Mimpi Misterius - Eps. 14

195 17 0
                                    

Area Wall Climbing - Universitas Udayana, Bali

29 Februari 2016


Jemari Dirga seolah sedang mencubit pegangan pada dinding yang sedang ia panjat siang itu. Pinch grip itu ia lakukan, karena pegangannya terlalu kecil. Tubuhnya mengandalkan kekuatan jempol dan telunjuk saja, selain harness tentunya. Dirga memang sudah berniat melakukan boldering siang itu, untuk melatih kekuatan dan kelenturan badannya secara menyamping. Hampir saja Dirga berhasil meraih grip berikutnya, tetapi teriakan Al membuyarkan konsentrasinya.

"Ga, kamu ini gimana sih? Siang ini kan ada jadwal ke klub Pramuka!" pekik Al yang siang itu mengenakan seragam Pramuka lengkap kebanggaannya, beserta topi pet warna coklat polos.

Sesaat Dirga terdiam. Al benar dan ia sungguh lupa. "Eh, iya ya," gumamnya yang segera melepaskan pegangan serta pijakan kakinya. Tubuhnya seketika meluncur turun menjejak tanah bertumpu pada harness.

"Kamu ini kayaknya sengaja lupa ya?" gerutu Al kesal. Ia berkacak pinggang sambil menatap sahabatnya yang wajahnya penuh peluh dan terlihat mengilap layaknya penggorengan berisi minyak.

"Berisik!" jawab Dirga yang segera melepaskan harness dari tubuhnya. Ia menggulung tali karmantle yang masih berserakan di dekat kakinya, lalu membereskan semua peralatan dan menjejalkan barang-barang itu ke dalam ransel yang sengaja ditendang Al agar lebih dekat dengan jangkauannya.

Tak butuh waktu lama, Dirga selesai. Ia bahkan telah mengganti kausnya dengan kaus bersih dari dalam tas ransel yang selalu dibawanya ketika akan berlatih memanjat.

"Nih!" Al memberikan sebuah buku berwarna kuning kecil, tidak terlalu tebal. Ada sepasang anak Pramuka di sampul depannya sambil membawa bendera cikal. Bendera lambang Pramuka.

Kening Dirga mengernyit, tapi tangannya menerima benda itu. "Apaan ini?"

"Buku saku Pramuka. Aku yakin, kamu akan butuh itu nanti," jawab Al yang sudah terlebih dulu melangkah meninggalkan Dirga menuju ruang klub Pramuka.

Dalam diam, Dirga membuka buku itu dan melihat-lihat isinya. Hampir semuanya berisi tulisan. Meskipun ada bagian yang membuatnya tertarik, yaitu bagian tali temali. Hal yang tentunya bisa ia gunakan untuk kepentingan memanjat.

Ketika tersadar bahwa Al sudah beberapa langkah di depannya, ia pun segera menyusul. "Kamu hafal semua isi buku ini?" Dirga penasaran.

"Aku sudah hafal semua itu sejak SD!" jawab Al dengan senyum bangga sembari terus melangkah menuju ruangan yang ada di ujung lapangan. Kedua pintunya bergambar cikal tepat di tengahnya.

"Serius?" Dirga tak percaya.

"Serius-lah! Apalagi ayahku dulu sangat mendukung dan dia juga yang jadi temanku bermain sandi," tambah Al lagi yang seketika membuatnya kelu hingga tanpa sadar menghentikan langkah.

"Seingatku dulu waktu masih SD isinya Pramuka tuh cuma tepuk tangan dan main tongkat," ujar Dirga setengah terkekeh. Ia menoleh dan tak ada Al lagi di sampingnya. Ia pun memutar tubuh dan heran melihat sahabatnya itu malah terdiam, seolah sedang memikirkan sesuatu. "Heh, ngapain bengong?"

Al mendongak, lalu menggeleng cepat. "Nggak apa-apa," jawabnya singkat dan malah berjalan mendahului Dirga. Kurang beberapa langkah lagi, mereka tiba di ruangan itu. Al bahkan sudah mengetuk pintunya dan tangannya mendorong perlahan. "Selamat siang!" sapanya.

Dan jantung Dirga seolah berhenti mendadak. Ketika ia melihat seseorang yang sedang berdiri di depan papan tulis berwarna putih dengan spidol di tangannya. Kali ini, sosok yang pernah ditemuinya itu, mengikat rambutnya yang hitam tebal layaknya ekor kuda. Beberapa helai anak rambut yang sedikit terlepas dan membingkai wajah ayunya mampu membuat darah Dirga berdesir.

Kirana.

"Kenapa kamu terlambat, Al?" tanya Kirana merengut sambil menatap Al yang tanpa ekspresi berjalan masuk. Laki-laki yang sudah berseragam pramuka lengkap itu tak menggubrisnya. Ia berjalan dalam diam, kemudian memilih tempat duduk yang kosong di bagian belakang ruangan. Ada sekitar sepuluh orang yang sudah terlebih dulu di sana.

"Tuh gara-gara dia!" Al menunjuk Dirga yang masih kaku di ambang pintu dengan isyarat dagunya.


***

[TAMAT] Api Unggun TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang