Bedawang Nala - Eps. 64

133 12 1
                                    

Pulau Peucang, Ujung Kulon

8 Maret 2016


"Karena aku tak bisa melihat badak di sini, maka kuputuskan untuk bermain kayak ke Pulau Mangir yang tak berpenghuni. Kata pemilik resort, aku bisa menyewa kayak miliknya dan pergi ke Pulau Mangir selama 45 menit dari Pantai Keusik Panjang," celoteh Paul pagi itu ketika mereka menempuh perjalanan dari Pantai Keusik Panjang menuju Pulau Peucang.

Tak ada yang menyahutinya. Bahkan Al yang biasanya terlibat pembicaraan asyik itu pun terdiam dan malah sesekali sibuk mengusap mulutnya yang terciprat air asin laut. Ombak pagi itu memang cukup ganas. Dan entah mengapa, perasaan Al jadi lebih buruk dari sebelumnya.

"Semua peralatan sudah siap kan?" tanya Dirga pada Jason yang berdiri dekat kemudi.

"Sudah. Kenapa?"

"Tak apa, aku hanya ingin memastikan saja." Dirga beringsut pada Kenan dan Al. "Ken, tolong kamu jaga semua barang kita ya. Biar aku dan Al yang menyelam."

Kenan mengangguk tanda mengerti. Ada setitik rasa kecewa menyelimuti hati Kenan karena tak bisa menyaksikan langsung pengalaman mistis yang mungkin akan terjadi dalam pencarian medali terakhir itu. Ia masih belum lupa dengan kejadian di Muara Kaman tempo hari. Kejadian di mana ia harus berlarian menghindar dari kejaran naga seputih salju yang ingin membakarnya hidup-hidup.

"Al, apa nggak ada petunjuk dari jurnal ayahmu di bawah sana nanti ada apa?" Kenan penasaran.

"Seingatku nggak. Kenapa?" tanya Al.

"Nggak apa-apa. Aku cuma ingin kalian bersiap aja sama semua kemungkinan yang akan terjadi. Bisa jadi yang akan kalian temui di bawah nanti lebih ganas dari naga jelek kemarin," kata Kenan.

Spontan, Al menelan ludahnya sendiri karena kembali membayangkan betapa mengerikannya naga itu. Apalagi, medali ini berada di dalam laut yang pasti akan mengurangi kegesitannya untuk menghindar.

"Apakah mungkin ikan hiu raksasa?" gumam Al menerka-nerka.

"Atau paus putih raksasa ala Moby Dick?"Kenan mengompori.

"Jangan seenaknya kamu kalo ngomong. Ini cuma speedboat bukan Essex!" timpal Al kesal karena akhirnya dia membayangkan akan seburuk apa aksi mereka nanti.

Dirga tak menggubris keduanya. Ia masih menatap layar ponselnya yang tak menunjukkan adanya sinyal apapun. Hampir setiap hari ponsel itu berbunyi, tetapi bukan nomor Kirana yang muncul melainkan Pak Heru. Dari sekian banyak telepon dan pesan yang masuk, ia hanya membalasnya satu kali. Pesan itu pun cukup singkat. Kami baik-baik saja dan akan segera kembali setelah medali terakhir ditemukan.

Dirga benar-benar termakan ancaman Elizabeth dan timnya yang super licik itu. Ia tak mau gegabah dengan melaporkan semua peristiwa itu kepada yang berwenang. Ia merasa bertanggungjawab atas semuanya. Ia ingin menyelamatkan Kirana dengan tangannya sendiri. Benar, ia egois. Tapi setidaknya, dia harus berjuang layaknya Pramuka sejati yang bertanggungjawab dan berani. Dirga akhirnya paham, seperti apa Pramuka itu harusnya bertindak. Ia memang baru mengenal Pramuka, tetapi jiwanya kini seolah dikuatkan oleh ilmu-ilmu bermanfaat yang diajarkan Pramuka. Baginya sekarang, Pramuka bukan hanya sekadar kegiatan berkumpul tanpa makna, tetapi Pramuka yang membangun jiwa nasionalisme dan keberanian dalam dirinya.

"Ga, ayo cepet pakai perlengkapan diving-mu!" pinta Al membuyarkan lamunan Dirga, sesaat setelah speedboat berhenti tak jauh dari Pulau Peucang.

Dirga menerima beberapa perlengkapan menyelam dari tangan Jason seperti, wetsuit, mask, bouyancy compensation device (BCD), weight belt, fins, gauges, dive computer, torch, dan tabung udara.

Butuh waktu beberapa saat bagi Dirga, Al, dan Paul mengenakan semua peralatan itu, hingga akhirnya mereka benar-benar siap. Satu persatu, mereka menceburkan diri dengan posisi duduk membelakangi laut. Kondisi laut Ujung Kulon memang tak sebaik yang dibayangkan Dirga.

Mungkin karena kondisi alam yang sedang tak menentu, pikirnya sembari terus menggerakkan kaki menuju dasar laut. Cahaya matahari sudah tak bisa menjangkau area yang tengah mereka lalui saat itu. Beberapa hard coral dan ikan-ikan kecil seperti Maroon Clown Fish sempat mereka temui beberapa kali. Tak ada sesuatu yang mencurigakan, hingga beberapa saat kemudian Al melihat ada batuan besar tepat di tengah dasar laut yang semakin gelap itu. Dengan gesit, Dirga berenang menuju batuan itu. Al dan Paul mengikuti di belakangnya.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang