Usai mengikuti satu jam pertamanya dengan anak-anak klub Pramuka, Dirga kembali ke area wall climbing kampus. Sejak menyadari bahwa suara di mimpinya itu adalah suara Kirana, ia jadi lebih banyak diam. Pikirannya berkecamuk, sibuk menafsirkan segalanya. Al juga tak banyak bicara. Sejak Kirana menyebut soal Raimuna dan menjelaskan tentang api unggun, Al terlihat sumringah. Laki-laki bertopi itu bahkan mengiyakan Dirga yang ingin kembali memanjat hingga sore. Sementara ia membuka beberapa buku tentang Pramuka.
Dirga menendangkan kakinya ke arah dinding yang ia panjat. Karena saking kesalnya gagal menggapai hold sehingga tubuhnya meluncur turun jauh ke bawah tadi.
"Sudah aku bilang kan, lebih baik kamu duduk aja sama aku di sini mempelajari sandi rumput dan morse, untuk bekal di Raimuna minggu depan," kata Al dengan suara khasnya yang entah mengapa menjadi begitu posesif dengan Dirga. "Atau minimal kamu bantuin aku mikir gimana caranya aku bisa mendapatkan lencana wiratama atau jadi salah satu kandidat Bronze Wolf Award," cerocos lelaki itu sambil membalik posisi topi di kepalanya.
"Harus berapa kali aku bilang, Al, aku enggak bakalan ikut Raimuna itu. Aku ini buta akan segala hal tentang Pramuka. Lagian aku ikut Pramuka juga karena terpaksa kan, bukan karena dedikasi tingkat tinggi kayak kamu dan mereka yang tadi aku temui di ruangan itu." Dirga berdiri berkacak pinggang tepat di hadapan Al yang masih duduk bersila dengan buku di pangkuannya. "Apa lagi itu lencana wiratama? Bronze Wolf Award? "
Al menghela napasnya panjang. "Lencana wiratama adalah tanda penghargaan yang diberikan kepada anggota pramuka yang telah memperlihatkan keberanian, kesungguhan kerja, dan keuletannya sehingga berhasil dalam usaha menyelamatkan sesuatu atau seseorang, meskipun usaha itu membahayakan dirinya sendiri. Dan Bronze Wolf Award itu penghargaan tertinggi yang diberikan oleh World Organization of the Scout Movement atau organisasi gerakan pramuka sedunia, melalui komite pramuka dunia kepada orang atau individu yang dinilai memberikan andil dan jasa luar biasa kepada gerakan pramuka dunia. Di Indonesia hanya ada empat orang yang berhasil mendapatkan penghargaan ini. Salah satunya Hamengku Buwono IX," jelas Al bersemangat, tapi itu tak berlangsung lama ketika ia sadar bahwa Dirga sedang sibuk dengan ponselnya. "Ayolah, tunjukin sedikit minatmu ke Pramuka kenapa sih, Ga? Pramuka itu bukan cuma tempat main-main lho!"
Dirga menatapnya datar. "Lalu, aku harus apa menurutmu? Aku bener-bener nggak minat!"
"Sekali pun Kirana yang akan memberimu privat gratis tentang segala hal yang berhubungan dengan Pramuka?" Al menatap Dirga dengan tatapan jahil.
Dirga menghempaskan tubuhnya duduk tepat di samping Al dengan tatapan setengah melamun, mencoba mengingat setiap detail wajah Kirana yang entah mengapa sedemikian mudahnya terpatri dalam benaknya. Matanya yang bulat dan terlihat sayu tapi justru teduh bagi Dirga, suaranya yang lembut, bibir mungil yang sering mengerucut jika dibuat kesal, dan berbagai ekspresi lainnya yang tak bisa digambarkan Dirga melalui kata. "Dia anak fakultas mana sih, Al?"
"Arkeologi," jawab Al yang masih sibuk meng-scroll layar ponselnya.
"Hah?!" Dirga terkesiap, terlonjak kaget.
Al meliriknya dengan tatapan bingung. "Kenapa?"
"Kamu yakin? Kok aku enggak pernah lihat dia?" Dirga tak percaya.
"Ya karena kamu terlalu sibuk dengan duniamu sendiri, Ga," jawab Al santai.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] Api Unggun Terakhir
FantasyDirga, pemuda yang hobi wall climbing di kampusnya tiba-tiba harus terjebak dalam kegiatan Pramuka konyol. Namun, Pramuka justru mempertemukannya pada sosok gadis impiannya bernama Kirana. Tak ada yang menyangka, keduanya akan terlibat suatu eksped...