenggorokan Daffa tercekat saat ingin melanjutkan kalimat yang begitu pedih jika di dengar. Daffa berdeham, menormalkan suaranya agar tidak terdengar menyedihkan di telinga sahabatnya itu. "Dia sayang banget sama suaminya. Bahkan, dia selalu jatuh cinta sejuta kali dalam sehari sama suaminya itu. Dia sangat-sangat menghargai perasaan suaminya." Kemudian Daffa tertawa hambar. "Beruntung ya yang jadi suaminya." Setelah mengambil posisi duduk, Daffa minum air dingin yang dengan itu seolah bisa membakar gejolak api di dalam dadanya tiap kali membahas hal ini.
Sementara Zidan, dia hanya diam. Tidak tahu harus bereaksi apa untuk membalas curhatan Daffa.
"Nggak nyangka aja. Ternyata dia udah nikah. Ane kira, dia bakal nungguin ane," keluh Daffa dengan kekehan hambar yang terdengar pilu.
"Perempuan itu yang pernah ente ceritain sama ane bukan? Yang ente bilang suka sama dia?" tanya Zidan, Daffa mengangguk. Lalu, Zidan terkekeh, "Selama bertahun-tahun ente suka sama satu perempuan? Ah, gila sih ini."
"Emangnya ane ente yang suka sama perempuan mana aja? Ya nggak, lah. Satu perempuan aja cukup buat ane."
"Yeee... itu kan dulu, Fa. Sekarang mah udah insyaf kali. Takut euy kalo disuruh tidur di luar, hahaha," tak bohong celotehan Zidan sedikitnya bisa membuat Daffa tertawa.
Seperti biasa, Zidan meminum minuman Daffa tanpa izin. Hal itu sudah menjadi biasa bagi mereka. Ya, namanya juga sahabat. "Tapi dulu ente udah nyuruh dia buat nungguin ente, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih Until Jannah
Spiritual[Completed] Jika tahu bukti cinta itu dengan pernikahan, lalu kenapa harus menjatuhkan hati sebelum akad dimulai?