"Paaaakkk! Hoooiii, bisa tolong kami?" teriak Dirga pada penghuni perahu itu sambil menggerakkan kedua tangannya seperti sedang menyilang di udara.
Pria setengah baya dengan kumis dan rambut berwarna hampir seluruhnya putih itu melihat ke arah dua orang asing yang ada di atas perahunya. Mereka terlibat percakapan yang berujung pada mendekatnya perahu itu, tepat di mana Dirga, Kenan, dan Al berdiri.
"Pak, bisa tolon kami?" Dirga bicara dengan si pengemudi perahu.
"Kalian kenapa? Kalian dari mana?" tanya pengemudi perahu itu bingung melihat penampilan Dirga, Kenan, dan juga Al yang tak keruan.
"Uhm, kami kehilangan arah, Pak. Bisa minta tolong antarkan kami ke kota agar kami bisa meminta bantuan? Dua teman saya terjatuh dalam hutan," jelas Dirga yang terpaksa berbohong. Matanya diam-diam mengawasi dua orang asing yang menatap mereka dalam diam dengan pandangan tak bisa ditebak.
"Naiklah! Kami punya obat-obatan untuk mengobati luka kalian," ujar salah satu laki-laki asing dengan rambut ikal berantakan yang mungkin terkena angin ketika perahu itu melaju.
"Terima kasih," jawab Dirga yang tak mengira bahwa laki-laki asing itu bisa berbicara dengan bahasa Indonesia yang cukup fasih, meskipun aksennya tidak hilang.
Satu persatu mereka naik ke atas perahu, dibantu oleh si pengemudi dan dua laki-laki asing itu.
"Dari mana asal kalian? Mengapa hanya kau yang membawa tas di punggung?" tanya laki-laki asing lainnya dengan kepala botak dan memakai kacamata hitam.
Kenan dan Al saling tatap dalam diam.
"Tas mereka tertinggal di dalam hutan karena sibuk berlari mencari bantuan," jawab Dirga cepat. "Terima kasih, Mister karena kalian telah mengizinkan kami menumpang," tambahnya dengan kepala sedikit terangguk, isyarat memberi hormat.
"No problem," jawab si bule berkacamata itu. "Panggil saja aku Paul dan ini Jason," terangnya.
"Aku Dirga, ini Kenan, dan itu Al," balas Dirga sambil menunjuk ke arah Kenan dan Al satu persatu.
"Hai, kalian!" sapa Paul ramah. Begitu juga dengan Jason yang hanya tersenyum.
Jason menunduk mencari retsleting tasnya, kemudian menarik benda kecil itu perlahan. Dari dalam tasnya, ia mengeluarkan beberapa bungkus roti dan susu kotak. "Makanlah. Kalian sepertinya kehabisan tenaga," kata Jason bermurah hati.
Tadinya, Dirga tak ingin menerima itu. Tetapi, Al sudah terlebih dulu menerimanya. Wajar saja, sejak kemarin malam mereka belum makan sama sekali.
Di tengah kesibukan mereka menghabiskan makanan itu, mata Dirga menangkap satu tas dengan bahan terbuat dari kulit. Namun, bukan itu yang membuatnya tertarik melainkan tulisan di tas itu yang membentuk deretan huruf Palawa. Dirga memang tidak terlalu pintar membaca apalagi mengartikan Palawa, tetapi tulisan yang ia lihat saat itu cukup pendek sehingga mampu ia ingat dengan baik. Natha yang berarti pelindung.
"Mengapa tas itu bertuliskan pelindung dalam huruf Palawa?" tanya Dirga sambil mengunyah rotinya perlahan.
Paul dan Jason saling pandang.
"Kamu bisa membaca huruf itu?" tanya Jason dengan kedua alis terangkat.
"Bisa, tapi tidak semua huruf aku mengerti. Al yang paling mengerti," jelas Dirga melipat bungkus rotinya yang telah kosong, lalu menyelipkannya dalam saku celana.
"Dari mana kalian mempelajari Palawa?" Jason semakin penasaran.
"Kampus. Kami mahasiswa arkeologi," jelas Al dengan mulut setengah penuh yang sengaja ia dorong dengan satu sedotan susu coklat di tangan kirinya.
Wajah Jason tiba-tiba terlihat sumringah. Matanya berbinar ketika menatap Dirga, Kenan, dan Al.
"Kebetulan sekali!" celetuk Paul yang tiba-tiba bahunya dipegang oleh Jason seperti ingin mengisyaratkan sesuatu.
Dengan satu gerakan tangan, Paul menyingkirkan tangan Jason. "Kebetulan kami sedang dalam misi perburuan artefak kuno," jelas Paul.
"Oh tidak! Jangan lagi," erang Kenan tak percaya dengan apa yang sedang ia dengar.
"Kenapa?" Paul bingung menatap Kenan bergantian dengan Dirga dan juga Al yang membisu.
Dirgamelirik kepada si pengemudi perahu yang tampaknya sedang sibuk dengan galah ditangannya. Matanya kembali tertuju pada Paul dan Jason yang seolah menagihjawaban. "Sebenarnya, kami bukan sekadar kehilangan arah. Kami kesini dengantujuan mencari sebuah artefak kuno. Artefak penuh misteri yang menurut legenda,merupakan kunci dari suatu warisan berharga di zaman kerajaan tertua bernamaSalakanagara." Dada Dirga mendadak sesak karena harus mengingat kembali awalperjalanannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] Api Unggun Terakhir
FantasiDirga, pemuda yang hobi wall climbing di kampusnya tiba-tiba harus terjebak dalam kegiatan Pramuka konyol. Namun, Pramuka justru mempertemukannya pada sosok gadis impiannya bernama Kirana. Tak ada yang menyangka, keduanya akan terlibat suatu eksped...